Share

2. Bingkai Foto

“Coba ulang sekali lagi!” Ucap Vanessa. Dia terdiam beberapa saat. Dia harus memastikan kata-kata Dirga sekali lagi.

“Aku tidak mencintaimu.” Ucap Dirga sambil memperlihatkan muka datar.

“Apa aku tidak salah dengar?” Tanya Vanessa kembali.

“Jika pendengaranmu masih sehat dan tidak sakit seperti ingatanmu, maka yang kamu dengar semuanya adalah benar.” Kata Dirga.

“Cowo Gila!” Kata Vanessa.

Dirga terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut Vanessa.

“Tunggu apa yang kamu bilang?” Tanya Dirga.

“Cowo Gila!” ulang Vanessa.

“Selama aku mengenalmu, aku baru tahu jika kamu belajar cara mengumpat.” Kata Dirga.

“Cowo Gila!” Ulang Vanessa sekali lagi.

“Apa hilang ingatan membuatmu pandai untuk mengumpat?” Tanya Dirga.

“Haruskah aku ulang lagi?” Tanya Vanessa.

“Tidak, itu merupakan kata-kata tidak berkelas.” Ucap Dirga.

“Cowo Gila!” Ulang Vanessa lagi.

“STOP! Cukup! Tata kramamu rupanya harus dipelajari lagi dari awal.” Kata Dirga.

Vanessa tertawa melihat ucapan Dirga. Entah mengapa dia puas melihat ekspresi bingung dari mukanya.

“Mengapa kamu tertawa? Apakah hilang ingatan berpengaruh kepada kejiwaan seseorang?” Tanya Dirga.

“Aku masih waras, yang aneh itu kamu. Jika kamu tidak mencintaiku mengapa kita bertunangan?” Tanya Vanessa.

Dirga kembali melihat arlojinya. Beberapa saat kemudian terlihat seorang lelaki paruh baya memasuki kamar. Dia juga mengenakan baju rapi. Wajahnya juga sedikit tampan.

“Pa Dirga, jadwal hari ini tidak bisa diundur lagi!” Ucap lelaki tersebut.

“Baiklah Faisal. Kita segera menuju kantor.” Kata Dirga sambil berjalan ke arah pintu.

“Tunggu!” Ucap Vanessa.

Dirga berbalik, “Apa lagi yang kamu butuhkan?”

“Kenapa kamu meninggalkan tunanganmu? Bukankah ada amanat kamu harus menjagaku?” Tanya Vanessa.

“Pekerjaanku lebih penting dibandingkan dengan dirimu.” Ucap Dirga dingin. Kemudian dia meneruskan langkahnya keluar kamar.

***

“Ini kamarmu na.” Ucap Bimo.

Vanessa memasuki pintu berwarna putih gading tersebut. Dia masih takjub dengan luasnya rumah yang ia miliki. Rumah seluas tiga lantai tersebut terlihat sangat mempesona. Dengan jendela berukuran besar yang keseluruhan di cat putih. memasuki rumah langsung disuguhi oleh anak tangga melingkar beralas karpet merah. Kamar Vanessa berada di lantai tiga. Terdapat lorong yang dinding luarnya terbuat dari kaca, di luar terlihat taman yang cukup luas. Vanessa terlalu takjub melihat taman di atap rumah tersebut. Rupanya kamar Vanessa sendirian di lantai tiga.

Memasuki kamar, ternyata ukurannya sangatlah luas. Terdapat pintu yang menuju toilet pribadi. Ternyata kamarnya cukup sederhana. Tidak banyak barang di sana. Hanya ada lemari dinding, ranjang ukuran queen bed, meja belajar serta rak buku yang cukup besar. Terdapat sebuah pintu, setelah dibuka rupanya isinya adalah lemari pakaian yang lumayan luas. Entah mengapa Vanessa berfikir bahwa lemari ini cukup bisa digunakan sebagai sebuah kamar.

“Benarkah ini kamarku?” Tanya Vanessa.

“Tentu saja, sejak lahir inilah kamarmu na.” Kata Bimo.

“Ini bahkan cukup untuk dua orang.” Kata Vanessa.

Bimo tersenyum redup, “Seharusnya.”

“Maaf?” Tanya Vanessa.

“Ah tidak apa, beristirahatlah. Pasti banyak yang ingin kamu tahu. Tapi untuk sekarang istirahatlah na.” Kata Bimo.

Vanessa mengangguk. Dia juga terlihat cukup lelah.

“Ah dan ini, aku membelikan handphone baru untukmu. Yang lama tidak ditemukan, sepertinya hilang saat kamu terjatuh.” Kata Bimo.

Vanessa menerima HP terbaru berlogo buah apel tersebut. Entah mengapa benda mewah ini terasa asing. Apa jangan-jangan dia sedang bermimpi dan akan terbangun suatu saat nanti. Seperti inikah rasanya kehilangan ingatan?

Bimo kemudian keluar ruangan, memberikan Vanessa waktu untuk beristirahat.

Tadinya Vanessa hendak beristirahat sejenak, namun pandangannya mengarah ke arah meja belajar di dekat jendela. Terdapat dua tiga buah bingkai foto di sana. Foto pertama adalah dia dan ayahnya. Sejak di rumah sakit dia baru melihat wajahnya, itu memang wajah samar yang dikenalinya, namun entah mengapa sedikit berbeda. Dia tersenyum hangat di rangkulan sang ayah. Foto kedua adalah foto tiga anak kecil. Yang pertama Vanessa kecil, yang disebelahnya dia kenal bahwa itu Dirga. Muka menyebalkannya terus teringat oleh ingatannya. Yang ketiga tidak ia kenali. Namun anak lelaki ketiga terlihat sangatlah ramah. Foto ketiga adalah foto seorang wanita dewasa. Dia sangatlah cantik. Wajahnya ayu, entah siapa dia namun melihatnya membuat Vanessa meneteskan air mata. Mungkinkah ibunya?

Sangat menyedihkan terkena hilang ingatan seperti ini. Tidak mengetahui siapa dirinya. tidak mengenali orang-orang sekitarnya. Yang lebih menyedihkan adalah tidak memiliki kenangan apapun. Jika melihat segala hal di sekelilingnya saat ini dia memiliki kesimpulan bahwa Vanessa hidup berbahagia.

Akhirnya Vanessa naik ke ranjang tidurnya. Mencoba mengedipkan mata. Perlahan dia beristirahat dengan nyaman di atas kasur empuk tersebut.

***

Vanessa terbangun saat sinar matahari menembus jendela besar di kamarnya. Samar berdirilah seorang wanita di samping ranjangnya. Wanita tersebut sangatlah cantik. Dengan raambut panjang terurai dan gaun rumah putih bersih memancarkan kecantikan yang pas sekali. Dia tersenyum kepada Vanessa.

Dibelainya pipi Vanessa. Kemudian tangannya berpindah ke rambut Vanessa.

Vanessa langsung menitihkan air mata. Entah mengapa. Dia merasa nyaman sekali. Dia merasa menantikan belaian itu sejak dahulu kala. Tangannya akhirnya menyentuh tangan wanita tersebut. Dia duduk di atas kasurnya. Wanita itu masih menampakan senyumnya.

“Siapakah anda?” Tanya Vanessa.

“Aku adalah seseorang yang selalu memperhatikanmu.” Jawabnya.

“Maaf, aku mengalami kehilangan ingatan belum lama ini. Aku tidak bisa mengenali anda.” Kata Vanessa.

“Aku tahu sayang.” Jawab wanita itu sambil mengusap pipi Vanessa.

“Apakah anda bisa memberitahu siapa saya? Dan segala tentang saya?” Tanya Vanessa.

Wanita itu hanya tersenyum.

Vanessa masih menatapnya dengan penuh harap.

“Jawaban itu harus kamu yang mencarinya sendiri.” Kata Wanita itu.

“Ah begitu.” Ucap Vanessa sedih.

Melihat Vanessa sedih, wanita tersebut memeluk Vanessa dengan hangat. Vanessa kembali menitihkan air mata. Hangat, pelukan wanita ini sangatlah hangat. Entah mengapa dia merindukan pelukan ini, sejak lama. Apakah jangan-jangan wanita ini?

“Maaf apakah anda adalah?” Tanya Vanessa.

Sebelum Vanessa selesai bertanya wanita tersebut menghentikan ucapan Vanessa.

“Sayang, aku ingin lebih lama denganmu, namun waktuku tidak banyak.” Kata wanita tersebut.

“Anda akan pergi?” Tanya Vanessa.

“Ingatlah ini sayang, seburuk apapun harimu di masa lalu dan kedepannya. Aku akan selalu ada. ingatlah juga bahwa aku menyayangimu Hana.” Ucap wanita itu kemudian menghilang.

Vanessa membuka matanya. Cahaya matahari nyata menusuk matanya. Rupanya yang tadi adalah mimpi. Namun entah mengapa terasa sangat nyata sekali. Dia memegang pipinya yang basah. rupanya tangisannya nyata walaupun di alam mimpi.

Dia kembali mengingat wanita tadi. Dia memanggilnya dengan sebutan Hana, bukan Vanessa. Apa mungkin Hana adalah nama panggilan Vanessa yang lain. Dia ragu, namun tidak asing dengan sebutan tersebut. Seketika dia mengalihkan pandangan kepada meja belajarnya. Dia tertegun dengan salah satu foto di sana. Dia kembali mengingat wajah wanita tersebut. Rupanya wajahnya sama percis dengan salah satu orang di bingkai foto di atas mejanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status