Share

Bab 6

Rosalind duduk di meja dapur dengan murung memandang Billi sedang memanggang roti.

"Apa yang membuat suasana hatimu buruk? Bukankah suasana hatimu bersinar sejak kemarin? Apa kau masih bisa menyelesaikannya?" Tanya Billi, menunjuk pada kenyataan bahwa dia langsung pulang setelah kuliahnya kemarin dari pada pergi ke rumah Adelio untuk melukis.

"Tidak, aku baik-baik saja." Jawab Rosalind dengan senyum meyakinkan.

Awalnya, Rosalind merasa putus asa dan marah atas apa yang Adelio katakan dan lakukan, di tempat latihan dua hari yang lalu, tapi setelah itu dia bertambah cemas. Bukankah yang terjadi sudah mempertaruhkan harga dirinya? Bukankah perkataannya menunjukkan kalau dia tidak berharga bagi Adelio dan membuangnya? Bagaimana kalau Adelio mengakhiri perjanjian mereka dan Rosalind tidak bisa membayar uang kuliahnya? Rosalind bukan karyawannya, tidak lagi setelah semua yang terjadi. Dia tidak punya kontrak. Bukankah reputasi Adelio terkenal karena kekejamannya?

Rosalind menjadi cemas dan bingung tentang bagaimana ciuman liar mereka itu berubah sehingga dia tidak bisa membuat dirinya kembali ke sana untuk melukis.

Billi menaruh roti panggang di piring dan mendorong sebotol selai.

"Terima kasih." Kata Rosalind, dengan lesu mengambil rotinya.

"Makanlah." kata Billi.

Billi seperti perpaduan antara kakak, teman dan ibu bagi Rosalind. Dia lebih tua lima tahun dari antara mereka semua yang tinggal di rumah itu. Billi rindu untuk memulai suatu hubungan, tapi dia tidak pernah beruntung soal asmara sama seperti Rosalind. Mereka saling menghargai satu sama lain, kebodohan dalam kehidupan mereka, pengalaman kencan yang mengecewakan. Terlebih lagi Billi adalah orang yang ahli dalam sejarah seni.

Mereka semua berteman baik. Tapi Rosalind dan Billi lebih dekat dalam hal perasaan dan emosional, sementara yang lainnya memiliki obsesi mereka sendiri, memiliki karir yang bagus, dan sering tidur dengan wanita-wanita seksi.

"Apakah itu Adelio Carlos yang meneleponmu?" Tanya Billi, menatap penuh arti pada ponsel Rosalind di atas meja.

"Bukan."

Billi memberinya pandangan bingung setelah reaksi satu katanya, dan dia mendesah.

Dia tidak mengatakan apa yang terjadi di ruang latihan Adelio. Tidak ada yang perlu di katakan tentang Adelio Carlos yang sangat sulit di pahami itu telah menekannya ke dinding, menciumnya habis-habisan dan dia juga tidak mengatakan kalau dia sangat gembira mendapat pengalaman itu.

"Ini Alin Anjani yang menelepon, Asisten Adelio Carlos." Kata Rosalind sebelum menggigit sepotong roti.

"Dan?"

Rosalind mengunyah dan menelan. "Dia menelepon untuk mengatakan kalau Adelio memutuskan untuk membuat kontrak untuk melukis. Dia meyakinkanku kalau syarat-syarat kontraknya cukup mudah, dan bahkan dalam keadaan apa pun Adelio tidak bisa membatalkan pekerjaanku. Bahkan jika aku tidak menyelesaikan lukisannya, dia tidak akan bisa mengambil uangnya kembali."

Mulut Billi menganga. Roti panggang terjatuh dari genggamannya. Dengan rambut cokelat gelapnya yang terjatuh di dahi dan wajah pucatnya, dia terlihat berusia sembilan belas tahun saat ini, padahal dia berusia dua puluh delapan tahun.

"Kenapa kau bersikap seolah dia menelepon untuk mengabarkan pemakaman seseorang? Bukannya itu berita bagus, kalau dia ingin meyakinkanmu bahwa dia akan membayarmu tanpa peduli apa pun yang terjadi?"

Rosalind meletakkan rotinya. Selera makannya menghilang ketika dia benar-benar mengerti apa yang Alin katakan dengan nada profesionalnya. "Dia punya banyak orang di bawah kakinya." Katanya dengan nada suara pahit.

"Apa yang kau bicarakan Ros? Jika kontrak itu sesuai dengan apa yang asistennya katakan, Adelio telah memberimu kekuasaan penuh. Kau bahkan tidak harus pergi dan kau tetap mendapat bayaranmu."

Rosalind membawa piringnya ke wastafel cuci piring.

"Tentu saja." Gerutunya, sambil membuka keran air. "Dan Adelio Carlos tahu betul kalau membuat penawaran itu adalah salah satu hal yang akan menjamin aku muncul untuk menyelesaikan proyek itu."

Billi mendorong kursinya ke belakang untuk melihat Rosalind. "Kau membuatku bingung. Apakah kau bilang kalau kau berpikir untuk tidak menyelesaikan lukisan itu?"

Ketika dia mempertimbangkan untuk menjawab Oki berjalan terhuyung-huyung masuk ke dapur memakai celana olahraga, bertelanjang dada dan matanya bengkak karena kurang tidur.

"Tolong buatkan aku kopi." Katanya sambil membuka lemari kaca untuk mengambil cangkir. Rosalind memberi Billi tatapan memohon, agar dia tidak melanjutkan topik itu sekarang.

"Apa kau dan Rafa hadir di pembukaan bar tadi malam?" Tanya Rosalind sambil memberikan susu pada temannya.

"Tidak. Kami di rumah. Tapi coba tebak siapa yang pergi ke sana di sabtu malam?" Dia bertanya pada Rosalind dan mengambil susu dari tangannya. "The Leams Band. Ayo kita semua pergi. Lalu kita bermain poker."

"Aku tidak bisa. Aku punya pekerjaan besar di hari senin dan aku tidak ingin terlambat karena mengikuti rutinitas pagi malam seperti kau dan Rafa." jawab Rosalind sambil berjalan keluar dari ruangan.

"Ayolah Rosa. Ini akan sangat menyenangkan. Akhir-akhir ini kita jarang bersenang-senang." Kata Billi, mengejutkan Rosalind. Sama seperti Rosalind, Billi kurang suka keluar berpesta di malam hari. Tatapan matanya yang menantang memberitahunya kalau Billi berpikir kalau keluar malam akan mendorong dia untuk membuka rahasia tentang apa yang mengganggunya.

"Aku akan memikirkannya." Kata Rosalind sebelum dia meninggalkan dapur.

Tapi dia tidak melakukannya. Pikirannya di penuhi tentang apa yang akan dia katakan saat dia bertemu Adelio Carlos.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status