Share

3. Pesta

“Apa ada yang salah?” Tanya Vanessa pada ayahnya.

Sejak awal sarapan Bimo memperhatikannya dengan jeli. Terkadang wajah ayahnya seperti menimbang-nimbang sesuatu. Entah apa yang dipikirkannya.

“Na, mungkin kamu harus memulai kembali kelas Tata Krama dengan Madam Rafa!” ucap Bimo akhirnya.

“Apakah cara makanku salah?” Tanya Vanessa.

“sebetulnya tidak salah, karena memang ada orang-orang yang memakan dengan cara demikian. Tetapi sangat aneh melihatmu sarapan dengan menu biasa seperti sosis dan telur menggunakan nasi.” Ucap Bimo.

Vanessa menghentikan makannya. Entah mengapa dia merasa tidak enak. Tetapi alam bawah sadarnya berkata bahwa itu adalah menu yang biasa dia makan. Apakah benar hal tersebut aneh.

“Ah, lanjutkan saja makanmu. Aku hanya bilang cukup aneh dan tidak biasa. Terutama ketika kamu makan menggunakan tangan tidak dengan alat makan seperti sendok dan garpu.” Ucap Bimo.

“Aku mencoba menggunakan sendok garpu pada awalnya. Namun entah mengapa terasa aneh.” Kata Vanessa.

“Iya tidak apa-apa, lanjutkan saja makannya na.” Ucap Bimo. “Tetapi mulai esok hari aku akan meminta madam Rafa untuk mengajarimu tata karma lagi terutama makan.”

Vanessa mengangguk dan melanjutkan makannya. Kemudian dia teringat dengan foto yang ada di kamarnya.

“Pah, siapa foto yang dipajang di kamarku?” Tanya Vanessa.

“Foto yang mana?” Tanya Bimo.

“Foto wanita dengan dress putih.” Kata Vanessa.

Bimo menghentikan sarapannya sejenak. Wajahnya mendadak menjadi sedih. Dia kemudian tersenyum menatap Vanessa.

“Dia ibumu na.” Ucap Bimo.

“Dia datang ke mimpiku.” Kata Vanessa.

“Sudah pasti. Dia pasti khawatir putrinya mengalami kehilangan ingatan.” Kata Bimo.

“Kemudian pah, kenapa aku bisa mengalami kecelakaan?” Tanya Vanessa.

“Haruskah kita membahas kecelakaanmu ketika sarapan na?” Tanya Bimo.

“Aku ingin tahu pah.” Kata Vanessa dengan muka yang serius.

“Ketika di kantor aku mendapat telpon dari sekretarisku, Pa Arman. Kamu harus ingat dia, karena dialah yang mengurus berbagai kebutuhanmu. Pa Arman bilang kamu ditemukan tenggelam di salah satu kolam kota.” Kata Bimo.

“Aku terjatuh tidak sengaja?” Tanya Vanessa.

“Tidak ada saksi di sana. Namun dugaan sementara kamu terpeleset ketika berada di jembatan.” Ucap Bimo.

Vanessa mengangguk. Entah mengapa dia seakan tidak percaya, bagaimana mungkin gadis berumur duapuluh dua tahun sepertinya bisa tidak sengaja terpeleset jatuh ke kolam?

“Ah dan tunanganmu, dia beberapa kali mengunjungimu ketika di rumahsakit. Bergantian dengan Bintang.” Kata Bimo.

“Bintang?” Tanya Vanessa.

“Ah anak laki-laki yang kamu pajang fotonya di kamarmu. Dia sepupu Dirga. Kamu, Dirga dan Bintang merupakan teman sejak kecil walaupun usiamu lebih muda dibandingkan dengan mereka berdua.” Kata Bimo.

Vanessa kembali mengangguk lagi. Jadi anak lelaki yang ada di foto bernama Bintang. Itu cukup menambah informasi mengenai masa lalunya.

“Ah, jangan lupa malam ini pilihlah pakaian yang bagus. Seperti biasa papa akan membiarkanmu mengunjungi butik langgananmu.” Kata Bimo.

“Ada apa?” Tanya Vanessa.

“Hari ini merupakan ulangtahun Sastranegara Group. BC Entertaiment tempat tunanganmu bekerja merupakan bagian dari sana. Kamu akan mewakili papa sebagai kolega mereka, karena ada bisnis yang harus papa lakukan mulai sore nanti.” Ucap Bimo.

“Apa papa yakin aku ke sana sendiri?” Tanya Vanessa.

“Tunanganmu ada di sana. Aku yakin dia akan menemanimu.” Kata Bimo.

***

“Nona bukan maksud saya untuk mencela, tetapi sepertinya baju yang nona kenakan hari ini cukup berbeda.” Kata Silvia, salah satu asisten di rumah Vanessa. Silvia sendiri merupakan orang yang sudah cukup lama menemani Vanessa.

“Memangnya aneh?” Tanya Vanessa.

“Ah bagaimana ya bilangnya, biasanya nona akan menghadiri suatu pesta dengan menggunakan dress, tetapi menggunakan celana jeans, kaos dan kemeja saya rasa kurang cocok.” Ucap Silvia.

“Kalau gitu coba kamu yang pilihin!” Ucap Vanessa.

Silvia akhirnya menuju lemari pakaian kembali. Dia mengambil dress panjang indah berwarna ungu dengan dada sedikit terbuka. Dress tersebut tidak berlengan. Dia juga mengambil salah satu koleksi hells tinggi mengkilap dari lemari tersebut. Tidak lupa beberapa aksesoris menawan yang pas digunakan bersamaan.

Vanessa kemudian mulai mengenakan dress tersebut dibantu oleh Silvia. Terlihat wajah tidak nyaman terlihat dari raut muka Vanessa ketika mengenakan pakaian tersebut.

“Apa nona kurang suka koleksi pilihan saya?” Tanya Silvia.

“Ah bukan begitu, hanya saja pakaian ini terbuka sekali. Apa aku tidak pernah masuk angin ketika memakainya?” Tanya Vanessa.

Silvia melongo mendengar perkataan dari Vanessa. Dia sama sekali tidak menyangka Vanessa yang dia kenal selama beberapa tahun akan berbicara seperti itu.

“Ada yang salah?” Tanya Vanessa.

“Tidak, hanya saja nona benar-benar berbeda kepribadiannya dengan sebelumnya.” Ucap Silvia.

“Aku tidak satu kali mendengar perkataan itu ko. Mungkin amnesia memang seperti ini.” Kata Vanessa.

Silvia mengangguk ragu. Kemudian melanjutkan Vanessa bersiap-siap termasuk menggulung rambut indah panjang milik Vanessa. Kemampuan Silvia sebagai asisten memang tidak dapat diragukan.

***

“Jadi Silvia, di mana acaranya?” Tanya Vanessa ketika berada di mobil. Supir pribadinya Pa Rudi, membawa mobil dengan hati-hati.

“Acaranya berada di ballroom hotel Arta. Jika anda masih bisa mengingat beberapa kali acara sering diadakan di sana.” Kata Silvia.

“Ah sayangnya aku benar-benar tidak ingat.” Kata Vanessa.

Akhirnya tibalah mereka di hotel Arta. Vanessa ditemani oleh Silvia menuju lantai atas hotel tersebut. Begitu memasuki ballroom, waitress segera menawarkan minuman dingin kepada para tamu yang datang. Entah mengapa Vanessa merasa asing sekali di tempat tersebut.

“Silvia kalau aku diberi kesempatan untuk melewatkan ini, bagaimana?” Tanya Vanessa.

“Apa yang nona bicarakan, anda kesini karena mewakili Raksawijaya Group. Perusahaan keluarga anda.” Ucap Silvia.

“Kalau begitu tolong jangan jauh-jauh. Tempat ini kaya asing banget.” Kata Vanessa.

“Entah kenapa, bicara nona terkadang jadi tidak formal. Biasanya anda adalah orang yang sopan dan manis.” Ucap Silvia.

“Aku amnesia maaf.” Ucap Vanessa.

Vanessa dan Silvia duduk di tempat yang disediakan. Beberapa kali Vanessa mencibir karena makanan di sini porsinya sedikit. Silvia berkali-kali mengingatkan tentang tata karma saat pesta berlangsung.

“Vanessa?” tanya suara lembut dengan nada rendah yang memanjakan telinga saat mendengarnya.

Vanessa menoleh. Seorang pria paruh baya tampan, dikira-kira umurnya belum genap tigapuluh menyapanya dari belakang. Rambutnya rapi, wajahnya bak artis-artis korea. Senyumnya benar-benar memanjakan mata.

“Ah maaf, siapa ya?” Tanya Vanessa.

Pria tersebut sedikit terkejut. Dia kemudian tersenyum kembali, senyum bisnis penuh arti.

“Ternyata kabar bahwa kamu kehilangan ingatan itu benar ya.” Kata pria tersebut.

“Ah digosipin rupanya. Siapa yang berani gossip?” Tanya Vanessa seakan menantang.

“Baiklah, aku perkenalkan diriku lagi. Namaku Bintang, aku adalah teman sejak kamu kecil dahulu.” Kata Bintang.

Vanessa membalas salam Bintang. Dia kemudian membalasnya dengan senyuman. Mungkin Bintang bisa membantunya untuk mengingat kembali memorinya yang hilang.

Belum sempat Vanessa berkata apa-apa, di dekat mejanya lewatlah pria yang dia kenal. Seseorang yang berkata bahwa dia tunangannya. Hanya saja ada yang ganjil kali ini. Di sebelahnya berjalan seorang wanita cantik yang mengenakan dress merah. Wanita tersebut bahkan merangkul lengan tunangannya. Tidak hanya sampai di situ, dia melihat ke arah meja Vanessa dan tersenyum seakan berkata, “Akulah pemenangnya”.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status