"Aku mencintai wanita lain. Meski kita menikah, kita tidak akan menjadi suami istri pada umumnya."
Kalimat itu seperti petir yang menggema di siang bolong. Menghancurkan harapan yang dimiliki oleh perempuan bernama Ayla Salsabila itu.“Kalaupun kita benar-benar menikah, jangan harap aku akan memperlakukanmu seperti istri pada umumnya.”Sekali lagi suara pria itu mengalung, mengingatkan Salsabila bahwa perjodohan yang telah dirancang para tetua sudah ditolak mentah-mentah oleh pria bernama Alan Putra Dirgantara.Ya, namanya Alan. Lengkapnya Alan Putra Dirgantara. Siapa pun yang mendengar namanya pasti tahu siapa dia dan asal usul keluarganya.Dia adalah salah satu jelmaan pria-pria yang digandrungi oleh banyak wanita. Tampan, berkharisma, berwibawa, penuh misterius dan tentu saja sukses. Semua yang didambakan oleh para wanita ada pada pria yang kini tengah duduk di depannya itu.“Dan kenapa kau baru mengatakannya sekarang?”Tidak ada ekspresi berarti yang Salsabila tunjukkan saat menjawab segala ucapan yang dilontarkan oleh Alan. Nada suaranya datar, begitupun dengan raut wajah yang ditunjukkan.“Karena aku tidak ingin membawamu semakin jauh dalam hubungan tidak jelas ini,” jawab Alan kembali, tanpa rasa bersalah sedikitpun.Mendengar hal tersebut, amarah langsung mengambil alih perasaan Salsabila. “Dan kau pikir aku belum terlalu jauh masuk ke dalam hubungan ini, huh? Kenapa kau tidak menolaknya sejak awal dan malah menerima perjodohan ini seakan-akan kau tidak memiliki wanita lain.”Ya, dua minggu yang lalu orang tua Alan dan wali Salsabila telah merancang pertemuan untuk membicarakan perjodohan antara dirinya dan Alan. Semuanya berjalan lancar, Alan sama sekali tidak menunjukkan penolakan, sedangkan Salsabila sendiri tidak punya kuasa untuk menolak.Dan sekarang tiba-tiba pria itu mengutarakan bahwa ia memiliki wanita lain dan meminta Salsabila untuk membatalkan pernikahan? Apa pria itu sudah tidak waras?Alan tergugu di tempatnya mendengar kalimat panjang sarat akan kemarahan yang dilontarkan oleh Salsabila. Kalau boleh jujur, Alan baru mengutarakan sekarang karena ia tidak ingin melukai lebih dalam perasaan Salsabila jika ia tahu kebenaran itu setelah pernikahan terjadi.“Oleh karena itu aku memberitahumu kebenarannya. Aku mencintai wanita lain dan jika kau tidak suka silakan batalkan pernikahan ini!”Salsabila menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau gila! Pernikahan 1 minggu lagi, undangan sudah disebar dan kita baru saja melakukan fitting gaun pernikahan. Dan kau pikir apa yang akan mereka katakan jika tiba-tiba aku mundur dari pernikahan ini?”“Segala kerugian biar aku yang menanggung semuanya. Kau hanya perlu mengatakan bahwa pernikahan ini batal, kau bisa mencari alasan yang tepat untuk itu.”“Ini tidak se-klise dalam pikiranmu, Alan!” suara Salsabila meninggi. “Orang-orang begitu antusias dengan pernikahan ini, dan jika tiba-tiba aku membatalkannya mereka pasti bersedih. Tidak ... aku tidak ingin melakukan itu.”Alan tahu, akhir-akhir ini orang tuanya begitu bahagia, terlebih lagi ibunya. Mereka begitu antusias menyambut pernikahannya yang sudah lama dinantikan. Hanya saja, Alan tidak bisa membohongi hatinya terus menerus, dia tidak bisa berpura-pura lagi mencintai perempuan di hadapannya, karena sudah ada wanita lain pemilik hatinya.“Tetapi—““Batalkan sendiri!” potong Salsabila dengan cepat. “Jika kau ingin pernikahan ini batal, bicara sendiri sama orang tuamu. Jangan mengorbankan aku!” putus Salsabila dengan nada final.“Kau gila! Ibuku akan jantungan jika aku mundur dari pernikahan ini. Aku tidak mau menyakitinya dan membuatnya bersedih, jadi jangan harap aku yang melakukannya sendiri.”Dasar pecundang!“Dan kau kira bunda Fani juga tidak sedih jika tiba-tiba aku membatalkan pernikahan ini? Meskipun dia hanya waliku di panti asuhan, tetapi dia sudah seperti ibu kandung bagiku. Jadi sama sepertimu yang tidak ingin membuat ibumu bersedih, akupun seperti itu, melihat bunda Fani menangis adalah satu-satunya hal yang tidak akan aku lakukan.”Hening. Seketika keheningan menyelimuti mereka. Hanya suara deru napas keduanya yang seakan berlomba. Aura ketegangan menyelimuti mereka satu sama lain.“Jadi apa maumu sekarang?” tanya Alan setelah terdiam beberapa saat.Salsabila menghela napas, tampak mencoba menenangkan perasaannya. Kalau boleh jujur, dia marah sekali. Marah pada takdir yang harus mempertemukannya dengan lelaki jahat di depannya ini.Salsabila merasa dibohongi habis-habisan, dia sudah memiliki harapan lebih pada perjodohan ini. Akan tetapi setelah sedikit lagi, dia malah dijatuhkan dengan kenyataan yang Alan lontarkan.“Pernikahan ini harus tetap terlaksana. Lagi pula, aku juga tidak mencintaimu dan kau bisa bebas mencintai wanita lain. Katakan aku bodoh, hanya saja ini demi kebahagian para orang tua.”Bodoh! Bodoh sekali!Hanya saja, Salsabila bisa apa? Memaksa pria itu untuk balik mencintainya dan menjalani pernikahan sesungguhnya adalah sesuatu yang mustahil. Sedangkan mundur dari pernikahan ini dan melihat para orang tua kecewa dan bersedih adalah hal terakhir yang akan dilakukan.Alan menatap lamat ke arah Salsabila. Sesungguhnya ia tidak menyangka jawaban itu yang akan didengar, sebelumnya ia berpikir Salsabila akan langsung lari terbirit-birit jika mengetahui kebenaran itu. Tetapi ternyata perempuan itu memiliki hati yang kuat dan memilih menjalani pernikahan yang tanpa visi misi ini.“Baiklah, ini maumu. Tetapi sekali lagi aku tegaskan, pernikahan ini tidak nyata dan kau hanya akan menjadi istri pajangan dalam hidupku!”Setelah melontarkan kalimat menyakitkan itu, Alan langsung berlalu pergi dari hadapannya. Tanpa pamit.Salsabila hanya bisa menatap nanar ke arah punggung lebar milik Alan yang semakin menjauhinya. Setetes air mata yang sejak tadi berusaha di tahannya kini luruh-lah sudah membasahi pipinya, disusul dengan tetes-tetes berikutnya.Ya, Salsabila tengah menangis.Tidak ada yang bisa Salsabila lakukan. Lagi pula, Salsabila yakin apa pun upaya yang ia lakukan, Alan tidak akan pernah melihatnya sebagai istrinya. Karena pria itu memang hanya setuju untuk menikah karena keinginan orang tuanya, khususnya Ibu Rena. Atas keinginan ibunya itu, Alan setuju untuk menikah. Tidak ada ketertautan hati apalagi cinta di antara mereka.Dan mulai sekarang, sepertinya Salsabila harus bersiap menjadi istri yang tak dianggap. Alan sudah mengatakannya sebelumnya, bahwa ada wanita lain yang dicintainya dan kalaupun mereka menikah Salsabila hanya akan menjadi istri pajangan.****Sepanjang perjalanan pulang, Alan masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran Salsabila. Dia tidak menyangka bahwa perempuan itu masih setuju untuk menikah dengannya bahkan setelah mengetahui bahwa dirinya mencintai wanita lain.“Dia benar-benar perempuan yang tidak bisa ditebak,” gerutunya dalam keheningan.Hingga terdengar suara ponselnya yang berbunyi, satu tangannya merogoh saku celananya untuk mencari keberadaan ponsel tersebut.Dan bibir Alan langsung merekah saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dialah wanita yang sangat dicintainya.Tanpa membuang waktu lebih lama, Alan langsung menerima panggilan tersebut.“Halo.”“Cepat ke rumah sakit, Mas. Anak kita sakit.”Setelah berhasil mem-blow rambut panjangnya yang sudah melewat bahu tanpa telat ke kantor, Salsabila keluar dari kamarnya. Make-up sudah rapi, walaupun ketika dia sudah sampai di kantor ia akan kembali memeriksanya. Blus sewarna avocado dan rok A-line hitam menjadi pilihannya hari ini untuk semakin menyempurnakan penampilannya. Satu tangannya menjinjing tas, sementara tangan yang lain menenteng sepatu. Ia melirik ke arah pintu di sebelah kamarnya yang juga baru saja terbuka, menampakkan sesosok pria yang melangkah keluar dari sana, sudah rapi dengan kemeja putih serta jas dan tas kerja yang dijinjing di tangan kanan, lengkap dengan sepatunya yang hitam mengilat. Alan, pria itu memang punya jadwal kegiatan pagi yang lebih teratur dibandingkan dengan Salsabila. Keduanya sempat bertukar tatap sebelum Alan yang lebih dahulu mengalihkan pandangan lalu menuruni anak tangga, berlalu begitu saja, meninggalkan Salsabila yang kini tengah duduk di sofa ruang televisi sembari mengenakan sepatun
"Ini kamarmu. Ini kamar aku." Masih teringat jelas perkataan mas Alan pertama kali ketika kami telah menjadi pasangan suami istri setelah usai merayakan pesta pernikahan. Itu adalah perkataan yang ia lontarkan ketika kami tiba di rumah yang mas Alan beli untuk kami tempati bersama. Sejak saat itu, Salsabila menyadari arti pernikahan yang akan mereka jalani untuk ke depannya. Ia sadar bahwa pisah kamar artinya lebih dari sekedar tidur di ruangan yang berbeda, ini adalah pertanda bahwa ada tembok batasan sebuah hubungan di mana mereka tidak boleh saling mengusik. Salsabila tahu pernikahan yang mereka jalani tidak biasa, tetapi siapa sangka ternyata memang akan sejauh ini. Kami hanya hidup bersama dengan urusan masing-masing. Sementara Salsabila menangani perusahaan sepatu, mas Alan menangani properti perusahaan keluarganya. Sebuah perusahaan induk yang menangani segala banyak anak perusahaan, termasuk perusahaan sepatu yang Salsabila kelola. Tidak hanya itu, dia juga banyak membawahi
"Belum balik?" Salsabila mengetuk kubikel yang membuat si wanita yang tengah melamun itu seketika terkejut. Rinda, satu-satunya sahabat karibnya di perusahaan ini. Pertemanan mereka terjalin sejak Salsabila masih menjadi pegawai biasa di tempat ini. Dan pertemanan mereka tetap terjalin meskipun Salsabila telah menjadi seorang direktur. "Belum balik, Rin?" tanya Salsabila mengulangi pertanyaanya. "Eh … Ibu Direktur, sedang apa di sini? Tidak biasanya," jawab Rinda sambil terkekeh. Dia cukup heran apa yang membawa wanita super duper sibuk itu menyambangi kubikelnya. "Hush … jangan panggil seperti itu, aku tidak suka," ucap Salsabila dengan garang. Ia memang tidak menyukai sematan nama itu. Apalagi kalau sahabatnya yang memanggilnya dengan nama itu. Geli! Rinda kembali tertawa. "Ini baru mau balik, Salsa. Mau pulang bareng, ya? Tetapi maaf, Mas Putra lagi otw ke sini." Rinda kemudian menoleh melihat semua timnya yang sudah tidak ada di tempat. "Ehh, mereka pada ke mana? Sudah pada ba
Meira. Kekasih dari mas Alan itu bernama Meira. Salsabila cukup membenci menyebut nama itu. Tetapi mau bagaimana lagi, wanita itu kembali hadir yang mau tidak mau membuka kembali lembar kenangan menyakitkan itu. Salsabila tahu kalau mas Alan dan Meira sudah menjalin hubungan jauh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Salsabila juga tahu kalau dahulu mereka pasangan saling mencintai tetapi terkendala di restu orang tua. Salsabila tidak tahu kenapa bunda Rena tidak merestui keduanya dan malah dirinya yang di jodohkan dengan mas Alan. Namun, lambat laung Salsabila pun juga mengetahui kalau Meira lah yang lebih dahulu di jodohkan. Orang tuanya punya banyak utang, sehingga memilih menggadaikan dan menikahkan anaknya dengan anak rentenir itu. Pernikahan mereka tidak bahagia, suaminya suka main tangan dan dengan bantuan dari mas Alan mereka akhirnya bercerai. Tetapi, ada anak di antara mereka. Ya, anak yang saya lihat kemarin itu adalah anak dari mantan suaminya bukanlah anak dari mas Al
Pagi harinya, Salsabila benar-benar merasakan pusing di kepala. Semalam ia menghabiskan waktu menangisi pria itu kembali. Selepas dia melihat suaminya kembali bersama wanitanya itu, rasa sakit yang selama ini berusaha ditepisnya kembali lagi dan membuatnya benar-benar hancur semalam.Terlebih lagi saat ia kembali membayangkan saat di mana ia untuk pertama kalinya melihat rupa seorang wanita cantik yang bernama Maira itu.Tak ingin terlihat kembali hancur, Salsabila menunjukkan kembali ketegaran penuh kepura-puraan itu. Ia kemudian keluar dari dalam kamarnya, kembali bersiap untuk ke kantor. Hanya di kantor ia bisa sedikit menenangkan diri dan berusaha menyibukkan diri sehingga tidak terlalu lama terpenjara dalam kesedihan ini.Saat Salsabila akan membelokkan tubuh ke arah dapur, ternyata pria itu sudah berada di sana tengah menikmati sarapannya. Entah sejak kapan pria itu kembali, Salsabila sama sekali tidak menyadarinya."Kau tidak sarapan?" Sebuah suara di belakangnya menghentikan
Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang."Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari s
Bicara tentang bulan madu, honeymoon atau apa pun itu yang patut dikerjakan sebagai ritual pasangan pengantin baru, menyimpan sebuah trauma yang besar untuk Salsabila. Jika orang yang baru kembali dari bulan madu, pasangan itu akan semakin berbunga-bunga, cinta di antara mereka semakin besar, dan tak terpisahkan.Tetapi berbeda bagi Salsabila dan Alan. Justru sekembalinya dari yang katanya honeymoon itu, malah semakin membuat hubungan keduanya dingin dan semakin kaku. Sejak saat itu, Salsabila merasa setiap ada orang yang membahas tentang honeymoon, membuat pikirannya akan melanglang buana ke kejadian tiga tahun yang lalu, tepat setelah dua bulan pernikahan keduanya.Sama seperti pasangan pengantin baru yang lainnya, ibu Rena tentu saja terus memaksa keduanya untuk melangsungkan bulan madu. Meskipun pada saat itu Alan dan Salsabila menolaknya secara terang-terangan, hanya saja tetap tidak bisa jika itu sudah menyangkut perintah dari orang tuanya.Sek
Dengan piciknya, Salsabila berpikir kalau mungkin saja honeymoon yang telah dirancang oleh kedua orang tua Alan mungkin saja akan menjadi jalan yang baik untuk hubungan pernikahannya dengan suaminya itu.Meskipun berat rasanya pergi hanya berdua dengan Alan, akan tetapi ada secercah harapan untuk masa depan pernikahannya, mungkin saja ada sesuatu yang membahagiakan untuk hubungannya dengan Alan.Hari ini adalah keberangkatan mereka ke Barcelona, keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar seraya menarik koper masing-masing, mereka beradu pandang dalam jangka beberapa detik sebelum Alan melenggang lebih dulu menarik kopernya hampiri ruang tamu, ia sandarkan benda itu pada meja, kemudian menyusul duduk di sofa dan mengeluarkan ponselnya, tampak terlihat acuh tak acuh dengan keberadaan dirinya. Sebentar lagi Rena dan Dirgantara akan datang, beliau sampai jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta untuk mengantar langsung pasangan yang masih dikatakan baru itu ke bandara.