Share

6. Keluar dari Ruang Pesta

Vanessa kembali dari toilet. Dia langsung duduk di tempatnya tadi. Namun Silvia tidak terlihat. Tentu saja hal itu membuat Vanessa sedikit panik. Karena Silvia telah membantunya sejauh ini di pesta. Dia ingin ingatannya bisa kembali.

“Vanessa, kok sendiri?” Terdengar suara lembut pria dari belakang. Langsung saja Vanessa menengok ke arahnya. Terlihat Bintang, dengan senyumnya yang lembut dan hangat membuat dirinya merasa aman.

Bintang kemudian duduk di sebelah Vanessa.

“Ada yang mengganggu pikiranmu?” Tanya Bintang.

“Aku mencari Silvia.” Jawabnya.

“Dia sedang berbincang dengan Faisal.” Jawab Bintang.

“Siapa itu Faisal?” Tanya Vanessa.

“Dia sekretaris pribadi Dirga.” Kata Bintang.

Vanessa kemudian mengingat Faisal, sekretaris Dirga. Mereka pernah bertemu di rumah sakit. Tak hanya Dirga Sekretarisnya juga tampan rupanya.

“Aku ingat wajahnya, dia seperti seorang artis.” Kata Vanessa.

“Memang, awalnya dia adalah artis, namun terjadi beberapa hal sehingga dia diangkat menjadi sekretaris resmi perusahaan.” Kata Bintang.

“Begitu, sepertinya kamu tahu banyak tentang perusahaan ya. Apa pekerjaanmu?” Tanya Vanessa.

Bintang tersenyum, ada sedikit rasa sedih terlihat dari matanya.

“Sepertinya aku harus banyak menjelaskan diriku lagi ya. Rasanya aneh karena kita sudah lama saling mengenal satu sama lain.” Kata Bintang.

“Aku minta maaf.” Kata Vanessa.

“Jangan minta maaf. Kamu tidak salah. Itu hanya kecelakaan. Tidak apa-apa kita bisa saling mengenal lagi dari awal.” Kata Bintang.

“Terimakasih, sejujurnya aku merasa kurang nyaman. Entah mengapa pesta ini terasa asing untukku.” Kata Vanessa.

“Baiklah kalau begitu, ayo ikut aku.” Kata Bintang sambil menarik lengan Vanessa. Mereka berdua berjalan menjauh dari hiruk piruk pesta.

***

Bintang membawa Vanessa ke puncak gedung hotel. Seperti atap gedung pada umumnya terdapat satu ruang besar terbuka di atasnya. Angin dingin mulai menusuk kulit. Bintang yang memperhatikan pakaian Vanessa mulai membuka jas pestanya dan memakaikannya ke punggung Vanessa.

Ketika Bintang menaruh jas tersebut di punggung, jantung Vanessa langsung berdegup kencang. Perasaan hangat memasuki dirinya. sontak dia langsung menengok ke arah Bintang. Alih-alih mengucapkan terimakasih mata mereka bertemu satu sama lain. Membuat suasana menjadi sedikit canggung. Sadar dengan situasi demikian Bintang langsung mengalihkan wajahnya ke arah lain.

“Pakailah, jangan sampai kamu masuk angin.” Ucapnya.

“Terimakasih.” Jawab Vanessa. Untungnya gelapnya malam itu bisa menyamarkan wajahnya yang merah karena malu.

“Ah, kenapa kamu membawaku ke sini? Tanya Vanessa.

“Lihatlah di atas.” Kata Bintang.

Vanessa melihat ke atas. Langit malam terlihat cerah sekali bertabur dengan Bintang. Pemandangan ciptaan tuhan tersebut membuat Vanessa takjub. Banyak sekali bintang bertaburan saat itu.

“Karena namaku Bintang, membuatku menyukai Bintang dan malam sejak kecil.” Cerita Bintang kepada Vanessa.

Vanessa diam mendengarkan dengan seksama. Dia tidak ingin merusak momen menyenangkan ini.

“Aku juga sempat memiliki cita-cita menjadi seorang astronot.” Lanjutnya.

Sebelum melanjutkan kata-katanya Bintang terdiam. Vanessa memperhatikan Bintang dengan seksama. Menunggunya meneruskan cerita.

“Namun aku tidak sepintar itu. Aku masuk jurusan Sosial ketika SMA. Membuatku harus membuang cita-citaku sendiri. Meskipun memang sejak kecil orangtuaku menginginkan aku berada di bidang lain yang tidak sesuai dengan namaku sendiri.” Kata Bintang.

Rasa simpati dan empati Vanessa muncul. Meskipun bercerita dengan wajah tersenyum, dia tahu senyum yang dilontarkan Bintang adalah senyum palsu. Dia bisa merasakanya sejak awal bertemu. Aneh rasanya melihat orang yang selalu tersenyum seperti Bintang. Biasanya tipe orang seperti Bintang adalah tipe yang menahan luka dan beban dibalik senyumannnya.

“Aku suka namamu, namamu bagus. Kamu juga indah, seperti halnya bintang di langit malam ini.” Kata Vanessa.

Bintang tertegun. Dia langsung melihat ke wajah Vanessa. Lengan Bintang yang besar berpegangan di bahu Vanessa. Matanya menampilkan rasa yang berbeda. Membuat Vanessa sedikit salah tingkah dibuatnya.

“Vanessa, aku...!”

Belum sempat meneruskan kata-katanya, handphone milik Vanessa berdering. Terdapat nomor tidak dikenal di layar handphonenya tersebut.

“Sebentar ya.” Ucap Vanessa pada Bintang.

Vanessa mengangkat panggilan telepon tersebut. Belum sempat mengucapkan salam, orang di sebrang telepon sudah berbicara dengan nada ketus.

“Di mana!” Tanya orang di sebrang panggilan telepon tersebut.

“Maaf siapa ya?” Tanya Vanessa. Dia sedikit terkejut atas sentakan yang dilontarkan lawan bicaranya tersebut.

“Kembali ke pesta dalam waktu lima menit atau langsung kuminta sekretarisku untuk melaporkan orang hilang ke kantor polisi!” Kata orang dalam panggilan tersebut.

Butuh waktu sekitar beberapa detik bagi Vanessa untuk menyadari siapa yang menelponnya.

“Dirga?” Kata Vanessa.

“Waktumu sudah hilang beberapa detik untuk menuruti perintahku.” Ucap Dirga.

Vanessa sedikit panik. Dia langsung menarik lengan Bintang,

“Kita kembali sekarang.” Ucapnya.

***

Vanessa dan Bintang memasuki ruangan pesta. Terlihat orang-orang berkumpul di sudut ruangan. Rupanya kepergian Vanessa membawa kepanikan dan keributan di pesta tersebut. Terlihat Silvia wajahnya sangat pucat, Vanessa langsung menuju ke arahnya.

“Silvia, ada apa?” Tanya Vanessa.

Silvia yang mendengar namanya dipanggil langsung berlari ke arah Vanessa. Dipeluknya Vanessa seperti seorang kawan lama.

“Nona, syukurlah. Aku pikir nona…, entahlah aku sangat panik tadi. Nona bilang ke toilet namun tidak segera kembali, jadi aku menyusul ke sana, tetapi nona sudah tidak ada.” Kata Silvia.

“Aku minta maaf.” Kata Vanessa.

“Lalu aku bertanya kepada Tuan Dirga, karena aku pikir anda bersama dengan tunangan anda.” Kata Silvia.

“Ah aku tidak bersama dengan Dirga.” Kata Vanessa.

Dirga mendekat ke arah Vanessa. Wajahnya yang tampan dan kaku tidak pernah terlepas dari sosoknya.

“Apa kamu senang membuat semua orang khawatir?” Tanyanya.

“Eh…?” Vanessa bingung harus menjawab apa.

“Kenapa orang sepertimu sangat senang untuk mencari sensasi dan perhatian?” Kata Dirga meneruskan.

“Tunggu, aku…!” Vanessa ingin mejelaskan, namun Dirga langsung memotong pembicaraannya.

“Apa harus seperti itu bagimu untuk menarik perhatianku?” Tanya Dirga.

Vanessa yang awalnya kesal, menjadi bingung atas perkataan Dirga.

“Apa maksudmu?” Tanya Vanessa.

“Kamu sengaja keluar pesta hanya untuk mencari perhatian orang-orang bukan. Sama halnya dengan kecelakaan tersebut.” Ucap Dirga kembali.

“Apa kamu tidak memikirkan bagaima nasib asistenmu jika ayahmu tahu kamu hilang di pesta?” Kata Dirga.

Vanessa terdiam. Dia ingin marah. Dia tidak terima Dirga yang menyalahkannya sejauh ini hanya karena beberapa menit dia tidak berada di pesta. Dirga sendiri bagaimana? Bukankah dia sibuk bersama dengan wanita lain saat Vanessa di pesta.

“Karena itu aku benci wanita sepertimu, sikapmu benar-benar tidak dewasa sama sekali.” Kata Dirga melanjutkan.

Vanessa hanya bisa terdiam. Dia tidak terima dirinya dianggap tidak dewasa. Lalu sikap Dirga selama ini kepada  dirinya apakah bisa dianggap sebagai suatu sikap yang dewasa?

“Tunggu Dirga!” Bintang langsung menyela perkataan Dirga. Dia maju ke depan Vanessa.

“Jangan salahkan dia, akulah yang membawanya keluar pesta karena melihat dirinya kebingungan.” Kata Bintang.

“Jangan membelanya Bintang, kamu tidak pernah berubah dari dulu. Selalu membelanya padahal dia memang tidak dewasa.” Kata Dirga.

“Dirga…, Bintang…, Jangan melakukan keributan di pesta milikku.”

Seorang kakek tua berusia sekitar enampuluhan mendekati mereka. Wajahnya tegas dan berwibawa. Semua orang di pesta menaruh hormat padanya. Dia adalah pemilik dari Sastranegara Grup, Tuan Brama Sastranegara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status