"Lingga, tolong bawakan tas saya ke kelas. Saya mau ke kamar mandi dulu."
Ketiga laki-laki itu adalah si biang onar atau The Dude.
Lingga hanya meliriknya sekilas, tidak peduli dengan kedatangan telat mereka. Melihat mereka disana sudah bukan menjadi hal aneh lagi setiap harinya. Mereka yang selalu datang pukul delapan atau bahkan lebih, memakai seragam yang tida
Lingga menatap diam selembaran kertas yang berisikan soal latihan dihadapannya tanpa berkedip. Ia bukannya sedang fokus untuk mengerjakan soal latihan itu. Tapi matanya justru menatapnya kosong. Lebih tepatnya ia melamun, melamun memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan. Kejadian tiga hari lalu."Kak?"Lingga terkejut saat sebuah tangan dikibaskan tepat didepan wajahnya, membuatnya langsung tersadar."Kakak denger nggak aku ngomong apa?"Lingga menatap bingung Shakila yang duduk berhadapan dengannya dan hanya dibatasi oleh meja berukuran persegi."Kan, bener. Kakak ngelamun dari tadi." Ujarnya. "Aku dari tadi nanya yang ini, tapi kakak diem aja. Lagi ada masalah, kak?"Lingga masih terdiam menatap Shakila. Ia juga tidak mengerti, kenapa ia bisa jadi melamun memikirkan hal yang tidak jelas? Karena tiba-tiba saja pikiran itu melintas. Lingga pun mengalihkan pandangann
"Saya suka sama kamu."Kata-kata itu terus menerus terngiang semalaman dikepala Dinar. Kata-kata sederhana yang pernah Lingga ucapkan ketika pertama kalinya Dinar bertemu dan melihat laki-laki culun, dengan seragam rapih yang selalu dimasukkan ke dalam celana, memakai kacamata bulat minusnya, serta wajah yang dingin dan tatapannya yang tajam, mengungkapkan perasaannya pada Dinar saat itu.Bahkan kata-kata itu masih terus terngiang sampai sekarang.Kata-kata yang diucapkan dengan nada dan juga wajah datar tidak berekspresi yang sukses membuatnya menganga terkejut, namun mampu membuat seorang Dinar menganggukkan kepala menerima kata-katanya. Tidak ada rangakaian kalimat romantis seperti i love you, will you be my girlfriend? dan kata-kata lainnya, atau juga bahkan sebuah kejutan spesial seperti pemberian bunga, coklat dan boneka.Hanya beberapa kata itu. Dan kata-kata itu sekarang
Terik matahari melihat masuk melalui celah jendela yang berada tidak jauh dari keberadaan Lingga. Menyorotkan cahayanya pada buku yang sedang dibacakan oleh Lingga saat ini. Terlihat tidak merasa terganggu dengan adanya cahaya itu, tapi justru ada hal lain yang mengganggunya ditengah kefokusannya membaca bukunya.Lingga pun mendongak, mengungkapkan diam kursi kosong yang berlawanan dengan posisi saat ini. Ia selain memandang tanpa ada apapun ekspresi diwajahnya datar tidak bisa dijelaskan. sesuatu yang berada dikepalanya terus mengganggunya sejak tadi, dan membuatnya tidak nyaman.
"Bundaaaaaa."Suara teriakan keras Sheza sambil menuruni anak tangga terdengar menggema diruang meja makan pada pagi hari itu. Bunda yang sedang sibuk mempersiapkan sarapan pun mengintip dibalik konter dapur."Kenapa kak? Masih pagi kok teriak-teriak gitu sih? Pamali tau."Bunda berjalan menuju meja makan sambil membawa masakannya dan memperhatikan anak pertamanya yang memasang wajah tertekuk."Bunda liat binder aku nggak yang warna pink?" Sheza bertanya dengan wajah kusutnya. Bunda jelas menggelengkan kepalanya."Binder apa sih? Bunda nggak liat, kak."Sheza seketika memasang wajah sedih saat Bunda mengatakan tidak melihat barang penting itu. "Bunda beneran nggak liat?"Bunda menggeleng lagi. "Emangnya kamu taruh mana kemarin-kemarin? Coba di inget lagi."Sheza semakin mengerucutkan bibirnya dan menggeleng. "Aku lupa, Bun, makanya itu aku
Dinar dan Kean berjalan berdua melewati koridor sekolah yang ramai dengan lalu lalang para murid, meski saat ini bukan jamnya istirahat. Kean, yang hari ini merasa dirinya sedang terlihat lebih ganteng dari biasanya, dia berjalan penuh gaya layaknya Adam Levin yang sedang menyapa para fansnya dengan senyuman dan cengiran tebar pesona. Dinar yang berjalan disebelah Kean hanya menatapnya dengan malas. Ralat. Dinar tidak melihat bagaimana gayanya temannya itu sekarang, tapi dari banyaknya para siswi yang menatap terpana laki-laki itu, sudah membuat Dinar mengerti tanpa harus melihat bagaimana menjijikannya Kean seperti itu."Muka lo rasanya pengen gue lelepin ke wc.""Dih, sirik aja lo jadi orang." Lirik Kean jengah. "Gue tau kok, si Lingga itu nggak ada tai-tainya dari gue." Kean terkekeh yang kemudian mendapatkan pukulan dari Dinar tepat dikepalanya, yang membuatnya mengaduh kesakitan."Anj*r! Sakit, Ci!"D
Dinar terdiam menatap hadapannya dengan kosong. Kepalanya kembali teringat bagaimana kilas balik dulu saat ia masih bersama dengan Lingga. Bagaimana pertemuannya pertama kali, cara Lingga mendekatinya, menyatakan perasaannya, menjalin hubungan dengan lika-liku, kejadian-jadian manis, dan kata-kata dari Lingga yang tidak pernah Dinar lupakan sedikitpun. Seperti saat bagaimana ia bisa mulai mencintai Lingga dengan perlahan, saat Lingga yang tidak pernah mengatakan putus walaupun hubungan mereka tidak bisa disebut baik-baik saja, dan ketika Lingga pernah mengatakan sekali selama hubungan mereka terjalin. Dia mengatakan kalau tidak akan meninggalkannya. "Iya untuk hari ini." Seperti sebuah janji pernikahan yang diucapkan dengan sakral oleh Lingga, sekali, seumur hidupnya. Hanya hari itu, untuk selamanya. Itu yang Dinar pikirka
Dinar duduk diam melamun ditempat tidur berukuran King miliknya. Sejak terbangun dua jam yang lalu, tidak ada yang ia lakukan selain melamun, melamun dan melamun. Kepalanya terus memikirkan kejadian beberapa hari lalu di kelab.Dinar pikir, saat itu memang Lingga yang datang menjemputnya seperti yang biasa laki-laki itu lakukan ketika ia mabuk di bar atau kelab malam. Tapi nyatanya bukan. Wajah Lingga hanya ilusi yang Dinar gambarkan sendiri di kepalanya ketika itu saat mabuk. Dan ilusi itu terbentuk karena Dinar sendiri terlalu dan bahkan dikepalanya sudah dipenuhi oleh Lingga, kemudian ditambah ia sedang dalam keadaan mabuk. Seperti pada kenyataannya juga, sebuah minuman beralkohol jika dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan gangguan pada sel-sel saraf pusat, dimana bagian utama otak akan sangat terpengaruh.Dan itulah yang terjadi.Kepalanya juga memikirkan bagaimana bisa Juan selalu ada disaat ia sedang dalam kea
12 januari, 1 years ago. To Arvega: Taman. Send. Lingga menaruh ponselnya didalam tas dan kembali membaca bukunya yang sempat terganggu. Pesan masuk dari Dinar itu sempat mengganggu waktu luangnya yang biasa digunakan untuk membaca. Meski hanya sekedar membaca sebuah pesan, tapi rasanya sangat menganggu bagi Lingga. Namun kini ia sudah mencoba untuk kembali fokus. Suasana yang saat ini sedang tenang pun membuatnya lebih mudah kembali terlarut dalam bacaannya. Ditengah keseriusannya membaca, terdengar langkah kaki seseorang yang mendekat bahkan langsung mendudukkan dirinya dikursi kosong sebelahnya. Dan tanpa menoleh pun Lingga sudah tahu siapa seseorang itu. Tentu saja orang yang mengiriminya pesan tadi.