Share

17. Keping Keganjilan

Hari demi hari terlewati. Malam dengan cepat berganti. Matahari begitu cepat tiba. Hiruk-pikuk pagi mulai terdengar dari rumah Adiguna Effendi. Semua anggota Effendi sudah berkumpul di ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ibu Ratu masih sibuk di dapur bersama si anak tengah yang memang lebih familiar dengan dapur daripada dua saudaranya. Sementara sang kepala keluarga sudah duduk ditemani koran dan kopi. Fokusnya tidak pecah meski si sulung dan si bungsu berdebat.

“Eh, Bocil.” Rheyner senang sekali menyulut kekesalan adik-adiknya, terutama adik bungsunya yang emosinya memang paling meledak-ledak.

Fian tidak menyahut. Dia tidak suka dipanggil anak kecil. Sekarang Fian sudah masuk SMA. Menurut Fian panggilan itu tidak pantas diterimanya lagi.

“Heh, dipanggil juga.” Rheyner melempar sebuah anggur pada Fian.

Fian mendongak, mengalihkan pandangan dari gawai menuju Rheyner. “Siapa yang Mas panggil? Namaku Alfian Valentino Effendi kalau Mas lupa.”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status