Home / Romansa / White Love / Kamu Tetap Juara Di Hatiku

Share

Kamu Tetap Juara Di Hatiku

Author: Yani m
last update Huling Na-update: 2021-07-05 06:56:02

"Kak, ayo makan dulu! " ajakku lembut kepada sosok wanita yang tengah termenung di bawah jendela. Jarang sekali melihat Kak Rianti makan, akhir-akhir ini. Tubuhnya tampak semakin kurus dan tidak terurus. 

"Nanti saja, " jawab Kak Rianti datar.

"Kakak harus makan agar kuat menghadapi kenyataan. Karena sakit hati itu butuh tenaga, " godaku sedikit berkelakar. 

"Iya, kamu bener, " jawabnya sambil terkekeh. 

Kak Rianti pun makan dengan lahap, seperti buronan yang tidak makan selama tiga hari. Namun, manik hitamnya tidak bisa menyembunyikan luka, terlihat sayu dan berembun. Ia tertawa, tapi aku tahu betul kalau hatinya menangis. Raut muka yang dahulu cantik berseri. Kini kusam dan murung. Semangat hidupnya seolah sirna bersama pengkhianatan Kak Rangga. Badannya mulai kurus dengan mata hitam dan cekung. 

Ya Rabb, aku tidak tega melihat Kak Rianti seperti itu, aku hanya bisa mendoakannya di dalam hati. Tidak bisa mengobati luka di hatinya. 

"Ti, sebaiknya kamu cari kerja saja. Biar ada kegiatan, nggak sedih terus, " ujar Bapak. 

"Iya, " jawab Kak Rianti datar. 

Sudah lebih dari dua bulan Kak Rianti tidak pulang ke rumahnya. Tidak ada kabar dari Kak Rangga, sepertinya, pria itu sudah tidak peduli lagi dengan istri dan anak-anaknya. Ia lupa dan terbuai tipuan syetan. Aku jadi geram dibuatnya. 

***

Matahari sudah agak meninggi dan sediki menyengat. Kami berbaris untuk mengikuti upacara bendera. Aku sudah tidak sabar menunggu pengumuman siapa saja yang akan ikut dalam lomba untuk mewakili sekolah. Hanya empat orang yang akan terpilih mengikuti lomba. Dua ikhwan dan dua akhwat. Hatiku gelisah menunggu nama kandidatnya. Sudah dua tahun gagal menjadi perwakilan sekolah. 'Paling tidak izinkan namaku di sebut sekali ini saja. '

"Kandidat perwakilan dari ikhwan adalah .... "

Semua mata tertuju pada Ustaz Zaki. Hatiku ikut berdebar karenanya. 

"Muhammad Faris dan Zidan Alfarizi, selamat berjuang."

"Untuk akhwat, kandidat yang terpilih adalah. "

Hening, jantungku berdegup semakin kencang. Berharap menjadi salah satu nama yang akan dsebut. 

"Andini khumaira dan Siti Patimah. Selamat berjuang semuanya."

Jantung ini serasa melompat keluar, bahagia dan sedikit lega. Namun, ini barulah awal. Perjuangan akan segera dimulai. Eh, tunggu, aku akan bertanding bersama Zidan. Kami akan menjadi satu tim. 

"Wah, selamat ya, " ucap Salma dan Aisyah bersamaan.

"Harus waspada nih, satu tim sama ehm ehm, " goda Salma sambil terkekeh. 

"Ish, ngaco kalian, " jawabku ketus.

"Selamat ya, " ucap Zidan yang sudah berada tepat di depanku tanpa kusadari. 

"I-ya makasih, selamat juga buat kamu." 

***

Setelah diumumkannya nama-nama perwakilan sekolah untuk lomba tahfiz. Aku dan tiga kandidat lain lebih sering murajaah bersama. Dibimbing oleh mentor masing-masing. 

Hari sudah beranjak senja, suasana sekolah sudah lengang, begitu pun jalanan yang tampak sepi. Zidan menemaniku sampai mendapatkan angkutan umum di depan jalan. 

"Bagaimana menurutmu tentang poligami? " tanyaku penuh selidik. 

"Kenapa kamu tanya seperti itu? "

"Jawab saja, aku hanya ingin tahu pendapatmu. Tidak lebih, " jawabku geram. 

"Poligami dibolehkan dalam agama kita. Tapi bagi yang mampu berbuat adil," jawabnya tenang. 

"Lalu, adil menurutmu seperti apa? " tanyaku lagi dengan mimik serius. 

"Adil, ya adil. Adil dalam segalanya. Udah ah, itu angkot kamu datang. "

"Aku pulang dulu, assalamualaikum, " ucapku dengan mimik kecewa. 

Jawaban zidan belum bisa memuaskan dahagaku. Jawaban standar kebanyakan laki-laki. Serasa ada yang kurang dan tidak tegas dengan jawabannya. Padahal, aku berharap jawaban tegas untuk menolak poligami dan hanya akan menikah sekali saja seumur hidupnya. Atau paling tidak jika ia mengikuti sunah Rasul. Ia hanya akan menikah lagi setelah istri pertama meninggal. 

Bukankah Rasullallah SAW berpoligami setelah Siti Khadijah R. A meninggal dunia? Itu pun atas perintah Allah. Mengapa kaum adam seolah lupa dan hanya terfokus dengan menambah istri saja. Aku hanya berharap agar mereka membaca dulu baik-baik sirah Nabi Muhammad SAW sebelum memutuskan untuk menghancurkan hati pasangannya. Waullahualam. 

***

Hari yang ditunggu pun tiba, kami menumpang mobil Pak Kepala Sekolah menuju tempat perlombaan. Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai di tujuan. Gedung aula Islamic Center sudah ramai oleh peserta dan para pendukungnya. Aku duduk di belakang panggung bersama peserta lainnya. Menunggu giliran nama kami dipanggil. Satu persatu peserta telah dipanggil. Aku terkesima dengan penampilan tiap peserta. Nyaliku mulai ciut sedikit demi sedikit. Hapalan dan suara mereka begitu memukau. 

"Andini khumaira, perwakilan Madrasah Aliyah Negeri Mekarjaya."

Suara lantang dari mikrofon membuat jantungku berdegup kencang. Aku terdiam sesaat, mencoba untuk tenang dengan menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan. 

"Bismillahirahmanirahim, " ucapku pelan. Kemudian melangkah dengan pasti menuju panggung. 

Semua mata, kini tertuju kepadaku. Aku tidak boleh membuat kesalahan. Aku tidak boleh mengecewakan orang tua dan orang-orang yang memilihku. 

"Assalamualaikum, ukhty, " sapa moderator ramah. 

"Waalaikumsallam, " jawabku gugup. 

"Langsung ke pertanyaan, bacakan surat ke 3 juz 29 dan terjemahannya. "

Aku berhasil melewati setiap pertanyaan juri dengan baik. Walaupun ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa kujawab.

"Maaf, Ustazah, " ucapku penuh penyesalan. 

"Nggak apa-apa, yang penting kamu sudah berusaha, " jawab Ustazah Rahma sambil memelukku erat.

Akhirnya, semua peserta telah tampil dengan penampilan terbaiknya. Kami menunggu hasil perlombaan untuk beberapa saat. Hasil yang ditunggu pun tidak membuat kami begitu kecewa. Zidan berhasil mendapatkan juara ketiga dan Siti Patimah berhasil mendapat juara pavorit. Aku turut bahagia dan bangga untuk mereka. 

"Allhamdulillah, terima kasih anak-anak dan selamat untuk kita semua. Kalian luar biasa, wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatu, " ucap Ustaz Zaki sebagai penutup. Kemudian, satu per satu pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah aku dan Zidan, menunggu angkutan umum yang akan mengantarku sampai ke rumah. 

"Selamat, ya, " ucapku tersenyum manis.

"Makasih, kamu juga hebat. "

"Hebat darimana? Aku nggak menang," tukasku dengan mimik sedih. 

"Buatku, kamu tetap hebat kok," gombalnya sembari melemparkan senyum. 

"Iih ... gombal. "

"Kamu tetap juara di hatiku, Din," ucapnya sembari memandangku lekat. 

'Astagfirullahaladzim,' bisikku dalam hati kemudian menundukkan kepala. 

."Kamu nggak usah sedih, yang penting sudah berusaha. Masih Ada kesempatan tahun depan, " sambungnya berusaha menghiburku. 

Hatiku tidak bisa dibohongi, Ada rasa sedih dan kecewa. Harapan untuk menghadiahi Ibu dan Bapak dengan kemenangan. Berakhir pilu di hati. Namun, sedikit terobati dengan kemenangan Zidan. Orang tuanya pasti bangga. Aku menatapnya lekat dari samping, tampak raut bahagia terpancar dari muka kharismatiknya. Angkutan umum yang Ku tunggu sudah terlihat mendekat dan berhenti tepat di depan kami. Aku berpamitan kepada Zidan kemudian masuk ke dalam angkutan umum tersebut. 

Aku bergegas turun dari angkutan umum saat menyadari kerumunan ramai di depan rumah. Apa yang terjadi di rumah? 

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • White Love   Perubahan sikap Bulan

    Mentari yang terjatuh di balik pintu kamar Bulan tampak syok dan kaget melihat tingkah sang anak yang semakin aneh dan brutal."Kenapa, Tar?" tanya Emak cemas, kemudian membantu Mentari untuk berdiri kembali."Bulan, tadi dorong Mentari sampai keluar dari kamar.""Kok bisa Bulan punya tenaga sebesar itu?" tanya Emak makin khawatir.Wanita paruh baya itu membuka pintu perlahan dan mengintip aktivitas sang cucu kesayangan dari balik pintu. Bulan nampak sedang berbicara dengan bonekanya, seolah boneka itu benar-benar hidup. Tidak jauh berbeda dengan Mentari, Emak pun tampak Syok dan kaget."Cepat bawa ke dokter!" pinta Emak yang masih terlihat Syok."Ya, Mak, besok Mentari dan Rangga kan bawa Mentari ke Dokter."Hingga adzan subuh berkumandang. Mentari dan Emak belum juga bisa memejamkan mata. Mereka tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan gadis kecil kesayangannya itu. Mereka merenung di ruang tamu

  • White Love   Trauma Bulan

    Sesampainya di rumah, suasana sudah semakin sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih membantu membuat beberapa keperluan untuk pernikahan Mentari. Sang calon pengantin duduk dengan wajah muram di ruang tamu. Emak menyambut dengan cemas melihat ekspresi wajah sang anak."Ada apa? Apa yang terjadi sama Bulan? tanya Emak cemas."Kemungkinan Bulan trauma dan perlu di terapi," jawab Mentari lemas."Astaghfirullahaladzim, Kenapa jadi begini? Semoga cucu Nenek enggak apa-apa ya? Semoga cepet sembuh," ujar Emak seraya memeluk tubuh kecil sang cucu."Tapi pernikahan tetap jalan kan? Semua sudah disusun rapi dan undangan sudah disebar?" tanya Emak yang tampak kembali cemas."Insyaallah, pernikahan akan dilakukan sesuai rencana. Sambil mengobati trauma Bulan," jawab Rangga dengan tatapan lembut kepada sang anak.Akhirnya pasangan yang hendak menikah itu pun lebih terfokus kepada pengobatan Bulan dari

  • White Love   Persiapan Pernikahan

    Malam sudah semakin larut. Bulan pun tampak sudah tertidur lelap. Mentari dan Rangga belum juga dapat memejamkan mata. Mereka saling berpandangan satu sama lain, merasakan debaran jantung yang semakin berdetak liar.Rangga mulai berusaha untuk menggapai jari-jemari Mentari. Namun wanita muda itu berusaha untuk menepisnya yang beberapa kali."Tidurlah, udah malam!" pinta Mentari kemudian berbalik membelakangi tubuh Rangga.Rangga terlihat kesal. Wajahnya mulai memerah. Akan tetapi, ia tidak bisa berbuat lebih. Hanya memandangi punggung Mentari yang entah kenapa terlihat begitu seksi di mata Rangga. Akhirnya Rangga pun terdiam. Ia tidak berani untuk memaksa sang kekasih hati untuk memenuhi hasratnya.Rangga tahu betul karakter Mentari yang teguh dan tegas, apalagi untuk hal-hal yang melanggar norma. Lelaki itu memilih untuk menahan hasrat yang mulai naik dan menjalar ke seluruh

  • White Love   Permohonan Orang Tua Dina

    Deru suara motor terdengar jelas dari dalam rumah. Mentari dan Emak bergegas mengintip dari balik tirai jendela. Terlihat Rangga turun dari kuda besi kesayangannya, kemudian berjalan menuju ke arah rumah Mentari.Mentari segera membukakan pintu untuk sang pangeran hatinya." Di mana? Mana orangnya? tanya Rangga dengan mimik cemas."Nggak tahu, padahal tadi masih ada di depan," jawab Mentari yang masih terlihat tegang."Duduk dulu, Ga!" pinta emak kepada sang mantan sang menantu.Baru saja Rangga hendak duduk di atas kursi tamu. Tiba-tiba terdengar derit suara pintu terbuka.Tampak kedua orang tua Dina berdiri di balik pintu dengan muka tegang dan sedih. Mereka segera menghambur ke arah Mentari yang sedang duduk tidak jauh dari tempat duduk Rangga."Tari, tolong Dina, maafkan anak Ibu. Tolong cabut

  • White Love   Penyesalan Dina

    Bulan disambut bahagia oleh seluruh anggota keluarga. Mereka pulang ke rumah Emak, di sana kedua orang tua Rangga pun sudah menunggu untuk menyambut sang cucu."Alhamdulillah, cucu Emak selamat," ujar Emak seraya memeluk tubuh mungil cucu kesayangannya.Nyak pun segera menghampiri dan memeluk Bulan dalam tangis haru dan bahagia."Cepat kasih makan, kayaknya lemes banget tubuhnya!" pinta Nyak kepada Mentari.Mentari pun segera menyiapkan makanan kesukaan Bulan dan menyuapi sang anak, perlahan. Mata bulat yang selalu berbinar itu, tampak cekung dan menghitam. Tubuh Bulan kurus dan tidak bertenaga."Makan yang banyak!" pinta Mentari lirih seraya memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut Bulan. Tanpa terasa, air mata pun menetes perlahan melihat Bulan yang makan dengan lahap. Entah sudah berapa hari anak itu seperti tidak menyentuh makanan, ia tampak kelap

  • White Love   Aksi Penyelamatan

    Menteri dan Rangga menunggu beberapa saat di luar rumah itu. Berharap para polisi segera datang untuk membantu mereka. Akan tetapi, setelah lama ditunggu. Polisi pun tidak kunjung datang. Persis seperti adegan di dalam film, di mana para polisi yang selalu datang terlambat. Akhirnya kedua pasangan itu pun sudah tidak sabar dan nekat untuk masuk ke dalam rumah tanpa bantuan siapa pun.Mereka berjalan dengan mengendap, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun atau pun memancing perhatian orang-orang yang ada di dalam rumah. Mentari berjalan perlahan ke arah belakang untuk memeriksa sekitar, sedangkan Rangga bertugas di depan memantau keadaan di depan rumah itu.Tepat di belakang rumah, Mentari menemukan sebuah jendela yang tertutup rapat. Ia pun berusaha untuk melihat ke dalamnya. Namun, tidak ada alat apa pun yang bisa digunakan sebagai pijakan agar ia bisa melihat ke dalam jendela yang letaknya berada di atas. Mentari pun seg

  • White Love   Pencarian Bulan

    Mentari pagi telah nampak dari ufuk timur. Menerobos celah jendela dan membelai hangat tubuh mungil Bulan yang menggigil semalaman. Gadis kecil itu masih meringkuk di atas tilam kardus. Ia mengerjap beberapa kali, kemudian duduk di sudut ruangan dengan mata sembab akibat menangis semalaman.Gadis kecil itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruangan berukuran tiga kali empat itu tampak kosong dan hanya ada beberapa tumpuk barang bekas di tiap sudut. Sepertinya itu adalah sebuah gudang yang sudah tidak terpakai lagi. Penerangan hanya dari kaca jendela yang ditutup rapat yang ditutup oleh beberapa kayu besar yang disilangkan.Bulan tergugu di dalam sana seorang diri. Tangis gadis kecil itu terdengar pilu menyayat hati. Sepiring makanan yang diberikan oleh penculik itu tadi malam, tidak ia sentuh sedikit pun. Gadis kecil itu ketakutan, ia menjerit beberapa kali. Meminta pertolongan. Namun, nihil, sepertinya tempat itu sangat terpencil da

  • White Love   Mengungkap Sang Penculik

    Mentari masih tergugu di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Entah berapa lama wanita muda itu berlutut di sana. Tubuhnya semakin menggigil, tapi ia tidak bisa bangkit seolah terpaku oleh kejadian yang baru saja ia alami. Jiwanya tidak terima dengan apa yang menimpa putri kesayangannya."Kenapa kemalangan itu kembali terjadi dan menimpa anakku? Apa dosaku Ya Rabb?" liriknya pilu, menyayat hati.Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan Mentari. Nyak tampak turun dari mobil dan berlari menuju wanita malang itu.“Ada apa, Tari?" tanyanya khawatir, seraya menaungi Mentari dengan payung yang ia bawa."Bulan, Bulan diculik, Nyak," jawab Mentari dengan terisak."Astagfirullahaladzim, siapa yang menculiknya?"Wanita paruh baya itu sontak kaget. Dadanya bergemuruh dan panas. Cucu satu-satunya yang baru saja bertemu, hilang dan diculik

  • White Love   Penculikan

    Setelah mengetahui identitas sang peneror. Rangga meminta kedua orang tuanya untuk berbicara kepada orang tua Dina, agar semua permasalahan ini selesai dan tidak semakin berkepanjangan.Senja itu, selepas pulang dari Cafe. Rangga menjemput Mentari untuk menemui kedua orangtuanya. Agar permasalahannya dengan Dina benar-benar selesai. Bulan pun turut serta saat itu, karena ia sudah sangat rindu dengan kakek neneknya.Sesampainya di rumah Rangga. Mereka disambut hangat oleh kedua orang tua Rangga. Bulan segera berlari dan menghambur ke pelukan sang Nenek. Ikatan darah memang lebih kental dari pada air. Walaupun keduanya baru bertemu beberapa saat. Mereka sudah terlihat akrab dan memiliki ikatan batin yang kuat."Nenek!" pekik Bulan seraya memeluk erat sang Nenek."Cucu kesayangan Nenek, ayo masuk."Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Di s

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status