MasukHe's as cold as ice and hard as rock. But, I'll do everything to make him mine again. Alexandria, is a 21-year-old nursing student. Her father js dead while her mother is in jail. She's not in good terms with her mom since her father was gone. Nevertheless, despite of that bitter part of her life she remain strong. Alex has a long time boyfriend who loves her dearly. He's making her feel complete all the time. With that, she's willing to do everything to make him be at his best state always. Trevor on the other hand, is a 26-year- old fresh graduate and a bar exam topnotcher that Law firm companies from different countries were giving him an invitation to work with them and one of it is the famous law firm company in Chicago that is trying to win him, giving him a higher position and better benefits. - Trevor declines the offer without hesitations. He does not want to leave Alexandria alone in the Philippines. He'd rather lose the opportunities than to lose the love of his life. But love isn't perfect... What if destiny plans to make you happy and unbreakable at first but will eventually apart you in the end? What if you need to intentionally hurt the man you ever loved the most for his own sake? Will you still fight for your love when things are already ruined? Trevor lost his memories after an accident. Years after, his memories came back but Alexandria isn't included in it anymore. Alexandria, strongly believes that 'The mind might forget but the heart always remembers.' But then again, What if the heart itself choose to forget? What Alexandria gonna do to make Trevor remember her again? ---
Lihat lebih banyak"Kita selesai. Aku bosan denganmu. Ini cek untukmu!" Pria itu melemparkan selembar cek ke wajah Rania, disusul dengan perkataan selanjutnya yang bagaikan petir di siang hari. “Jangan pernah temui aku lagi!”
Pria itu bernama Reza, sugar daddy-nya Rania selama tiga bulan belakangan. Padahal, rasanya hubungan mereka baik-baik saja. Reza juga terlihat begitu mengasihinya, berlaku lembut padanya. Tidak ada tanda-tanda akan hubungan mereka yang akan kandas dalam waktu seumur jagung ini.
Rania berdiri mematung. Matanya berembun menahan tangis. "A-aku gak mau uang kamu, Za. Aku sayang banget sama kamu, aku–”
“Kamu lupa status kamu apa?” Mata Reza menatap garang ke arahnya. “Kamu bukan kekasihku. Dan kutekankan sekali lagi, aku sudah bosan.” Sejurus dengan itu, pria tersebut mendorong Rania dengan kasar.
Tangan yang dulu memberikan rasa penuh kenikmatan yang semakin lama semakin membiusnya menikmati permainan Reza, memaksanya mengeluarkan teriakan kenikmatan yang tak bisa ditahannya, tangan yang berhasil menggiring Rania menuju puncak gejolak rasa dan membuatnya ketagihan, terbius dengan angan cinta yang nikmat yang membuatnya merelakan mahkotanya sebagai wanita direnggut dan dinikmati oleh Reza, kini tangan itu menyakitinya dan memaksa Rania menjauh.
“Ta-tapi, Za–”
"Sudah kubilang jangan pakai perasaan." Ada seringaian di akhir kalimat tersebut. Seolah itu semua belum lengkap, Reza menambahkan kembali garam pada luka Rania yang masih menganga segar. “Setelah pertemuan ini, kamu dan aku tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, kalau suatu saat kamu bertemu denganku, anggap saja kita tak saling mengenal, Sweet J.”
Reza melakukan niatnya. Dia meninggalkan Rania. Tak ada lagi panggilan telepon, pesan manis dan tak ada lagi sentuhan hangat yang memanjakan Rania.
Luka Rania seolah belum usai. Ia yang masih berusaha menemukan jalan keluar dari jeratan rindu pada Reza kini sudah dihadapkan oleh masalah baru.
Rania yang pingsan saat ujian akhir penilaian tes olahraga atletik, dibawa ke klinik di samping sekolahnya. Dari sanalah gurunya tahu Rania sudah mengandung dua bulan.
Rania sendiri tak menyadari ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur, berita tersebar cepat, semua orang di sekolahnya tahu, orang tuanya pun dipanggil hari itu juga. Keduanya merasa tercoreng wajahnya. Mereka memaki Rania dan yang paling menakutkan, meminta Rania menggugurkan kandungannya.
Apakah Rania tega membunuh darah dagingnya sendiri meski usianya masih dua bulan?
"Tidak ada negosiasi Rania! Kamu pergi dari sini dan jangan anggap kami orang tuamu lagi kalau kamu masih mau mempertahankan janin itu!"
"Pa, ingatkan juga, kalau dia tetap mempertahankan anak haram itu, namanya akan dicoret dari daftar ahli waris keluarga!"
Meski Rania sudah menangis memohon ampun, berjanji tak akan mengulangi kesalahannya lagi dan akan berjuang untuk memperbaiki nama keluarga dengan prestasinya nanti … kedua orang tuanya tetap pada prinsip mereka. Tak ada istilah berdamai jika Rania tetap mempertahankan janinnya.
"Ma, maa maaa, anguuuuun Maaa, Acha mo cucu! Mo cucu maaa!"
Suara rengekan dari satu-satunya harta yang ia punya memutus ingatan buruk Rania akan masa lalu. Saat itu, Rania akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya dan membesarkan anak dalam kandungannya seorang diri.
Bukan mudah Rania melewati masa-masa sulit menghidupi dirinya sendiri dan membesarkan Marsha hingga bocah itu berusia lima tahun. Penuh suka duka yang dilaluinya sebagai single parent. Rania harus berjuang ekstra, apalagi usianya saat mengandung Marsha masih tujuh belas tahun.
Tapi Rania tak pernah menyerah. Meski sakit, pedih, kadang hanya tangisan sambil memandangi anaknya yang terlelap yang bisa melegakan hatinya, dia tetap berjuang demi anak yang dicintai dan menjadi satu-satunya harapan besar dalam hidup Rania.
Hidupnya lima tahun belakangan ini sudah lebih baik. Namun, waktu rupanya ingin kembali mengujinya. Pagi ini, Rania yang bekerja sebagai sekretaris seorang CEO di sebuah perusahaan ternama membulatkan matanya karena terkejut.
Berdegup jantung Rania melihat sosok yang hampir enam tahun ini tak pernah ditemuinya. Sosok yang selama ini dirindukannya, sosok yang sering membuatnya menangis dan tertawa mengingat masa lalu. Sosok yang memang sulit dilupakannya.
‘Ti-tidak mungkin!’
"Perkenalkan, Beliau adalah Pak Reza Fletcher Clarke, cucu dari pemilik Shining Star Group yang akan menjabat sebagai CEO di Light Up."
Kalimat atasan Rania itu membangunkan Rania dari rasa keterkejutannya. Ia mengerjapkan mata, sebelum akhirnya memegang dadanya guna berusaha menormalkan degup jantungnya kembali.
'Dia tak menginginkanku lagi. Aku cuma sugar baby-nya dulu. Belum tentu juga dia akan kenal denganku, jadi, sebaiknya aku bersikap profesional.’
Namun, di sisi yang lain … pikiran buruk lainnya datang menghampiri. Apakah dia bisa bekerja profesional dengan Reza sebagai bosnya, jika pria itu ingat siapa dia? Atau haruskah dia memberitahu Reza kalau dia memiliki anak darinya? Bukankah Rania masih menyimpan rasa padanya?
Sungguh pikiran yang menyita membuat Rania makin larut dalam lamunan dan ketakutannya itu.
"Rania!"
"Eh, i-iya Pak.”
Rania tenggelam dalam lamunannya sampai tak sadar kalau sudah berkali-kali namanya dipanggil oleh atasannya yang lama. Rania tak biasanya begini. Hilang fokus, padahal mereka ada di acara penyambutan CEO baru di aula pertemuan. Tahu tugas yang seharusnya ia lakukan sedari tadi, Rania segera mengambil nampan yang telah berisikan air mineral dalam gelas untuk diberikan pada Reza.
Namun apes, sepatu Rania tersandung karpet … dan PRANG! Melayanglah semua yang ada di nampan itu.
Dan suara yang tak diharapkan Rania membuatnya menggigil ketakutan.
"Taruh surat pengunduran dirimu sebelum jam makan siang di meja kerjamu! Dan sekarang juga kemasi barangmu!"
Umiyak lang ako ng umiyak pagkatapos kong balikan muli ang mga masasakit na ala-alang 'yon nang nakaraan.Hinayaan at dinamayan ako ni Lari hanggang sa hindi ko namalayang nakatulog na pala ako, marahil ay dala na rin nang pagod sa pag-iyak, pati na rin nang hindi magandang pakiramdam.Nang mga sumunuod na mga araw ay naging maayos naman na ang pakiramdam ko. May mga gabi pa rin na dumadalaw si Trevor sa panaginip ko, siguro ay dahil madalas ko na naman siyang iniisip. Hindi ko na lang ipinaalam kay Lari ang tungkol dito dahil alam kong ayaw din naman niyang pag-usapan pa namin ito.Lari:Sa'n ka na, Alex? Hindi pa tapos shift mo? Nandito na kami sa cafeteria. Bilisan mo at gutom na ang mga bulate ko sa tiyan.Napailing na lang ako pagkabasa ko sa text message ng aking kaibigan. Napakagat ako ng labi para pigilin ang tawa nang ma-imagine ko kung ano ang itsura niya habang tinitipa ang mensahe'ng 'yon para sa akin.Lari talaga...Agad
"Hmm…" daing ko nang maramdaman ko ang isang banayad at marahang halik sa aking labi na siyang tuluyang gumising sa akin.Hindi pa man ako nagmumulat ng mga mata ay kumurba na ang labi ko para sa isang malawak na ngiti. I slowly opened my eyes. My smile grew wider when my eyes met Trevor's handsome face."Good morning, babe," he said with his husky voice. Ang kanyang mga mata ay namumungay na nakatitig sa akin."Morning…" pagbati ko sa mahinang tinig na halos hindi ko rin narinig ang sarili ko.Trevor laughed huskily and then he pinch my nose. I pouted.A ghost of a smile is hiding on his red lips as he stares at me intently. I pouted more because of that.He grinned. Pinatakan niya ako ng isang mabilis na halik sa labi bago siya tuluyang ngumiti."I love you, Alex, " aniya sa mababang boses. Ang kaninang masayang ngiti sa labi ay unti-unting naglaho at napalitan ng malungkot na ngiti. Kumunot ang noo ko.Ku
Natigilan ako sa ginawang pag sampal sa'kin ni tita. Minuto na ang lumipas ngunit nanatili sa pisngi ko ang pakiramdam, parang nakalapat pa rin sa pisngi ko ang mainit niyang palad. Sa sobrang lakas no'n, sigurado akong namumula na ito ngayon.Masakit, oo. Pero doble ang sakit sa puso ko dahil ramdam ko ang galit niya.Para akong nalagutan ng hininga. Nakatitig lang ako kay tita Andrea. Masama pa rin ang tingin sa akin, bakas sa mukha ang pagkamuhi sa'kin. Ngunit sa kanyang mga mata ay kita pa rin ang pag-aalala, siguro ay para kay Trevor.Gamit ang nanginginig na kamay ay sinubukan ko siyang hawakan. "Tita…"Bumagsak ang mga luha ko nang tinabig niya ang kamay ko at umatras siya ng kaonti na para bang nandidiri, na para bang hindi kami nagturingang pamilya."Kasalanan mo 'to!" sigaw niya."Tita, sorry… hindi ko naman po-""Ang sinabi ko pakawalan mo muna ang anak ko, hindi ko sinabing ipagpalit mo siya!" bulyaw niya.
"Oh, shit!" Halos mabuwal si Lari sa kanyang kinauupuan sa labis na gulat nang bigla akong tumayo.Maging ako ay nagulat din nang makita ko si Trevor na papasok sa cafeteria kung saan kami pansamantalang nagpapahinga ni Lari.Ang bilis at lakas ng kabog ng puso ko. Suot ni Trevor ang hindi ko maipaliwanag na emosyon."Lari, mauuna na pala ako." Agad kong kinuha ang bag ko mula sa mesa. Hindi ko na hinintay pang sumagot ito. Nagsimula na akong maglakad palabas. Sa kabilang pinto ako dumaan.My heart keeps on pounding so loudly that I could almost hear it."Oy, Alex! Hindi mo pa oras ah?" tanong pa nito na hindi ko na pinansin at nagpatuloy na lang sa paglalakad.Hindi pa niya nakikita si Trevor dahil nakatalikod siya rito."Trevor, nandito ka pala. Alex, nandito si Trevor oh!" malakas na sambit ni Lari na may halong pang-aasar pa.'Shit… 'yon na nga Lari, e!'Mas binilisan ko pa ang paglalakad. Eksaktong pagkalabas
Ulasan-ulasan