Share

7. Brama Sastranegara

Auteur: Rainfall
last update Dernière mise à jour: 2021-06-04 17:21:13

 “Dirga…, Bintang…, Jangan melakukan keributan di pesta milikku.” Ucap Brama Sastranegara.

Mendengar ucapan tersebut semua yang ada di pesta terdiam. Terlihat sikap hormat dan segan terhadap pria tua tersebut. Rambutnya yang putih tidak menghilangkan kesan wibawa yang ada padanya. Dia adalah aktor dibalik berdirinya Sastranegara Grup yang tersohor di seluruh penjuru negeri. Siapapun tahu, para aktor, artis dan penyanyi yang berada di bawah label manajemen grupnya pasti akan sukses dan terkenal.

Dirga yang biasanya bersikap angkuh mendadak diam, demikian pula dengan Bintang. Meskipun tadi sikap mereka terlihat berani membuat keributan di pesta, namun ketika sang kakek datang terlihat nyali mereka yang menciut. Vanessa yang memahami hal tersebut ikut menciut juga. Bagaimanapun dialah tokoh utama permasalahan pertengkaran mereka berdua.

 “Matilah aku.” Batin Vanessa.

Dari kejauhan terlihat Brama yang semakin mendekati Vanessa. Jantung Vanessa berdebar kencang. Pikirannya menjadi kalut. Dia teringat pesan ayahnya bahwa kunjungannya ke pesta adalah untuk mewakili perusahaan ayahnya. Apakah hubungan kedua perusahaan akan retak setelah pesta ini berakhir. Jika benar begitu maka bersalahlah ia seumur hidupnya.

Brama sudah berada di depan Vanessa. Tangannya yang keriput namun kuat digerakan menuju wajah Vanessa. Sontak Vanessa langsung memejamkan mata. Dia pasrah jika harus ditampar atau dimarahi karena ulahnya mengacaukan pesta. Namun tak disangka, tangan yang lembut itu justru mengusap rambutnya. Suara tegas yang tadi terdengar menghilang, berganti menjadi suara lembut seorang kakek kepada cucunya.

“Aku senang dirimu sudah sehat lagi na.” Ucap Brama kepada Vanessa.

Sepintas Vanessa terkejut. Dirinya sudah bersiap jika harus dimarahi atau hal-hal buruk kedepannya. Namun yang didapatkan justru ucapan sopan penuh kasih sayang.

Hingga akhirnya dia membuka matanya. Terlihat pria tua itu tersenyum, menunjukan kasih sayang yang hangat. Meskipun garis mukanya tegas namun matanya menampilkan rasa sayang yang begitu besar. Vanessa hanya mengetahui bahwa beliau adalah pendiri perusahaan tempat Dirga bekerja, namun dia sendiri terkejut mengetahui rasa kasih sayang yang dipancarkan oleh Brama begitu besar kepada Vanessa. Beruntung sekali seorang Vanessa rupanya banyak mendapatkan kasih sayang dari banyak orang.

“Apa kamu tidak nyaman di pestaku na?” Tanya Brama lembut.

“Aku…. Nyaman! maaf jika saya membuat masalah.” Kata Vanessa terbata-bata. Dia bahkan tidak tahu harus menyebut dirinya apa di depan sang pemilik perusahaan tersebut.

“Kamu bisa memanggilku dengan sebutan kakek na, sejak kecil jika kamu ingat, kamu dan kakekmu sering berkunjung ke kediamanku. Karena itu aku menganggap dirimu cucuku sendiri. Lagipula tidak lama lagi kamu akan menikah dengan salah satu cucuku na.” Kata Brama.

“Terimakasih Kek.” Jawab Vanessa singkat. Vanessa kebingungan dengan sikapnya. Dia takut apa yang dilakukannya salah, terutama karena memorinya kosong. Namun ucapan Brama membuatnya memiliki informasi baru jika kakeknya dan kakek Dirga adalah teman baik.

“Mari kita duduk bersama, sudah lama sekali kamu tidak mengunjungiku na.” Ucap Brama sambil membimbing Vanessa untuk duduk bersama di meja tamu.

Vanessa sedikit gugup. Bagaimanapun suasana ini terlihat canggung, namun dia tidak boleh bertindak gegabah seperti tadi. Dia sudah cukup merepotkan Silvia dan Bintang karena ulahnya.

Brama kemudian menarik kursi tamu, dia bersikap sangat sopan dan berkelas kepada Vanessa. Setelah Vanessa duduk barulah dia ikut duduk di meja yang sama dengan Vanessa. Tidak lupa beliau juga mengisyaratkan agar pesta berjalan kembali seperti sebelumnya. Meskipun terdapat beberapa pengunjung pesta yang berbisik membicarakan tentang pertengkaran mereka tadi, namun Brama masih tersenyum seperti semula dan seakan menganggap hal itu bukanlah apa-apa.

“Bagaimana kabar ayahmu na?” Tanya Brama.

“Papa sehat Kek, beliau meminta maaf tidak bisa hadir di sini.” Kata Vanessa sopan.

“Bimo adalah pekerja keras sama seperti ayahnya memang.” Kata Brama.

Vanessa hanya menjawab dengan tersenyum.

“Kudengar setelah bangun ingatanmu hilang na?” Tanya Brama.

Vanessa mengangguk.

“Jangan sungkan di depanku na, anggaplah aku kakekmu sendiri. Ayahmu sudah menceritakan apa yang terjadi. Karena itu aku memahamimu jika kamu terlihat bingung dengan suasana di sini.” Ucap Brama.

“Terimakasih Kek.” Ucap Vanessa.

Brama kemudian mengintruksikan kepada pelayan untuk membawakan cemilan dan minuman untuk mereka berdua. Setelah hidangan tersaji barulah Brama meneruskan pembicaraannya kembali.

“Coba ceritakan apa yang terjadi tadi na, mengapa kedua cucuku bertengkar?” Kata Brama.

Vanessa menelan ludah. Dia tahu cepat atau lambat Brama pasti akan menanyakan hal tersebut. Akhirnya Vanessa memilih untuk jujur kepada pria di depannya tersbeut.

“Saya minta maaf, sayalah yang salah. Saya kebingungan karena suasana di pesta terlihat aneh, maka dari itu Bintang yang mencoba menghibur saya mengajak saya berjalan sebentar keluar ruangan. Bintang tidak salah.” Kata Vanessa.

Sejujurnya Vanessa khawatir dengan apa yang diceritakannya. Kejadian ini mungkin akan membuat namanya buruk. Namun dia tidak ingin Bintang menjadi sasaran kemarahan kakeknya atau Dirga. Bagaimanapun Bintang sudah berusaha untuk menghiburnya di tempat yang asing bagi Vanessa.

“Ke mana Bintang membawamu pergi na?” Tanya Brama lagi.

“Ke atap. Kami berdua melihat bintang dan langit malam.” Kata Vanessa.

“Lalu jas yang kamu kenakan? Milik siapakah itu? Karena yang kulihat di awal kamu tidak mengenakan jas itu.” Kata Brama.

Vanessa melihat jas yang dikenakannya. Dia lupa masih mengenakan jas milik Bintang. Seharusnya dia kembalikan ketika memasuki pintu ballroom tadi.

“Ini milik Bintang, dia meminjamkannya karena khawatir saya kedinginan.” Kata Vanessa.

“Bagaimana dengan Dirga?” Tanya Brama.

Vanessa melongo. Dia tidak mengerti maksud ucapan Brama.

“Apa Dirga sudah menemuimu selama di pesta?” Tanya Brama kembali sambil mengoreksi pertanyaannya. Rupanya dia sadar jika Vanessa kebingungan.

“Ah saya baru bertemu Dirga tadi, ketika pertengkaran.” Jawab Vanesssa.

“Begitu rupanya.” Kata Brama.

Brama kemudian mengintruksikan seorang pria di dekatnya untuk memanggil Dirga. Vanessa baru menyadari jika ada orang yang selalu mendampingi Brama. Berdasaran pengamatan Vanessa orang itu adalah asisten pribadinya.

Pria itu datang membawa Dirga mengekor di belakangnya. Seorang Dirga yang angkuh terlihat sangat gugup di depan kakeknya sendiri. Apakah mungkin kakeknya memiliki watak berbeda di depan sang cucu? Batin Vanessa bertanya lagi kepada dirinya sendiri.

“Terimakasih Praha.” Kata Brama kepada pria tadi.

Praha mengangguk hormat. Kemudian dia berdiri lagi di belakang tempat Brama duduk. Meskipun Praha terlihat tidak jauh umurnya dengan sang kakek. Namun terlihat bagaimana kesigapannya dalam bertugas.

Brama melihat ke arah Dirga. Wajahnya langsung berubah menjadi tegas. Dirga yang menyadari apa yang terjadi langsung terlihat gugup.

“Dirga?” Sapa Brama kepada cucunya.

“Ya Kek?” Tanya Dirga.

Entah mengapa Vanessa sedikit menikmati pemandangan tersebut. Pemandangan seorang Dirga yang angkuh namun ciut di depan kakeknya sendiri. Jika diperbolehkan dan tidak dianggap kurang sopan tentu saja Vanessa ingin mengabadikan momen tersebut lewat ponselnya.

“Mengapa kamu membiarkan tunanganmu sendirian di pesta?” Ucap sang Kakek.

Dirga hanya bisa terdiam. Namun Vanessa bisa melihat sepintas tatapan kesal Dirga yang ditunjukan kepadanya. Membuat Vanessa menyesal sudah menjawab pertanyaan dari Brama Sastranegara.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   49. Keluarga Penuh Rencana

    "Tuan?"Dirga menengok ke arah Faisal. Dia sadar bahwa sedari tadi dia melamun. Parah sekali hari ini. Dia tidak bisa fokus sama sekali karena memikirkan Vanessa."Bisakah rapat dibatalkan? Sepertinya aku butuh angin segar," ucap Dirga.Faisal mengangguk. Dia pun sadar bahwa tuan mudanya sedang tidak dalam kondisi yang baik. "Saya akan urus pembatalan rapat hari ini. Kemudian saya akan membelikan beberapa obat jika memang anda memerlukannya."Tidak lama kemudian Faisal keluar. Menyisakan Dirga sendirian di sana. Dia kemudian kembali memikirkan Vanessa. Apakah benar bahwa orang yang ada di dalam rumah tunangannya itu adalah orang lain. Jika memang benar, mengapa Silvia diam saja? Malah seakan dia mengetahui hal ini lebih dibandingkan dengan Dirga sendiri."Ini membuatku gila! Lebih baik aku memastikannya saja!" usulnyaKring....Telepon di ruangannya berdering. Dia kemudian mengangkat telepon kantor yang terletak di mejanya tersebut. Terdengar suara wanita da

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   48. Terjatuh

    "Ayo!" teriak Vanessa.Mereka sedang berjalan melewati jalan setapak kecil. Abraham mengikutinya dari belakang."Vanessa, ini aneh sekali," ucap Abraham.Gadis itu menengok. "Aneh? Apanya yang aneh? Apakah kamu sepertiku yang belum pernah menemui tempat seperti ini?""Bukan-bukan," bantahnya. Abraham mendengar beberapa cerita dari Silvia tentang Vanessa. "Sifatmu benar-benar berkebalikan dengan apa yang dia ceritakan.""Siapa?" tanya Vanessa. Dia memasang wajah kebingungan."Silvia, asistenmu," ungkapnya. "Menurut Silvia kamu adalah gadis kaya raya pendiam dan anggun. Namun yang aku lihat benar-benar berbeda.""Oh itu," Vanessa memutar bola matanya. Jelas saja jika Vanessa yang dahulu terlihat berbeda. Dia sudah diajari tata krama dan sopan santun. Membuatnya terkekang penuh dengan aturan. "Anggap saja setelah bertukar tubuh aku memiliki kepribadian yang baru.""Yah meskipun kamu berbeda dari Hana. Tapi dia pun sama, kalian ben

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   47. Silvia, Kamu Gagal!

    "Bintang sayang!" Clarissa memanggil lembut putranya."Ya Bunda?" jawabnya.Mereka berdua sedang makan malam di sebuah rooftop restaurant bintang lima. Clarissa terlihat puas sekali. Dia merasa bahwa dunianya perlahan kembali berpihak kepadanya."Bagaimana di perusahaan kakek?" tanyanya.Bintang menghentikan makannya. Dia mengajak ibunya makan di sini sebagai bakti, bukan untuk membicarakan perihal perusahaan. "Baik."Clarissa melihat ada yang tidak beres dengan putranya. Dia memang sudah bukan artis lagi, namun dahulu dia adalah seorang artis terkenal. Dia tahu kebohongan yang tertera dalam benak Bintang. "Katakan sayang, apa yang sebenarnya terjadi. Kakek memberikanmu posisi sebagai salah satu pegawai di sana bukankah sebuah kepercayaan yang bagus. Kenapa kamu tidak antusias?""Kita sedang makan Bunda, aku hanya tidak ingin membicarakannya." Bintang meneruskan makan. Mencoba mengalihkan perhatian sang bunda.Clarissa tidak puas. Dia

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   46. Gara-gara Mie Ayam

    "Kita naik lagi!" ucap Dirga."HAH!" Hana kaget dibuatnya. Pasalnya mereka sudah menaiki wahana tersebut sebanyak tiga kali. "Mau naik berapa kali lagi?""Entah, ini pertama kalinya aku menaiki wahana ini. Rasanya aneh, seluruh tubuhku bergetar, kita akan terus menaikinya berulang kali!" ucap Dirga.Hana memutar bola matanya. Niat untuk menjahili Dirga menjadi malapetaka untuknya. Dia tahu bahwa tuan muda itu belum pernah menaiki wahana rakyat biasa. Sayangnya dia benar-benar tidak menyangka bahwa Dirga malah kecanduan."Stop!" cegahnya. Hana tidak ingin naik wahana tersebut hingga keempat kalinya. Perutnya sudah melilit. Dia lapar, jika naik lagi dijamin seluruh isi perutnya akan meloncat keluar. "Lebih baik kita cari makan.""Baiklah, restauran mana yang akan kita tuju?" tanya Dirga.Hana tertawa. Dia tahu ini saatnya menjahili Dirga. "Kita tidak akan ke restauran wahai Tuan Muda CEO."Dirga terlihat kaget. Dia menatap tajam Hana. "

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   45. Pasar Malam

    "Apa yang bisa kamu tawarkan? Jika aku membantumu kembali ke tubuhmu yang semula?"Vanessa sedikit terkejut mendengar respon dari Abraham. Benar juga, seseorang pasti akan membantu jika memang ada hal yang bisa dia berikan. Gadis itu berfikir sejenak. "Apa yang kamu mau?"Abraham tersenyum melihat Vanessa yang menawarkan sesuatu. Kemudian dia mendekat dan membisikan sesuatu di telinga gadis itu. Vanessa mengangguk-angguk. Dia setuju dengan tawaran yang diberikan oleh Abraham.***"Vanessa? Kita sudah sampai!" ucap Abraham.Lelaki itu mengguncang tubuh Vanessa dengan lembut. Ternyata dia tidak sengaja tertidur. Di depan matanya terlihat jalan setapak dari tanah. Dia sempat ragu sejenak."Gimana? Mau melanjutkan?" tanya Abraham.Vanessa kemudian membuka sabuk pengamannya. Dia turun dari mobil. Diikuti oleh Abraham, mereka melakukan persiapan untuk menurunkan beberapa barang. Dari mulai ransel, peralatan memasak yang biasa dilakukan saat

  • Who Am I (Bahasa Indonesia)   44. Pantai

    "Apa kamu percaya kalau aku bukan Hana?" tanya Vanessa.Abraham masih duduk diam. Matanya menerawang seperti memindai pikiran Vanessa saat itu. Gadis itu menunggu jawaban. Akhirnya Abraham memejamkan mata sambil berkata, "tidak!""Bagaimana kalau itu adalah kenyataannya?" tanya Vanessa. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Sehingga dirinya menyentuh meja makan."Aku tidak percaya hal semacam ini Hana," ucap Abraham. Dia menyenderkan badan ke kursi di belakangnya. "Aku lebih percaya jika kamu memang kehilangan ingatan seperti halnya kata perawat di Rumah Sakit."Vanessa mengangguk. Memang tidak masuk akal jika dipikirkan. Dia yakin, dia bukan hilang ingatan. Tepat sebelum dia berpindah tubuh, Vanessa mengingat bahwa dia jatuh ke air. Dia kemudian terdiam cukup lama. Dia memikirkan apa penyebab dirinya masuk ke dalam air. Vanessa memegang kepalanya. Mencoba untuk mengingat-ingat.Abraham melihat gadis di depannya berperilaku aneh. Dia langsung mencon

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status