Share

1 | Ada Mayat Hidup di Hadapan Gadis Itu

BABAK 1: AWAY CINDERELLA

Dara berhati mulia

Tiba bersama kereta kencana

Pesonanya yang jelita

Memikat permata cintanya

Namun, nahas. Hilanglah sepatu kaca

***

Sebab, sebuah dongeng tidak pernah seindah itu.

"Cinderella?" 

"Ya, Bu?" 

"Hidupmu selesai."

Cinderella membeku. Baru kali ini tulang-tulangnya membatu ketika mendengar gertakan Ibu Tiri. Ia tahu Ibu Tiri sekadar mempermainkannya, sebab ancaman membunuh sudah jadi asupan telinga Cinderella hari demi hari. Namun, kali ini lain. Ibu Tiri tahu Cinderella berhasil ke istana dan menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Mengalahkan dua kakak tirinya yang malam itu bisa saja dipinang Pangeran, tetapi karena kehadiran Cinderella, Pangeran justru berpaling dari mereka dan memilih meminang Cinderella.

Cinderella telah melanggar larangan terberat Ibu Tiri: jangan pernah datang ke istana.

Jadi ini. Jadi ini alasan mengapa Ibu Peri tak pernah hadir dalam hidup Cinderella, mengapa Cinderella harus melakukan segalanya sendiri, dan semua ini ada kaitannya dengan mengapa Ibu Tiri tak pernah menunjukkan telapak tangannya.

Segulung asap gelap membumbung pekat di atas tongkat sihir Ibu Tiri. Kakak Tiri Pertama terisak, "Bunuh dia Ibu! Bunuh Cinderella!" 

Asap bergerumul, kilat-kilat kecil menguar dari bubungan, lalu bola api terbentuk. Tanpa uluran waktu, api yang bergulung-gulung terlempar melewati kepala Cinderella. Gadis itu terjatuh, setengah rambut pirang gadis itu hangus, menjadikannya panjang di satu sisi, dan terpangkas hancur di sisi lain. Hangus. 

Bola api menggulung lagi. Cinderella merangkak ke seberang ruangan, mencoba menggapai pintu keluar. Segulung bola api berdentum menghancurkan dinding rumahnya. Sekarang, semua pertanyaan terjawab: Ibu Tiri adalah Ibu Peri yang selama ini Cinderella tunggu. Ibu Tiri adalah seorang penyihir. 

Kakak tiri pertama, Drizella berteriak marah karena Cinderella masih saja bernapas. Gelas kaca yang telah pecah dilempar, Cinderella memekik sambil melindungi tubuhnya. Kepingan kaca pecah berserakan di belakang Cinderella. Pandangan gadis itu terhenti mendadak, tubuhnya melemah tiba-tiba, bahkan melangkah menuju pintu pun ia tidak sanggup. Cinderella memandang ubin. Cairan merah mengalir deras di bawahnya, ia meraba dada kirinya dan tampaklah sebilah kaca mencuat menembus jantungnya. Ia gagal melindungi tubuhnya dari serangan Drizella.

Derak roda dan derap tapal kuda terdengar dari luar pintu. Sang Pangeran turun dari kereta kudanya. "Cinderella...." Kata-katanya terhenti begitu melihat gadis pinangannya telah tergeletak tak bernyawa di kediaman Nyonya Tremaine dan dua putrinya yang berhasil melenyapkan diri entah ke mana. 

"Pangeran Charming!" Cinderella membuka mata. 

Dedaunan hijau memenuhi penglihatannya. 

Mimpi? 

Cinderella kemudian duduk dengan tenaga yang tersisa.

Tiba-tiba sosok mengerikan muncul di hadapannya.

Cinderella berteriak nyaring.

Laki-laki berambut cokelat yang setengah botak, kulit pucat, sayatan basah tampak menggores tiap sisi tubuhnya. Busana pelayan pemuda itu tampak compang-camping dengan robekan yang berlumur darah kering. Bagian wajah adalah yang terburuk. Ujung bibirnya sobek, hidungnya bengkok, dan kedua matanya cekung tak terurus. 

Cinderella berteriak panik, lalu tergopoh bangkit untuk berlari. Laki-laki itu menahan lengannya. Cinderella menoleh, pekikannya semakin menjadi.     "Lepaskan! Lepaskan aku, Buruk Rupa!"

"Hei!" Laki-laki buruk rupa itu menarik lengan Cinderella hingga gadis itu terduduk. "Lancang sekali! Lihatlah dirimu! Kau tidak lebih baik dariku."

Cinderella terhenti dari kepanikannya. Tak paham maksud ucapan laki-laki itu. Ia lalu melirik ke bawah dan melihat tubuhnya sendiri.

Kulit pucat, rambut pirang yang hangus setengah, kaki tak beralas, gaun kotor yang sobek di bagian kiri, dan lumuran darah merembes dari pecahan beling yang mencuat mengerikan dari jantungnya. Ia mencari-cari genangan air, lalu berkaca; wajahnya kurus dan rusak. Ia tak lebih dari sesosok mayat hidup. 

Cinderella lagi-lagi berteriak.

Tiba-tiba kilasan Ibu Tiri, kedua kakak tirinya, dan wajah Pangeran mulai berkecamuk dalam kepalanya. Ini bukan mimpi. Semua kejadian itu benar adanya.             Jadi, ia betul-betul telah kehilangan semuanya? Rumah, pakaian, Pangeran dan ... dirinya sendiri.

"Tidak ... tidak, tidak." Mata Cinderella meliar, pikirannya berputar-putar, ia merasa buyar. Karena berteriak pun dirasa tak lagi membantu, Cinderella berakhir menangis. Menutup wajah dan mulai mengacak rambut putus asa. Ia terus menjambaknya hingga helaian pirang itu tercerai-berai.

"Hei, hei!" Laki-laki tadi menahan lengan Cinderella. "Hentikan! Rambutmu takkan tumbuh lagi nanti! Bagian-bagian tubuhmu jadi rapuh dan tidak akan sembuh, karena kita bukan lagi manusia. Sekarang, kita adalah mayat hidup. Lihat." Ia menunjukkan jari kelingkingnya yang sekarang hanya jari buntung dengan tulang mungil yang keluar dari tengahnya. "Aku mencopotnya sendiri dan aku menyesal."

Cinderella memperhatikan dengan ngeri, lalu ia semakin menangis. "Aku tidak mau. Tidak seharusnya aku berada di sini, seharusnya aku sudah hidup bahagia bersama Pangeran di istana sana." Ia masih menangis.

"Hah ...?" Lama si laki-laki tercenunug."O-oh! T-tunggu dulu," kaget si laki-laki. "Jadi, kau adalah gadis cantik yang datang ke pesta dansa tadi malam?! Kau—kau Cinderella? Astaga, kau jelek sekali sekarang."

Tangis Cinderella mereda, wajahnya penuh terka. "Kau ada di sana juga?"

"Hm, ya. Aku mengintip melalui jendela."

"Jadi, sebelum pesta, kau manusia hidup sepertiku?"

"Ah, sebetulnya begini." Laki-laki itu mengusir lalat yang menempel di telinganya. "Aku sudah lama mati. Hanya saja, aku dulu tinggal di istana itu. Jadi, ketika aku tahu Pangeran mengadakan pesta besar-besaran, aku diam-diam ke sana dan mengintip melalui jendela. Lalu aku melihatmu. Begitu."

Cinderella mencerna ucapan laki-laki di hadapannya. Ia lalu mengamati pakaian laki-laki itu. "Kau adalah ... pelayan istana?"

Laki-laki itu mengangguk. "Pelayan termuda dan sahabat setia Pangeran Charming. Dahulu."

"Dahulu?"

"Ya, kami bersahabat ketika masih seusia. Sekarang, seperti yang kau lihat, usia Pangeran jauh mendahuluiku."

"Oh, memangnya berapa usiamu?"

"Enam belas."

Cinderella terkejut. Usia laki-laki di hadapannya sebaya usianya sekarang. Mungkin ini aneh, tetapi Cindrella merasakan sedikit kelegaan seperti menemukan teman setelah sekian lama tidak memilikinya. Cinderella lalu mengulurkan tangannya. "Siapa namamu?"

Laki-laki itu terlihat ragu, tetapi ia menjabat tangan Cinderella pada akhirnya. "Charles. Charles Will."

Cinderella tersenyum. "Halo, Charles. Tampaknya, kau baru saja mendapat teman mayat hidup baru. Dan ya." Cinderella mengedikkan bahu. "Gadis jelek yang kau pandang sekarang adalah Cinderella."

Hubungan pertemanan itu pun mulai terjalin secara janggal. Sejanggal kisah-kisah dongeng dalam ramalan negeri Sepatu Kaca yang tidak semestinya Cinderella alami sekarang. Kebahagiaan yang sudah sejarak pandangan mata mendadak terenggut, lebih dari itu diluluhlantakkan kuasa-kuasa mereka yang durjana.

Dara berhati mulia

Tiba bersama kereta kencana

Pesonanya yang jelita

Memikat permata cintanya

Namun, nahas. Hilanglah sepatu kaca

Cinderella sendiri tak tahu bahwa ternyata ialah sang pelakon kisah dari negeri Sepatu Kaca. Tetapi malam itu tidak ada kereta kencana. Cinderella tiba di istana dengan keringat sendiri, dan ia pulang bukan oleh ancaman terpatahnya mantra seperti yang banyak dikisahkan orang-orang tentang ramalan itu. Ia pulang sebab bertatap mata dengan sang Ibunda, lalu ia melarikan diri dan tersandung meninggalkan sepatu kaca.

Di Dunia Dongeng, setiap negeri memiliki nama berdasar atas ramalan-ramalan yang tersebar di antara mereka, dan di negeri Sepatu Kaca, ramalan itu rupanya telah terjadi, namun tidak sebagaimana mestinya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status