Share

Well, Hello Again, Mr. CEO!
Well, Hello Again, Mr. CEO!
Author: pinkblush

Retakan

Author: pinkblush
last update Last Updated: 2025-01-30 23:06:21

"Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada."

***

Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.

Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur.

"Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.

Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.

Mauryn berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terasa seperti batu yang tak bisa digerakkan. Pikirannya berputar-putar mencari penjelasan, tapi hatinya sudah tahu jawabannya. Sebotol wine yang ada di genggamannya jatuh ke lantai dan berserakan.

Mata Mauryn masih menatap lekat aktivitas dua orang itu tanpa berkedip sama sekali, sambil dia melihat Evan yang menyadari kehadirannya mulai berjalan mendekat kepadanya dengan wajah panik sekaligus terkejut.

Dia berbalik dan bersiap untuk pergi dari sana, tetapi Evan langsung menahannya dengan menggenggam tangannya.

"Mauryn ... kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" Evan melirik ke arah pecahan botol dan wine yang berserakan di lantai. "Dan minuman mahal ini ...."

Mauryn meneguk ludah samar. Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa Evan harus bertanya seperti itu? Bukankah seharusnya yang dia lakukan saat ini adalah mencari alasan untuk memberi penjelasan padanya?

"Betul. Kenapa aku tiba-tiba ada di sini? Aku pergi aja," ucap Mauryn yang masih memalingkan wajahnya dari Evan.

Mauryn ingin melangkah, tetapi Evan kembali menahannya. "Jangan pergi dengan kondisi kayak gini."

Mauryn memandang Evan dengan tatapan tak percaya. Dia merasa sulit untuk bernapas hingga tiap tarikan terasa singkat. Berbagai macam pertanyaan dan kemungkinan terus berputar di kepalanya.

"Kamu minta aku buat mengerti dan sabar karena sekarang kita sama-sama sibuk, ditambah masalah yang terjadi di kantor belakangan ini. Tapi, ternyata bukan karena itu. Apa ini alasan sebenarnya? Tanpa tau itu, aku ...." Mauryn tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Matanya memanas dan sepertinya air mata akan segera turun dari sana. Dia memukul-mukul tubuh Evan tanpa tenaga, karena seluruh tubuhnya sudah melemah saat melihat kejadian beberapa saat lalu. "Teganya kamu melakukan ini sama aku. Kenapa kamu bisa setega ini sama aku?"

Evan berusaha menggapai tangan Mauryn yang terus memukul-mukul dadanya. "Ini bukan kayak yang kamu pikirkan."

"Lepasin." Mauryn berusaha menghempaskan tangannya dari genggaman Evan. "Aku bilang lepasin!"

"Kamu tenang dulu. Ayo masuk ke dalam. Ayo masuk dan kita bicarain ini baik-baik."

Mauryn yang awalnya bersikap histeris kini hanya bisa berdecih. Dia menatap lekat bibir Evan yang penuh dengan noda lipstik sambil memutar bola matanya.

"Lap bibir kamu dulu," ucapnya.

Mendengar itu, Evan langsung mengelap bibirnya dengan kagok dan canggung.

Seakan cukup melihat pertengkaran Evan dan Mauryn, wanita yang bersama Evan memutuskan untuk mendekat pada mereka, lalu menyapa Mauryn.

"Halo, Mbak Mauryn," sapanya dengan tampang polos dan tak bersalah.

Mauryn terkejut saat melihat sosok wanita yang ternyata dia kenal.

"Kamu udah gila, ya? Bukannya dia itu sepupu kamu?" tanya Mauryn pada Evan.

Evan menggeleng, membuat Mauryn semakin syok. Dia menoleh ke arah wanita itu, lalu merasa sangat tertohok saat sadar bahwa selama ini dia telah dibohongi oleh Evan.

"Ternyata dia bukan sepupu kamu, ya?" Mauryn sampai kehabisan kata-kata, otaknya masih mencerna situasi yang terjadi saat ini. "Jadi ternyata kamu bohongin aku selama ini. 11 tahun loh kita bersama, apa kamu nggak merasa kasihan sama aku?"

"Nggak ... bukan gitu. Aku nggak pernah bilang kalo dia ini sepupu aku. Aku bilang dia ... anak tante yang aku kenal," kilah Evan.

"Mama aku sama mamanya mas Evan berteman dekat, jadi kami juga dekat," timpal wanita itu.

Mendengar suaranya saja sudah membuat Mauryn merasa sesak. "Maaf, tapi aku sama Evan lagi bicara sekarang. Bisa kasih kami waktu sebentar?"

"Gimana, dong? Mbak pasti marah banget sekarang, kan?" Wanita itu memandang wajah Mauryn yang sedikit memerah. "Mbak Mauryn nangis? Kenapa? Jangan nangis, Mbak."

Mauryn memandang tak percaya ke arah wanita yang sangat tak tahu malu itu.

"Freya, tunggu di dalam," titah Evan.

"Nggak, deh. Aku pergi aja," ucap Freya.

Evan melarangnya. "Tunggu di dalam dulu. Biar nanti aku antar pulang."

Freya mengangguk, lalu segera pergi menuju ruang keluarga di apartemen yang cukup luas itu.

"Kamu pulang aja. Aku bakal ke rumah kamu setelah ngantar dia, setelah itu kita bicarain masalah ini. Atau kamu mau nunggu di sini aja? Aku nggak lama, kok," ucap Evan pada Mauryn.

Mauryn masih tak mempercayai apa yang dia dengar. Bagaimana Evan terlihat sangat santai seolah tidak melakukan kesalahan apa pun?

"Apa kamu bilang? Kamu mau ngantar dia pulang sekarang?"

"Bukannya seharusnya dia pulang dulu sekarang? Aku nggak bisa biarin gadis mabuk pulang sendirian," ucap Evan.

"Kenapa nggak bisa? Kenapa kamu nggak bisa membiarkan dia pergi?" Apa dia nggak bisa pulang sendirian aja? Atau kalian mau melanjutkan itu di dalam mobil?"

"Mauryn, maksud kamu apa--"

"Kenapa kamu menyebut dia gadis? Dia nggak jauh lebih muda dari aku."

Evan menghela napas geram. "Kamu akan terus kayak gini? Aku bilang ini bukan seperti yang kamu pikirin."

"Kalo bukan, terus apa? Kamu mencium dia di sofa itu, aku liat dengan mata kepala aku sendiri. Kalo bukan itu yang aku pikirin, terus apa? KAMU ANGGAP AKU INI APA SIH SEBENARNYA?!" Nada bicara Mauryn mulai meninggi, tetapi suaranya tetap bergetar.

"Oke, kamu benar. Siapa yang bilang kalo itu nggak benar? Ini bukan kayak yang kamu pikirkan. Aku cuma khilaf aja. Cuma sekali ini. Dan ini nggak akan mengubah apa pun di antara kita. Aku bilang aku akan mengantar dia pulang, lalu setelah itu kita bicara. Kamu bersikap seolah-olah aku ketahuan selingkuh, dan tiba-tiba kamu meledak-ledak dan menyudutkan aku. Apa kamu benar-benar harus kayak gini? Apa kamu sama sekali nggak memikirkan posisi aku?"

"Cuma satu kali? Maksud kamu satu-satunya yang ketahuan?"

Evan berdecih mendengar itu. Dia kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Kamu anggap aku ini apa? Kamu nggak percaya? Kamu memacari aku selama 11 tahun dengan kepercayaan setipis itu? Apa cuma segini artinya aku di dalam hidup kamu?"

"Apa?"

"Itu sebabnya kamu tiba-tiba datang ke sini, kan? Karena kamu nggak percaya sama aku? Wah ... bener berarti. Kamu bahkan nggak bilang dulu sama aku kalo kamu mau ke sini. Kamu nggak pernah melakukan ini sebelumnya. Sekarang kamu jujur, deh. Kamu curiga sama aku, jadi kamu datang ke sini buat memergoki aku, kan?"

Mauryn menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar kehilangan kata-kata.

"Kamu pikir aku datang ke sini karena itu? Terus untuk apa aku datang sambil bawa wine yang mahal ini?" Suara Mauryn tercekat di tenggorokan, dan matanya kembali berair.

Ekspresi Evan pun berubah. Dia merasa tidak enak pada Mauryn karena telah menyudutkannya.

"Kalo bukan karena itu ... kenapa kamu tiba-tiba datang ...." Evan tidak melanjutkan ucapannya.

"Kamu benar," ucap Mauryn tiba-tiba.

"Apa?" Evan kebingungan.

"Kamu benar. Aku paranoid, dan karena ketidakpercayaan aku, aku menyadap mobil kamu dan datang ke sini buat memergoki kamu selingkuh. Sekarang ini udah dikonfirmasi, baguslah."

Setelah mengatakan itu, Mauryn langsung berbalik dari hadapan Evan dan berjalan menuju pintu. Dia bisa mendengar suara Evan yang memanggil namanya, tetapi laki-laki itu tak melakukan apa pun lagi.

Kamu biarin aku pergi gitu aja? Kamu beneran akan di sana sama dia? Evan Mikael Aryandra, teganya kamu melakukan ini semua sama aku!, batin Mauryn sebelum akhirnya dia keluar dan membanting pintu.

Wanita itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Hatinya hancur. Bukan hanya karena pengkhianatan itu, tapi juga karena dia telah kehilangan seseorang yang selama ini dia percaya akan menjadi sandaran di saat-saat tersulitnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Memperjuangkan Harga Diri

    Seisi Lumora Tech tak henti-hentinya membicarakan kasus yang sedang panas ini. Bahkan, beberapa dari mereka mulai mengorek-ngorek masa lalu Martha demi menyudutkannya."Kamu udah liat foto lama Martha di internet belum?" tanya seorang karyawan laki-laki terhadap rekannya ketika mereka bersantai di cafetaria yang ada di Lumora Tech."Foto-foto lama dia?"Mereka berdua kemudian melihat-lihat foto yang berada pada akun media sosial milik seseorang yang mengaku-ngaku sebagai teman lamanya.Aku kenal dia waktu kuliah. Dia emang suka gonta-ganti pacar dengan cepat. Aku dengar dia membalas itu karena masalah jabatan yang lebih tinggi, udah aku duga.Itulah tulisan caption yang dibagikan oleh orang tersebut."Ya ampun ....""Udah aku duga, sih pasti kayak gini. Pak Ian cuma lagi nggak beruntung aja. Orang jelas banget itu suka sama suka, bukan cuma dia yang salah. Astaga, apa yang udah terjadi sama dunia ini? Saya jadi takut ngo

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Skandal Percobaan Pemerkosaan

    Martha masih duduk sendirian di meja kerjanya. Pikirannya berkecamuk penuh campur aduk. Dengan perasaan sedikit ragu tetapi juga penuh tekad, dia membuka aplikasi khusus pegawai Lumora Tech yang terinstal di ponselnya. Lalu, kemudian ... mulai mengetikkan beberapa kalimat pada halaman survey kebahagiaan karyawan.Saya korban percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh Pak Ian Wicaksono yang merupakan Kepala Manajer SDM dari Lumora Tech. Perkenalkan nama saya Martha Donna Harahap, Senior Product Manager dari Tim Product Development di Lumora Tech. Pada malam tanggal 30 Oktober, satu tahun yang lalu, saya menjadi korban percobaan pemerkosaan Pak Ian di hotel La Crystal. Pada saat itu, saya adalah seseorang yang ingin menang. Saya kira saya baik-baik saja, sampai akhirnya hal itu terjadi. Saya berniat untuk melaporkan dia atas kejadian itu, tapi rasa takut menguasai saya. Jadi, akhirnya saya memilih untuk lari. Saya bicara sekarang, setahun kemudian, karena saya menyadari Pak Ia

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Teka-Teki

    Mauryn berdiri di depan kaca kamar mandi lantai delapan, memandangi bayangannya sendiri yang terlihat jauh lebih tenang dari yang dia rasakan. Bibirnya mengulas senyum tipis, palsu tapi terlatih. Ini bukan tentang keberanian. Ini tentang kebenaran.Dia melirik jam tangan. Sudah hampir waktunya. Ian baru saja selesai memimpin rapat tim divisi lain. Berdasarkan informasi dari Evan, setelah ini biasanya pria itu kembali ke ruangannya selama satu jam sebelum lanjut ke pertemuan berikutnya. Dan itulah jendela waktunya.Namun kali ini, Mauryn tidak akan masuk ke ruangannya.Langkahnya membawanya ke pantry dekat ruang kerja tim engineering, tempat yang jarang dilewati saat jam-jam sibuk. Dia berdiri di dekat mesin kopi, pura-pura sibuk menyiapkan minuman ketika Ian melintas di koridor."Pak Ian," sapa Mauryn dengan suara pelan tapi cukup jelas.Ian menoleh dan tersenyum kecil. "Mauryn. Sedang istirahat sebentar?""Sedikit. Sebenarnya ..

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Menjebak Seseorang

    Saat baru saja tiba di kantor, Evan melihat Freya sedang berbicara di telepon dan terlihat sangat frustasi. Dari yang dia dengar, sepertinya wanita itu tengah bertengkar dengan sang ibu. Lantas, dia pun menghampirinya setelah Freya menutup teleponnya.Begitu Freya menutup telepon dan menghela napas panjang, Evan menghampirinya dengan senyum kecil."Astaga. Hidup emang berat buat orang dewasa. Iya, kan?" ucapnya pelan.Freya mendongak. "Kamu denger?" tanyanya canggung.Evan tertawa kecil. "Kabur aja dari rumah. Gimana? Ide bagus, kan?"Freya tergelak. "Apa? Aku bukan bocah. Gimana bisa aku kabur kayak gitu?""Kamu masih kecil. Masih belum 30 tahun, kan?"Tawa Freya pecah lagi. Evan ikut tersenyum melihatnya. "Akhirnya kamu ketawa. Aku ngomong kayak gitu biar kamu ketawa.""Betul, aku jadi ketawa berkat kamu," ucap Freya dengan senyum masih setengah getir.Suasana ringan itu buyar saat ponsel Evan berderi

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Menyaksikan Perselingkuhan, Lagi?

    "Kalian bekerja keras untuk mengatasi krisis saat data pelanggan kita diretas, tapi saya baru sempat berterima kasih sekarang. Saya mengundang kalian makan malam untuk menunjukkan rasa terima kasih dan menyelamati promosi Pak Evan. Saya tau krisis itu telah berdampak buruk bagi semua orang. Ini semua karena ketidakmampuan saya, jadi salahkan saya untuk semua kesulitan. Sementara itu, seseorang kesulitan, jadi saya harap kalian bisa menunjukkan dukungan penuh. Untuk merayakan kesuksesan, kita akan minum anggur dan makan seperti raja dan ratu hari ini." Felix membuka jamuan makan malam bersama tim gabungan malam ini.Semua orang mengangkat gelas anggur mereka."Lumora Tech.""Lumora Tech!"Mereka semua bersulang lalu meneguk anggur itu.Gelas-gelas beradu dalam derai tawa. Musik lembut mengalun dari sudut ruangan restoran rooftop itu, menyatu dengan obrolan yang riuh dari para karyawan Lumora Tech. Lampu-lampu gantung menyebarkan cahaya kekuningan yang hangat, menciptakan suasana akrab

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Transparansi dan Pemulihan

    Leona tertawa getir. "Selama ini lo semua kira gue memutuskan Kayden karena bosan? Karena gue capek? Bukan. Gue ... gue cinta dia, Ryn. Gue cinta dia lebih dari apapun. Tapi gue nggak bisa ngasih dia keturunan. Gue nggak bisa mengandung anak-anaknya. Gue mandul."Tenggorokan Mauryn tercekat. Dia memegangi mulutnya, tubuhnya mulai gemetar."Gue mutusin Kayden karena gue nggak mau mengikat dia dengan sesuatu yang rusak kayak gue," suara Leona pecah menjadi tangisan. "Gue pengen banget jadi seorang ibu, Ryn. Gue pengen banget punya bayi kecil yang bisa gue peluk tiap malam. Tapi gue nggak bisa. Tuhan nggak ngasih gue kesempatan itu."Leona menghapus air matanya kasar."Sedangkan lo ... lo dengan begitu gampangnya mau menyingkirkan kehidupan kecil itu. Seolah itu sampah. Seolah ... seolah lo nggak tau betapa berharganya dia. Dan lo liat Tessa. Udah berapa tahun dia nikah sama Arhan tapi belum juga dikasih anak, kan? Lo tau betapa sakitnya hati kita be

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Luka yang Tak Pernah Kau Lihat

    Felix berdiri di ruang rapat dengan ekspresi kaku dan rahang mengeras. Di tangannya, dia menggenggam hasil investigasi lengkap yang disusun oleh divisi keamanan siber dan CTO Sophia Zhang. Di sisi kanan meja, duduk Mauryn dengan tangan mengepal di pangkuan, berusaha menahan gemuruh yang bergema di dadanya. Hari ini, kebenaran akan diungkap."Sesuai hasil audit digital dan pemeriksaan forensik, tindakan penyusupan telah dikonfirmasi berasal dari perangkat pribadi milik Luna Sasmita," ucap Sophia dengan nada tajam namun terkendali. "Jejak komunikasi yang terekam menunjukkan keterlibatannya dalam percakapan terenkripsi dengan akun yang diketahui berafiliasi dengan SynaptIQ Technologies."Felix melirik Mauryn. Tatapan mereka bertemu—pendek, tapi cukup untuk menyampaikan betapa rumit dan menyakitkannya situasi ini.Luna kini berada dalam tahanan internal sementara menunggu proses hukum berjalan. Yang tertinggal hanyalah debu-debu curiga yang belum sepenuhnya mengendap di dalam tim Product

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kehamilan yang Dirahasiakan

    Pintu apartemen terbuka pelan. Suara kunci diputar nyaris tak terdengar di tengah suara hujan yang masih menetes ringan di luar sana. Sepatu hak tinggi Mauryn menyentuh lantai kayu dengan langkah lesu. Tubuhnya lunglai. Kepala berdenyut. Perutnya terasa seperti dipelintir sejak siang. Dia hanya ingin meresap dalam diam, mengganti baju, lalu tenggelam dalam kasur.Namun yang menyambutnya justru bukan keheningan yang dia harapkan.Leona duduk di ujung sofa dengan tangan menyilang di dada, wajahnya kaku seperti batu karang. Tatapannya menusuk tajam, seperti bisa menembus seluruh kulit luar Mauryn dan melihat apa yang tersembunyi di dalam.Tessa berdiri di dekat jendela, tak kalah tenang tapi jelas-jelas menyimpan badai di balik tatapan matanya yang lembut."Baru pulang?" ucap Leona tanpa basa-basi, suaranya dingin, tajam, mengiris seperti belati.Mauryn berdiri mematung di ambang pintu, merasakan tengkuknya mulai dingin oleh hawa yang tiba-t

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Musuh dalam Selimut

    Mauryn dan orang-orang yang berada di tim gabungan, menyisir ulang akses dan log login. Satu nama muncul berulang—dengan pola waktu mencurigakan, lokasi yang sama, dan durasi login yang panjang dengan nama Luna Sasmita. Mauryn menahan napas. Luna. Pegawai baru yang hampir tak pernah bersuara di rapat. Yang masih terlihat canggung dan sering duduk paling pojok. Pegawai yang baru bekerja di Lumora Tech sejak masalah ini terjadi. Dan yang dulu ... bekerja sebagai SPG makanan beku di kantin basement kantor. "Dia masuk lewat jalur rekrutmen vendor," ucap Felix sambil menelusuri data HR. "Direkrut cepat karena katanya punya background teknik dari universitas luar negeri, tapi nggak pernah bisa diverifikasi penuh. Sulit bagi saya untuk menelusuri setiap karyawan baru, karena saya nggak langsung mewawancarai mereka." Mauryn merasa dadanya sesak. "Perangkat pribadinya?" tanya Sophia. "Udah di-clone tim forensic. Kami temukan pattern log mirip di ponselnya. Dan ... ada jejak komunikasi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status