Share

Depresi

Selama lima hari ini Dea selalu bertanya-tanya dimana tunangannya berada, ketika dia bertanya semua orang pasti akan mengalihkan pembicaraan, atau pura-pura tidak dengar. Hal itu membuatnya semakin curiga.

Mobil sudah berhenti didepan rumahnya, ayah membantunya turun dari mobil. Semua keluarga sudah menyambutnya diteras rumah.

"Yeyy Kakak pulang," girang adik perempuannya yang langsung berlari memeluk erat tubuhnya. Disusul adik laki-lakinya. 

"Udah-udah bantu Mama bawa tas sana," usir ayah pada kedua adiknya.

Kedua adiknya bergegas membantu mama membawa tas yang berisi barang-barang milik dea kedalam rumah.

“Makan dulu ya,” Ajak bude kepada mereka yang baru saja sampai rumah.

“Okey. Yuk Kak,” jawab ayah dengan bersemangat.

Ayah menuntun Dea perlahan, karena kakinya mengalami cedera ringan. Adeknya yang laki-laki sudah memposisikan kursi agar dia bisa duduk dengan nyaman, lalu duduk disamping Dea. Adeknya ini memang memiliki sifat yang bandel tetapi ketika bersama kakaknya sifat manjanya akan keluar, dan sangat perhatian meskipun mereka sering sekali bertengkar.

“Dek ambilin susu coklat di kulkas, kasihin ke Kakak,” perintah ayah kepada adik perempuannya, dia lekas mengambilkan susu kesukaan Dea.

Adiknya yang satu ini sangat cerewet, sulit sekali untuk disuruh ini itu, seperti layaknya adek dan kakak, Dea dan adeknya ini juga sering sekali bertengkar, padahal usianya terpaut sangat jauh tapi mereka bak Tom and Jarry kartun yang biasa tayng ditelevisi. Tumbenan hari ini dia mau disuruh.

Adik perempuannya menaruh satu kotak susu di samping piring. Bude dengan perhatian ekstra mengambil makanan untuk Dea, tentu saja sebelum menaruhnya dipiring bude memilah kira-kira mana yang bakal mudah dicerna Dea. Sepupu-sepupunya juga ikutan makan, meskipun jarang berkumpul dan berkomunikasi, tapi setiap ada acara kumpul sepupu-sepupunya akan ikut, walau hanya sekedar menyapa Dea sebentar.

Setelah selesai, Dea meminta ayahnya mengantarnya kekamar untuk istirahat. Ayah meninggalkan Dea sendirian didalam kamar, penampilang kamarnya sangat bersih. Padahal beberapa waktu lalu sebelum kecelakaan dia masih mengingat dengan jelas bahwa dikamar banyak sekali barang-barang yang berkaitan dengan pernikahannya. Buket, sepatu, seserahan, dan lainnya tertata rapi diatas meja riasnya. Dea memilih untuk tak menggubrisnya yang ada dipikirannya mungkin disimpa orangtuanya agar tidak rusak.

Dinakas meja samping tempat tidur dia menemukan handphone. Dia mengambilnya, tapi itu bukan handphone miliknya, ternyata handphone baru. Sepertinya handphone lamanya sudah rusak, ketika Dea membuka handphonenya semua data dihandphone lamanya terdapat dihandphone barunya. Dea membuka aplikasi w******p, banyak sekali chat dari teman dan orang yang dikenalnya. Deg!

Mata dea terbelalak ketika membaca satu persatu chat di w******pnya. Tangannya gemetar hebat, nafasnya tersenggal-senggal rasanya sangat sulit untuk bernafas. Dea membuka chat lainnya, dan semua nya tetap sama isinya.

Turut berbela sungkawa atas meninggalnya Airon tunangannya dan semoga Dea cepat sembuh.

“AAAaaaaaa!!!!!” teriak Dea, dengan memegang kedua kepalanya. Handphone yang ditangannya kini sudah terjatuh kelantai dan layarnya retak. Badannya lunglai berusaha keluar kamar, justru dia tersungkur diatas meja rias karena kakinya yang masih cedera, sehingga membuat make-upnya berhamburan kemana-mana.

Semua orang yang ada dimeja makan kaget mendengar teriakan dan terdengar juga barang pecah.

" Dea!” Pekik ayah dimeja makan ketika menyadari suara teriakan putrinya itu. Dia buru-buru berlari kekamar Dea. Diikuti semua orang yang berada diruang makan. ketika membuka pintu kamar, Ayah mendapati Dea yang sudah tersungkur dan mengobrak-abrik meja rias.

“Aaaaa!!!!aaa!!!!” teriak Dea berkali-kali. Tanpa sadar Dea mongobrak abrik semua barang yang ada dikamarnya. Berjalan kesana-kemari, rasa sakit dikakinya sudah tak terasa ketimbang rasa sakit membaca chat dari orang-orang. Emosinya membuncah dengan hebat dalam dirinya, merasa bodoh dalam waktu yang tidak singkat.

“Astaghfirullah!!” teriak ayah ketika melihat dea yang mengobrak-abrik barang dimeja riasnya. Mama dan bude yang kelihatan kaget melihat Dea yang tidak terkontrol emosinya. buru-buru ayahnya menghentika amukan Dea.

“Sadar nak,” ucap ayah. Dengan memegang kedua lengan Dea, menggoyang-goyangkan tubuhnya agar Dea tersadar.

“Dimana tunanganku? Apa benar dia sudah mati? Hah?” tanya Dea dengan emosi, kedua bola matanya yang merah, air matanya yang bercucuran. Ekspresi kesetanan yang ditunjukkannya membuat semua orang takut dan khawatir.

"Ayah dimana kak Airon," ucapnya dengan dada yang naik turun. Ayah tak kunjung menjawab pertanyaan Dea. Hal itu membuat Dea semakin emosi.

Dea berteriak, “dimana kak airon !!!!” dia kehabisan kesabaran karena selama lima hari ini semua orang enggan menjawab ketika dia bertanya dimana tunangannya itu.

 Ayah Dea menghela nafas untuk menenangkan hatinya. Dengan sedih ayahnya menjawab,“sudah tidak ada.”

Deg!!! kedua bola mata Dea melotot ketika mendengar jawaban ayah, dunia disekelilingnya seakan berhenti berputar.

Ayahnya langsung memeluk badan Dea. Mama dan bude yang tidak bisa menahan tangis. Kedua adiknya kelihatan ketakutan melihat situasi dikamar Dea, mereka menagis dibelekang mama dan bude. Semua mata sepupunya berkaca-kaca. Ini yang ditakutkan semua orang ketika Dea mengetahui kenyataan yang menyakitkan untuknya. 

Dengan kencang Dea berteriak, “Bohong !! Ayah bohong kan!”

“Tidak Nak, Ayah tidak bohong,” jawab ayahnya yang tetap memeluk Dea.

“AArrghhhhh..!!!” teriak Dea kesetanan. "AAaaa!!!!"

Dea berusaha melepas pelukan Ayahnya, memukul dada ayahnya. siapa yang sanggup mendengar orang yang dicintainya telah tiada, bahkan Dea sudah memikirkan setelah dia sembuh mereka akan melanjutkan pernikahannya. Tapi kenyataan tak sesuai dengan ekspetasinya.

Ayah memeluk tubuhnya semakin erat, agar Dea tidak lepas kendali saat emosi seperti ini. Beberapa kali berteriak, mama dan budenya berusaha menenangkan Dea tetapi tidak bisa.

"Istighfar Nak. Ayo istighfar Sayang," ucap bude.

"Kak.. istighfar dulu," ujar mama yang menangis dari tadi.

"Ayo minum air dulu Nak," ucap bude dengan membawa gelas air.

Pyarr..!! Dea 

"Astaghfirullah!" teriak mama.

"Dea!" bentak ayah tanpa sadar kepada Dea. Dea katakutan mendapat bentakan dari ayahnya. "Maafin Ayah," sesal Ayah kepada Dea. Dea mundur perlahan, sakit hatinya bertambah ketika ayah membentaknya.

Tiba-tiba dadanya terasa nyeri dengan hebat. Rasanya dia tidak bisa bernafas.

"Aa!" tangannya memegang dadanya yang terasa nyeri. 

“Hahh.. hah.. hahh….” Dea berusaha mengambil nafas. 

“Yah! Dea Yah!” teriak mama yang melihat Dea kesusahan mengambil nafas. Ayah dengan cekatan mebaringkan Dea kelantai. Bude melepas pengait bra agar Dea leluasa bernafas.

“Cepet ambil obat ma! Bukan obat tapi oksigen!!” teriak ayah kepada mama. Mereka sudah menyiapkan obat dan oksigen ketika hal seperti ini terjadi, dengan buru-buru mama mengobrak-abrik tas.

 “Siapkan mobil mas!” teriak ayah kepada sepupu laki-laki Dea yang sedari tadi berada didaun pintu kamar Dea.

Dengan buru-buru mama dan bude mengobrak-abrik tas yang dibawa dari rumah sakit. Ketika sudah menemukan tabung oksigen mama langsung memberikannya pada ayah.

Ayah mulai menyemprotkan oksigen kemulut dan hidung Dea.

“Ayo dibawa kerumah sakit aja,” ucap paman Dea, yang baru saja masuk kekamar.

“Iya,” jawab ayah. Ayah dan pamannya langsung membopong Dea menuju kedalam mobil. Mobil pun melaju dengan cepat menuju rumah sakit.

Disana dokter melakukan pemeriksaan pada Dea, dan setelah berbincang-bincang kedua orang tuanya. Dokter menyarankan untuk melakukan perawatan psikis ke psikiater, karena sepertinya psikis Dea sedang tidak baik-baik saja. Orangtua Dea pun menyetujui saran dari dokter, dan Dea pun menjalani perawatan psikisnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status