Share

When I Start (Indonesia)
When I Start (Indonesia)
Penulis: Dentik

Gelap

Benturan hebat terjadi dipembatas jalan,membuat besi pembatas jalan penyok karena benturan mobil. Darah segar mengalir didahi wanita itu, Dea nama wanita itu. Wanita yang seminggu lagi akan melaksanakan hari bahagianya.

Rasa nyeri menjalar disekujur tubuhnya, serpihan kaca lembut menancap dikulitnya yang putih mulus, terlihat kabin mobil yang hancur didepannya, kaca yang semula melindunginya dari bahaya ketika berkendara kini menjadi bumerang yang melukai tubuhnya. Dengan pengheliatan kabur dia melihat kekasihnya yang bersimbah darah disampingnya dengan kepala yang sudah tertancap disetir mobil. Airon nama kekasih Dea, sekaligus yang akan menjadi suaminya kelak. Degup jantungnya terasa begitu hebat, badannya merinding sekaligus nyeri ketika dia melihat darah, badannya menjadi kaku dan sulit digerakkan. Dengan pengheliatan yang buram, Dea melihat bibir Airon yang tersenyum tipis. 

“Kakk,” panggil Dea kepada kekasihnya, mencoba mengulurkan tangan untuk memegang tubuh kekasihnya itu, tidak ada respon dari laki-laki yang disampingnya. Kepalanya yang terasa pusing memaksanya untuk menutup mata. Dea dan Airon tidak sadarkan diri, semua orang yang berada didekat kejadian langsung berkumpul dan mencoba menyelamatkan mereka berdua.

Gelap, dingin, sendirian yang dirasakan perempuan itu, berjalan tidak menentu mencari jalan keluar, tapi semakin dia berjalan semakin terasa bahwa tempat ini sangat luas. Berkelebatan orang-orang yang dia kenal tetapi ketika dia mencoba mendekatinya, mereka semua menjauh pergi, dia mendekati orang-orang itu berkali-kali tetap tidak bisa, semakin mendekat semakin menjauh. Hingga dia menyadari bahwa itu akan sia-sia, karena mereka hanya sebuah ilusi.

‘Ini dimana?’ batinnya. ‘Halusinasi? Ilusi? Fatamorgana? Atau alam bawah sadar?’

Dea mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia sedang pergi dengan tunangannya berniat untuk fitting baju pernikahan, dalam perjalanan tiba-tiba rem mobil blong, mau tidak mau tunangannya membanting setir kepembatas jalan daripada menabrak orang-orang yang sedang menunggu lampu hijau menyala dilalu lintas.

Nginggg...!! dengungan dalam gendang telinganya, begitu menyakitkan. Dea berteriak, "Arghhhh..! sakit." Dengan memegang kedua telinganya Dea berjalan kesana kemari, dengungan telinganya hilang. kali ini berganti dadanya yang terasa sakit. Dea tersungkur, badannya terasa sakit semua, detak jantungnya terasa sangat menyakitkan bak ditusuk panah listrik tepat dijantungnya. Dea sangat tersiksa membuatnya berteriak berkali-kali. Beberapa waktu setelah itu rasa sakit yang dia rasakan menghilang.

 Kini suhu dikelilingnya berubah menjadi semakin dingin, dia memeluk tubuhnya sendiri agar bisa merasakan kehangatan, tapi sia-sia tubuhnya semakin merasa kedinginan. 

“Hahhh….” dihembuskan udara dari mulutnya telapak tangannya berharap menemukan kehangatan, tapi tidak ada. Dia mencoba menghembuskan nafasnya beberapa kali, menggosok-gosokkan telapak tangannya, tetapi tidak ada yang berhasil menghangatkan badannya. 

Tiba-tiba sepasang tangan memegang tangannya, menghadirkan sebuah kehangatan, Dea mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa gerangan yang memegang tangannya.

“Kakk,” panggilnya dengan kedua bola mata yang membelalak lebar seakan tak percaya bahwa ada orang lain ditempat luas dan gelap ini yang bisa dia sentuh. Laki-laki itu tersenyum simpul, Airon tunangannya. Dea langsung memeluk laki-laki itu dengan erat. Menangis dengan sesenggukan karena merasa lega. Akhirnya dia tidak sendiri ditempat gelap ini.

“Hiks hiks,” sisa sesenggukan wanita itu dalam pelukan Airon. Ketika dia sudah merasa baikan, dia melepas pelukannya. Laki-laki itu masih menghadirkan senyum yang begitu indah untuknya. Menghapus sisa air mata yang mengalir dipipi Dea, dengan lembut, tatapan yang begitu memabukkan. Airon memegang kedua pipinya, mengecup keningnya dengan lembut.  Lalu tangan laki-laki itu menunjuk sebuah pintu disamping mereka. Pintu kayu yang terbuka, disana terdapat sosok laki-laki yang wanita itu kenal. 

“Ayah,” panggil wanita itu. Ayahnya sedang merentang kedua tangannya yang seakan mengatakan, ‘Ayo sini peluk Ayah juga’

Dea menoleh pada Airon. Airon tersenyum, mengangkat Dea agar segera berdiri, mereka berjalan beriringan menuju pintu, ketika sampai didepan daun pintu ayahnya sudah mengulurkan salah satu tangannya, dengan senang wanita itu menyambut uluran tangan sang ayah. Dengan paksa ayahnya menariknya sehingga tangannya terlepas dari gandengan tangan sang laki-laki. Cahaya putih menyilaukan memenuhi ruangan itu.

“Ayo pulang,” ucap ayah padanya dengan pelukan yang sangat erat.

“Kakk… ayo bangun,” suara purau lemah terdengar ditelinga Dea. ’Itu suara Ayah!’ dia berusaha membuka matanya tetapi tidak bisa.

“Hiks.. hiks.. sampai kapan Kakak tidur terus?” tanya seseorang, tapi wanita ini tau bahwa itu mamanya.

Dia berusaha membuka matanya tetapi tidak bisa.

“Sudah hampir tiga minggu Dia tidak bangun,” ucap mama yang sangat mengahawatirkan Dea, wanita yang terbaring diranjang rumah sakit ini. Sudah tiga minggu Dea tidak sadarkan diri.

“Sabar Ma.. kita doakan yang terbaik biar Kakak cepat bangun,” ujar ayah yang berusaha menenangkan mama.

“Kata dokter keadaannya sudah stabil tapi kenapa belum bangun juga,” keluh mama.

Tok tok tok.. klek..

“Assalamualaikum,” salam seseorang. Suara laki-laki berbadan tinggi agak berisi yang membuka pintu kamar rawat Dea, diikuti wanita paruh baya tinggi semampai. Itu mertuanya.

“Waalaikumsalam,” jawab ayah. Mereka menghampiri ayah dan langsung cipika-cipiki.

“Bagaimana keadaan Dea?” tanya Imam, ayah mertua Dea.

“Sudah stabil tetapi belum bangun juga dari komanya,” jawab ayah. Lilis mertua perempuan menghampiri Dea, mengelus lembut ujung rambut Dea.

“Bangun yuk Nak.. kami khawatir ngeliat kamu kayak gini,” ucap Lilis dengan suara lembutnya, matanya kelihatan sangat sembab. Tanpa terasa air mata keluar dari pelupuknya. Mereka semua mendekat keranjang Dea. 

‘Ahhh mereka semua khawatir kepadaku. Tapi susah sekali’ keluh Dea dari dalam hati.

“Ayok anak cantik,” ucap ayah mertuanya.

“Ayo Kakak pasti bisa, Ayah tau Kakak bisa dengar kami semua disini,” ujar ayah menyemangati Dea yang sedang berusaha membuka matanya. Mama Dea hanya menangis ketika mereka semua menyemangati Dea untuk membuka matanya.

Dea berusaha membuka matanya, sangat sulit. Dia berusaha membukanya lagi, menjaga kesadaran dirinya agar bisa membuka matanya, perlahan mata itu terbuka. Cahaya menyilaukan dari lampu kamar membuatnya harus beradaptasi. Perlahan Dea mulai bisa melihat dengan jelas, semua orang tampak terkejut ketika dia berhasil membuka matanya.

Dea berhasil membuka matanya, semua orang yang berada disana senang dan langsung mengucapkan syukur.

"Alhamdulillah ya Allah."

Ayah langsung berlari keluar kamar memanggil dokter untuk mengecek keadaan Dea, mama yang semakin menangis haru memeluk badan Dea.

"Terimakasih Sayang, udah mau membuka mata buat mama," ucap mama dengan tersedu-sedu.

Mama mertua menangis dipelukan suaminya, Imam memeluk istrinya dengan erat dan tanpa sadar airmatanya ikut lolos dari kedua matanya. Ayah datang bersama dokter yang didampingi suster untuk mengecek keadaan Dea. Kepala Dea masih sangat pusing, jadi perlahan dia tidur kembali.

Dea rawat inap selama lima hari dirumah sakit, dan hari ini adalah hari terakhir dia berada dirumah sakit. Mama sedang mengemasi barang-barang yang ada dikamar.

“Sudah Ma?” tanya ayah semangat kepada mama yang menutup resleting koper.

“Udah,” jawab mama, lalu mengangkat tas ditangan kanannya.

“Oke. Ayo kak,” ucap ayah kepada Dea. Ayah membopong tubuh Dea, tetapi tiba-tiba suster masuk dengan membawa kursi roda. 

“Didorong pakai ini aja pak, biar nggak kesusahan,” ucap suster itu kepada ayah.

“Iya. Makasih ya Sus,” ucap ayah kepada suster. 

“Sama-sama pak,” jawab suster. Dea duduk diatas kursi roda dibantu oleh ayah.

“Yaudah ya Sus kita pamit pulang dulu, makasih udah bantu kami,” pamit mama. lalu memeluk suster.

“Sama-sama Bun, memang tugas saya adalah merawat dan melayani pasien. Semoga lekas membaik ya Kak,” ucap suster kepada mama dan Dea. Dea hanya tersenyum kepada suster.

Ayah mulai mendorong kursi roda menuju mobil yang terparkir didepan rumah sakit. Lalu Masuk kedalam mobil. Ketika didalamm mobil, dada Dea berdegup dengan kencang, dia berusaha mengatur agar tubuhnya tetap tenang, merilekskan tubuhnya.

Mobil mulai melaju ke jalanan menuju rumah, dalam perjalanan Dea termenung sambil menenangkan dirinya yang tidak juga merasa tenang, tiba-tiba ingatan dia pasca kecelakaan terulang dipikirannya, dia berusaha tetap tenang tidak mau membuat orangtuanya khawatir, sehingga dalam perjalanan dia diam saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status