Share

3. Pesta

Author: Rainfall
last update Last Updated: 2021-05-25 10:20:04

“Apa ada yang salah?” Tanya Vanessa pada ayahnya.

Sejak awal sarapan Bimo memperhatikannya dengan jeli. Terkadang wajah ayahnya seperti menimbang-nimbang sesuatu. Entah apa yang dipikirkannya.

“Na, mungkin kamu harus memulai kembali kelas Tata Krama dengan Madam Rafa!” ucap Bimo akhirnya.

“Apakah cara makanku salah?” Tanya Vanessa.

“sebetulnya tidak salah, karena memang ada orang-orang yang memakan dengan cara demikian. Tetapi sangat aneh melihatmu sarapan dengan menu biasa seperti sosis dan telur menggunakan nasi.” Ucap Bimo.

Vanessa menghentikan makannya. Entah mengapa dia merasa tidak enak. Tetapi alam bawah sadarnya berkata bahwa itu adalah menu yang biasa dia makan. Apakah benar hal tersebut aneh.

“Ah, lanjutkan saja makanmu. Aku hanya bilang cukup aneh dan tidak biasa. Terutama ketika kamu makan menggunakan tangan tidak dengan alat makan seperti sendok dan garpu.” Ucap Bimo.

“Aku mencoba menggunakan sendok garpu pada awalnya. Namun entah mengapa terasa aneh.” Kata Vanessa.

“Iya tidak apa-apa, lanjutkan saja makannya na.” Ucap Bimo. “Tetapi mulai esok hari aku akan meminta madam Rafa untuk mengajarimu tata karma lagi terutama makan.”

Vanessa mengangguk dan melanjutkan makannya. Kemudian dia teringat dengan foto yang ada di kamarnya.

“Pah, siapa foto yang dipajang di kamarku?” Tanya Vanessa.

“Foto yang mana?” Tanya Bimo.

“Foto wanita dengan dress putih.” Kata Vanessa.

Bimo menghentikan sarapannya sejenak. Wajahnya mendadak menjadi sedih. Dia kemudian tersenyum menatap Vanessa.

“Dia ibumu na.” Ucap Bimo.

“Dia datang ke mimpiku.” Kata Vanessa.

“Sudah pasti. Dia pasti khawatir putrinya mengalami kehilangan ingatan.” Kata Bimo.

“Kemudian pah, kenapa aku bisa mengalami kecelakaan?” Tanya Vanessa.

“Haruskah kita membahas kecelakaanmu ketika sarapan na?” Tanya Bimo.

“Aku ingin tahu pah.” Kata Vanessa dengan muka yang serius.

“Ketika di kantor aku mendapat telpon dari sekretarisku, Pa Arman. Kamu harus ingat dia, karena dialah yang mengurus berbagai kebutuhanmu. Pa Arman bilang kamu ditemukan tenggelam di salah satu kolam kota.” Kata Bimo.

“Aku terjatuh tidak sengaja?” Tanya Vanessa.

“Tidak ada saksi di sana. Namun dugaan sementara kamu terpeleset ketika berada di jembatan.” Ucap Bimo.

Vanessa mengangguk. Entah mengapa dia seakan tidak percaya, bagaimana mungkin gadis berumur duapuluh dua tahun sepertinya bisa tidak sengaja terpeleset jatuh ke kolam?

“Ah dan tunanganmu, dia beberapa kali mengunjungimu ketika di rumahsakit. Bergantian dengan Bintang.” Kata Bimo.

“Bintang?” Tanya Vanessa.

“Ah anak laki-laki yang kamu pajang fotonya di kamarmu. Dia sepupu Dirga. Kamu, Dirga dan Bintang merupakan teman sejak kecil walaupun usiamu lebih muda dibandingkan dengan mereka berdua.” Kata Bimo.

Vanessa kembali mengangguk lagi. Jadi anak lelaki yang ada di foto bernama Bintang. Itu cukup menambah informasi mengenai masa lalunya.

“Ah, jangan lupa malam ini pilihlah pakaian yang bagus. Seperti biasa papa akan membiarkanmu mengunjungi butik langgananmu.” Kata Bimo.

“Ada apa?” Tanya Vanessa.

“Hari ini merupakan ulangtahun Sastranegara Group. BC Entertaiment tempat tunanganmu bekerja merupakan bagian dari sana. Kamu akan mewakili papa sebagai kolega mereka, karena ada bisnis yang harus papa lakukan mulai sore nanti.” Ucap Bimo.

“Apa papa yakin aku ke sana sendiri?” Tanya Vanessa.

“Tunanganmu ada di sana. Aku yakin dia akan menemanimu.” Kata Bimo.

***

“Nona bukan maksud saya untuk mencela, tetapi sepertinya baju yang nona kenakan hari ini cukup berbeda.” Kata Silvia, salah satu asisten di rumah Vanessa. Silvia sendiri merupakan orang yang sudah cukup lama menemani Vanessa.

“Memangnya aneh?” Tanya Vanessa.

“Ah bagaimana ya bilangnya, biasanya nona akan menghadiri suatu pesta dengan menggunakan dress, tetapi menggunakan celana jeans, kaos dan kemeja saya rasa kurang cocok.” Ucap Silvia.

“Kalau gitu coba kamu yang pilihin!” Ucap Vanessa.

Silvia akhirnya menuju lemari pakaian kembali. Dia mengambil dress panjang indah berwarna ungu dengan dada sedikit terbuka. Dress tersebut tidak berlengan. Dia juga mengambil salah satu koleksi hells tinggi mengkilap dari lemari tersebut. Tidak lupa beberapa aksesoris menawan yang pas digunakan bersamaan.

Vanessa kemudian mulai mengenakan dress tersebut dibantu oleh Silvia. Terlihat wajah tidak nyaman terlihat dari raut muka Vanessa ketika mengenakan pakaian tersebut.

“Apa nona kurang suka koleksi pilihan saya?” Tanya Silvia.

“Ah bukan begitu, hanya saja pakaian ini terbuka sekali. Apa aku tidak pernah masuk angin ketika memakainya?” Tanya Vanessa.

Silvia melongo mendengar perkataan dari Vanessa. Dia sama sekali tidak menyangka Vanessa yang dia kenal selama beberapa tahun akan berbicara seperti itu.

“Ada yang salah?” Tanya Vanessa.

“Tidak, hanya saja nona benar-benar berbeda kepribadiannya dengan sebelumnya.” Ucap Silvia.

“Aku tidak satu kali mendengar perkataan itu ko. Mungkin amnesia memang seperti ini.” Kata Vanessa.

Silvia mengangguk ragu. Kemudian melanjutkan Vanessa bersiap-siap termasuk menggulung rambut indah panjang milik Vanessa. Kemampuan Silvia sebagai asisten memang tidak dapat diragukan.

***

“Jadi Silvia, di mana acaranya?” Tanya Vanessa ketika berada di mobil. Supir pribadinya Pa Rudi, membawa mobil dengan hati-hati.

“Acaranya berada di ballroom hotel Arta. Jika anda masih bisa mengingat beberapa kali acara sering diadakan di sana.” Kata Silvia.

“Ah sayangnya aku benar-benar tidak ingat.” Kata Vanessa.

Akhirnya tibalah mereka di hotel Arta. Vanessa ditemani oleh Silvia menuju lantai atas hotel tersebut. Begitu memasuki ballroom, waitress segera menawarkan minuman dingin kepada para tamu yang datang. Entah mengapa Vanessa merasa asing sekali di tempat tersebut.

“Silvia kalau aku diberi kesempatan untuk melewatkan ini, bagaimana?” Tanya Vanessa.

“Apa yang nona bicarakan, anda kesini karena mewakili Raksawijaya Group. Perusahaan keluarga anda.” Ucap Silvia.

“Kalau begitu tolong jangan jauh-jauh. Tempat ini kaya asing banget.” Kata Vanessa.

“Entah kenapa, bicara nona terkadang jadi tidak formal. Biasanya anda adalah orang yang sopan dan manis.” Ucap Silvia.

“Aku amnesia maaf.” Ucap Vanessa.

Vanessa dan Silvia duduk di tempat yang disediakan. Beberapa kali Vanessa mencibir karena makanan di sini porsinya sedikit. Silvia berkali-kali mengingatkan tentang tata karma saat pesta berlangsung.

“Vanessa?” tanya suara lembut dengan nada rendah yang memanjakan telinga saat mendengarnya.

Vanessa menoleh. Seorang pria paruh baya tampan, dikira-kira umurnya belum genap tigapuluh menyapanya dari belakang. Rambutnya rapi, wajahnya bak artis-artis korea. Senyumnya benar-benar memanjakan mata.

“Ah maaf, siapa ya?” Tanya Vanessa.

Pria tersebut sedikit terkejut. Dia kemudian tersenyum kembali, senyum bisnis penuh arti.

“Ternyata kabar bahwa kamu kehilangan ingatan itu benar ya.” Kata pria tersebut.

“Ah digosipin rupanya. Siapa yang berani gossip?” Tanya Vanessa seakan menantang.

“Baiklah, aku perkenalkan diriku lagi. Namaku Bintang, aku adalah teman sejak kamu kecil dahulu.” Kata Bintang.

Vanessa membalas salam Bintang. Dia kemudian membalasnya dengan senyuman. Mungkin Bintang bisa membantunya untuk mengingat kembali memorinya yang hilang.

Belum sempat Vanessa berkata apa-apa, di dekat mejanya lewatlah pria yang dia kenal. Seseorang yang berkata bahwa dia tunangannya. Hanya saja ada yang ganjil kali ini. Di sebelahnya berjalan seorang wanita cantik yang mengenakan dress merah. Wanita tersebut bahkan merangkul lengan tunangannya. Tidak hanya sampai di situ, dia melihat ke arah meja Vanessa dan tersenyum seakan berkata, “Akulah pemenangnya”.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   49. Keluarga Penuh Rencana

    "Tuan?"Dirga menengok ke arah Faisal. Dia sadar bahwa sedari tadi dia melamun. Parah sekali hari ini. Dia tidak bisa fokus sama sekali karena memikirkan Vanessa."Bisakah rapat dibatalkan? Sepertinya aku butuh angin segar," ucap Dirga.Faisal mengangguk. Dia pun sadar bahwa tuan mudanya sedang tidak dalam kondisi yang baik. "Saya akan urus pembatalan rapat hari ini. Kemudian saya akan membelikan beberapa obat jika memang anda memerlukannya."Tidak lama kemudian Faisal keluar. Menyisakan Dirga sendirian di sana. Dia kemudian kembali memikirkan Vanessa. Apakah benar bahwa orang yang ada di dalam rumah tunangannya itu adalah orang lain. Jika memang benar, mengapa Silvia diam saja? Malah seakan dia mengetahui hal ini lebih dibandingkan dengan Dirga sendiri."Ini membuatku gila! Lebih baik aku memastikannya saja!" usulnyaKring....Telepon di ruangannya berdering. Dia kemudian mengangkat telepon kantor yang terletak di mejanya tersebut. Terdengar suara wanita da

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   48. Terjatuh

    "Ayo!" teriak Vanessa.Mereka sedang berjalan melewati jalan setapak kecil. Abraham mengikutinya dari belakang."Vanessa, ini aneh sekali," ucap Abraham.Gadis itu menengok. "Aneh? Apanya yang aneh? Apakah kamu sepertiku yang belum pernah menemui tempat seperti ini?""Bukan-bukan," bantahnya. Abraham mendengar beberapa cerita dari Silvia tentang Vanessa. "Sifatmu benar-benar berkebalikan dengan apa yang dia ceritakan.""Siapa?" tanya Vanessa. Dia memasang wajah kebingungan."Silvia, asistenmu," ungkapnya. "Menurut Silvia kamu adalah gadis kaya raya pendiam dan anggun. Namun yang aku lihat benar-benar berbeda.""Oh itu," Vanessa memutar bola matanya. Jelas saja jika Vanessa yang dahulu terlihat berbeda. Dia sudah diajari tata krama dan sopan santun. Membuatnya terkekang penuh dengan aturan. "Anggap saja setelah bertukar tubuh aku memiliki kepribadian yang baru.""Yah meskipun kamu berbeda dari Hana. Tapi dia pun sama, kalian ben

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   47. Silvia, Kamu Gagal!

    "Bintang sayang!" Clarissa memanggil lembut putranya."Ya Bunda?" jawabnya.Mereka berdua sedang makan malam di sebuah rooftop restaurant bintang lima. Clarissa terlihat puas sekali. Dia merasa bahwa dunianya perlahan kembali berpihak kepadanya."Bagaimana di perusahaan kakek?" tanyanya.Bintang menghentikan makannya. Dia mengajak ibunya makan di sini sebagai bakti, bukan untuk membicarakan perihal perusahaan. "Baik."Clarissa melihat ada yang tidak beres dengan putranya. Dia memang sudah bukan artis lagi, namun dahulu dia adalah seorang artis terkenal. Dia tahu kebohongan yang tertera dalam benak Bintang. "Katakan sayang, apa yang sebenarnya terjadi. Kakek memberikanmu posisi sebagai salah satu pegawai di sana bukankah sebuah kepercayaan yang bagus. Kenapa kamu tidak antusias?""Kita sedang makan Bunda, aku hanya tidak ingin membicarakannya." Bintang meneruskan makan. Mencoba mengalihkan perhatian sang bunda.Clarissa tidak puas. Dia

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   46. Gara-gara Mie Ayam

    "Kita naik lagi!" ucap Dirga."HAH!" Hana kaget dibuatnya. Pasalnya mereka sudah menaiki wahana tersebut sebanyak tiga kali. "Mau naik berapa kali lagi?""Entah, ini pertama kalinya aku menaiki wahana ini. Rasanya aneh, seluruh tubuhku bergetar, kita akan terus menaikinya berulang kali!" ucap Dirga.Hana memutar bola matanya. Niat untuk menjahili Dirga menjadi malapetaka untuknya. Dia tahu bahwa tuan muda itu belum pernah menaiki wahana rakyat biasa. Sayangnya dia benar-benar tidak menyangka bahwa Dirga malah kecanduan."Stop!" cegahnya. Hana tidak ingin naik wahana tersebut hingga keempat kalinya. Perutnya sudah melilit. Dia lapar, jika naik lagi dijamin seluruh isi perutnya akan meloncat keluar. "Lebih baik kita cari makan.""Baiklah, restauran mana yang akan kita tuju?" tanya Dirga.Hana tertawa. Dia tahu ini saatnya menjahili Dirga. "Kita tidak akan ke restauran wahai Tuan Muda CEO."Dirga terlihat kaget. Dia menatap tajam Hana. "

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   45. Pasar Malam

    "Apa yang bisa kamu tawarkan? Jika aku membantumu kembali ke tubuhmu yang semula?"Vanessa sedikit terkejut mendengar respon dari Abraham. Benar juga, seseorang pasti akan membantu jika memang ada hal yang bisa dia berikan. Gadis itu berfikir sejenak. "Apa yang kamu mau?"Abraham tersenyum melihat Vanessa yang menawarkan sesuatu. Kemudian dia mendekat dan membisikan sesuatu di telinga gadis itu. Vanessa mengangguk-angguk. Dia setuju dengan tawaran yang diberikan oleh Abraham.***"Vanessa? Kita sudah sampai!" ucap Abraham.Lelaki itu mengguncang tubuh Vanessa dengan lembut. Ternyata dia tidak sengaja tertidur. Di depan matanya terlihat jalan setapak dari tanah. Dia sempat ragu sejenak."Gimana? Mau melanjutkan?" tanya Abraham.Vanessa kemudian membuka sabuk pengamannya. Dia turun dari mobil. Diikuti oleh Abraham, mereka melakukan persiapan untuk menurunkan beberapa barang. Dari mulai ransel, peralatan memasak yang biasa dilakukan saat

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   44. Pantai

    "Apa kamu percaya kalau aku bukan Hana?" tanya Vanessa.Abraham masih duduk diam. Matanya menerawang seperti memindai pikiran Vanessa saat itu. Gadis itu menunggu jawaban. Akhirnya Abraham memejamkan mata sambil berkata, "tidak!""Bagaimana kalau itu adalah kenyataannya?" tanya Vanessa. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Sehingga dirinya menyentuh meja makan."Aku tidak percaya hal semacam ini Hana," ucap Abraham. Dia menyenderkan badan ke kursi di belakangnya. "Aku lebih percaya jika kamu memang kehilangan ingatan seperti halnya kata perawat di Rumah Sakit."Vanessa mengangguk. Memang tidak masuk akal jika dipikirkan. Dia yakin, dia bukan hilang ingatan. Tepat sebelum dia berpindah tubuh, Vanessa mengingat bahwa dia jatuh ke air. Dia kemudian terdiam cukup lama. Dia memikirkan apa penyebab dirinya masuk ke dalam air. Vanessa memegang kepalanya. Mencoba untuk mengingat-ingat.Abraham melihat gadis di depannya berperilaku aneh. Dia langsung mencon

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status