Share

Di Dasar Jurang.

Malam itu, langit terlihat gelap dengan awan hitam yang bergulung di cakrawala. Cahaya rembulan gagal menembus celah awan, menyisakan hening di perkampungan murid pelataran luar yang terpencil.

Namun, kesunyian itu terputus oleh suara bisikan dan kesibukan tiga sosok anak kecil.

“Mari kita seret dia ke Hutan Bambu yang tidak jauh dari sini, tidak mungkin menimbulkan kecurigaan!” bisik seorang anak laki-laki.

“Apakah tidak sebaiknya kita membungkusnya, agar menghindari kecurigaan?” suara seorang anak perempuan terdengar.

“Tidak bisakah kalian berdua diam? Sejak tadi kalian hanya saling membantah tanpa aksi sama sekali! Sekarang, mari kita seret bocah murahan ini. Tak perlu membungkusnya dengan apapun. Terlalu membuang-buang sumber daya untuk anak tidak berbakat tanpa memiliki inti Mutiara di pusat kehidupannya!” bentak anak yang lain, membuat kedua bocah yang sebelumnya bertengkar langsung terdiam.

Dua anak laki-laki segera menyeret tubuh Rong Guo, sementara anak perempuan menyapu jejak bekas kaki yang terseret dengan menggunakan dedaunan. Sikap mereka terlihat seperti penjahat profesional.

Ketiganya adalah murid dari sekte Wudang sendiri: Yan Wei, Huo Shin, dan Tang Wu Xie.

Sejak ditegur oleh penatua Teng Yuhan, Yan Wei merasa marah dan malu. Beberapa anak dari pelataran dalam mengumpulkan dia setelah kejadian itu.

“Ternyata meskipun kamu anak dari wakil pemimpin sekte, kamu masih takut pada Rong Guo yang dibela oleh Penatua Teng Yuhan!” goda seorang anak pelataran dalam.

“Apakah kamu benar-benar anak dari wakil pemimpin sekte? Bagaimana bisa, kamu dengan statusmu yang begitu tinggi harus takluk di bawah perintah Penatua Teng Yuhan? Jika dibiarkan, Rong Guo ini akan menjadi besar kepala!”

“Yan Wei! Tunjukkan bahwa kamu adalah anak dari wakil pemimpin sekte!”

Suara-suara jahil dari kawan-kawannya membuat Yan Wei berpikir berulang kali.

Setelah berdiskusi dan memutuskan, dia bersama dua kawannya yang nakal memiliki rencana. Mereka akan membuat Rong Guo kapok dengan melemparnya ke jurang di samping hutan bambu itu.

+++

“Di sini saja kita buang anak itu,” bisik Yan Wei.

“Apakah di sini bagian yang paling dalam? Konon tak seorang pun dapat keluar hidup-hidup dari dasar jurang ini,” suara Tang Wu Xie terdengar bergetar. Bagaimanapun juga, dia adalah seorang gadis kecil. Melakukan hal seperti ini ibarat melakukan pembunuhan.

Tang Wu Xie diam-diam menggigil ketakutan. “Jika ketahuan oleh orang lain dan dilaporkan, kami bertiga akan menemui kesulitan!”

“Ayo, Huo Shin. Bantu aku mendorong bocah ini ke jurang!” Berbeda dengan Tang Wu Xie, Huo Shin sedikit berpikiran pendek.

Tanpa berpikir panjang, Huo Shin langsung membantu Yan Wei mendorong sosok Rong Guo ke dalam jurang. Pada saat itu, Rong Guo masih pingsan akibat kepalanya terhantam kayu.

Suara benda berat bergemerisik ketika sosok Rong Guo meluncur melewati tanaman liar di sepanjang dinding jurang. Lalu suara wussh terdengar, tak lama kemudian Rong Guo lenyap di kedalaman jurang.

Yan Wei mendengus dingin. Ia lalu mengajak dua kawannya pergi, meninggalkan suara hewan malam di hutan bambu di tepi jurang.

+++

“Dimana aku?” Rong Guo tersadar setelah beberapa jam lamanya ia tidak sadarkan diri. Kepalanya masih sakit akibat benturan kayu, seluruh tubuhnya sakit. Tulang-tulangnya terasa seperti hampir patah saja.

Tapi Rong Guo kecil berusaha untuk mengenali keadaan sekitar terlebih dahulu. Matanya melihat ke segala penjuru. Ada pohon-pohon lebat, pencahayaan yang tidak terlalu terang, sinar matahari tampak seperti larik-larik garis, dan dinding tebing berbatu cadas.

“Ini adalah?” Rong Guo pada mulanya kebingungan, bertanya Dimana dia berada.

Saat itu, hari telah siang. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10 pagi, sinar matahari mulai terang. Namun, cahaya matahari tampak jauh, hanya terlihat seperti lari-larik lurus, masuk melewati sela-sela daun dari pepohonan lebat.

“Apakah ini dasar jurang? Bagaimana aku bisa berada di sini?” suara Rong Guo mengeluh pelan, lalu dia berubah menjadi panik.

Jangan mengira kalau Rong Guo kecil ini adalah seorang anak yang bodoh. Justru dia pintar. Hanya dengan mengamati keadaan sekitar dalam beberapa sekejap mata saja, ia langsung menyimpulkan bahwa dia sedang berada di dasar curang.

Dia berusaha berdiri dari tumpukan dedaunan yang disusun menyerupai kasur, meraba, dan semakin yakin bahwa dirinya memang berada di dasar jurang, ketika sebuah suara mengagetkannya.

“Bagus! Kamu sudah sadar rupanya?” suara itu menyadarkan Rong Guo bahwa dia tidak sendirian di sini. Suara itu bergema, terdengar dekat, tapi seolah-olah dikirim jari jauh.

Semula Rong Guo mengira kalau dia hanya sendirian di dasar jurang ini, anak itu dari perasaan kaget, kini menjadi senang, “S-siapa itu?”

Hening.

Menyusul suara orang batuk-batuk terdengar.

Uhuk!

Arah suara batuk itu asalnya dari sebuah celah kecil di dinding jurang. Sambil menahan rasa sakit di tubuh, Rong Guo berjalan tertatih-tatih ke arah suara berasal, tepatnya di celah batu yang berbentuk gua.

Gua itu gelap dan suram. Mungkin karena minim cahaya matahari yang masuk kedalamnya. Tapi mata Rong Guo dengan cepat beradaptasi, dan ia dapat melihat jelas keadaan di dalam gua.

Terkesiap!

Tampak seorang tua duduk dengan mata terpejam. Tubuhnya sangat kurus, mirip seperti kerangka hidup. Wajahnya pucat seperti mayat. Bajunya tampak compang-camping, kalau tidak ingin dikatakan setengah telanjang. Rambutnya panjang dan tidak teratur, berwarna putih seperti salju.

Kesimpulan keseluruhan - pria itu terlihat sangat kuno, dan menimbulkan rasa takut bagi yang melihatnya.

“Lari!” Hanya itu yang ada dalam pikiran Rong Guo. Penampilan aneh orang tua di dalam gua itu, mengingatkannya akan cerita-cerita tentang hantu pemakan anak-anak kecil. Tentu saja sebagai anak yang baru berusia delapan tahun, Rong Guo sangat percaya dengan cerita-cerita ini.

Meskipun dia hidup yatim piatu di Sekte Wudang, tapi cerita-cerita kepala koki di sekte tempat dia bekerja, cukup memberi Rong Guo gambaran tentang hantu.

Pada saat kaki Rong Guo telah melangkah sebanyak tiga langkah cepat, tiba-tiba sebuah tali panjang menjerat kakinya.

Tolong!

Rong Guo tidak berdaya, ketika tubuhnya melayang ditarik tali rami, arahnya ke orang tua yang tampak seperti mayat hidup itu.

“Jangan makan aku! Aku masih ingin hidup!” teriakan Rong Guo pecah, terdengar seperti lolongan singa kecil.

Ia meronta-ronta ingin lepas dari jeratan tali itu, sayangnya kekuatannya sama sekali tidak berarti di hadapan orang tua yang kini telah berada di depan muka Rong Guo.

“Hantu!” teriak Rong Guo keras, pada saat sosok kuno itu membuka matanya, tepat satu meter di depan Rong Guo.

Mata itu kosong, tidak ada bola mata sama sekali. Daging bekas luka yang terlihat mengering itu, benar-benar menimbulkan rasa mual di hati Rong Guo.

Pada saat itu, dengan gerak cepat dan tidak masuk akal, tiba-tiba tangan sosok tua itu telah mencengkeram leher Rong Guo.

Suara yang terdengar dingin, seperti suara yang jauh dikirim dari dunia kuno dan asing.

“Katakan padaku! Apakah kamu murid sekte Wudang? Salah menjawab maka kamu akan mati!”

Cekikan di leher Rong Guo, ia rasakan seperti jepitan dua belati, yang kapan saja dapat memenggal kepalanya, seperti pisau dapur mengiris sayuran. Keringat dingin mengucur deras di pelipis Rong Guo. Bajunya seketika basah oleh keringat.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status