Yitan sengaja mengajakku jalan-jalan. Katanya, agar aku tidak terlalu stress.
Kami pergi shoping, makan, nonton. Semua kulakukan bersama mantan calon adik iparku.
Lumayan. Kegiatan hari ini, membuatku jauh lebih tenang dan fress.
Terakhir, sebelum kami pulang, Yitan mengajakku untuk memanjakan diri dengan cara mengikuti pijat relaksasi.
Nyaman, sangat nyaman. Di mana semua badan terasa pegal, pijat relaksasi membuat badanku terasa lebih ringan, pikiran pun terasa damai.
"Yitan, terima kasih ya, kamu sudah membuatku segar kembali. Lain kali, kita ke sana lagi," ajakku, ketagihan.
Yitan pulang setelah mengantarku pulang. Salah. Seharusnya aku yang mengantarnya pulang, kan? Kenapa jadi kebalik?
Yitan mengantarku pulang karena memang kami pergi menggunakan mobilnya.
"Sama-sama, Kak. Yitan juga seneng bisa buat kakak seneng lagi," ucapnya, senyum manis terkembang dari bibir imutnya.
"O iya, Yitan juga mau sekalian pamit, Kak.
Sepanjang perjalanan tadi Kak Zao terus diam, bahkan setelah sampai di rumah. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Aku justru kembali teringat, akan ucapan Kak Zao yang memintaku untuk terus bersamanya sampai hari pernikahan.Apa maksud perkataannya? Ingin sekali kutanyakan, tapi takut Kak Zao marah.Mungkinkah Kak Zao takut, dengan apa yang menimpaku tepat beberapa jam sebelum menikah?Kak Zao takut meninggalkanku, atau aku yang meninggalkannya?"Istirahatlah, jangan mikir yang aneh-aneh. Aku masih ada urusan." Kak Zao langsung beranjak pergi menuju ruang kerja.Hah? Apa ini? Belum juga nanya, sudah disuruh istirahat.Baru saja pukul 9 pagi. Masih ada banyak waktu sebelum istirahat malam.Kulangkahkan kaki menuju taman belakang. Berniat membaca buku novel yang bertema pernikahan di sana.Dengan santai, duduk di kursi ayunan yang selalu kulakukan sejak dulu."Astaga, pemeran utama laki-lakinya dingin banget sih, ke
Tinggal bersama dalam satu rumah. Bukan sebagai nona besar dan asisten. Melainkan sebagai pasangan suami istri. Bahkan kami akan tinggal dalam satu kamar juga satu tempat tidur."Kalian berdua telah resmi menjadi suami istri. Untuk suami, silahkan mencium istrinya." Pendeta mengatakan hal itu setelah kami memasangkan cincin di jari pasangan.Apa yang harus kulakukan? Aku mencium Kak Zao, tradisi ini memang sangat sulit kulakukan, tapi tetap harus dilakukan. Karena memang seperti itulah tradisi yang sudah turun temurun.Pasangan pengantin yang telah resmi menjadi suami istri, harus melakukan adegan intim dengan penyatuan bibir. Orang dulu bilang, hal tersebut dilakukan sebagai ritual penyempurna prosesi pernikahan.Awal hidup baru. Di mana kedua mempelai akan jauh lebih intim lagi.Aku mempersiapkan diri. Memang sedikit gugup, kupejamkan mata dan bersiap menerima ciuman pertama se
Semburat cahaya menerangi indera. Rona kegelapan tersingkir segera. Menapaki jalan kasar guna membangkitkan keberanian yang besar.Cantik, pintar, memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni. Calon penerus Grup Annhua, perusahaan terbesar di Negara C. Itulah aku, Liu Fannyi.Tidak ada pria yang tidak tergila-gila dan tidak kagum padaku. Hampir semua pria menyukaiku, tapi tidak ada satupun dari mereka yang berani mendekat.Status keluarga membuat mereka enggan untuk bersahabat. Meski terpikat dengan pesonaku, semuanya mundur sebelum mencoba."Xiaoyi." Laki-laki gagah, berbadan kekar nan rupawan itu menghampiriku di taman belakang rumah.Aku selalu menikmati indahnya senja di tempat itu, setiap sore meluangkan waktu meski hanya sesaat. Menghirup harum bunga yang selalu menunjukkan eksotismenya. Harum, indah berwarna-warni."Hm," jawabku singkat.Sore ini aku berbaring di sebuah kursi ayunan, hal yang selalu kulakukan sejak kecil bersama a
"Xiaoyi, kamu harus menikah dengan salah satu laki-laki dari kandidat yang nenek pilih," ucapnya.Deg.Jantung seakan berhenti berdetak, napas terasa tertahan, hati terasa sakit. Bagaimana bisa nenek menyuruhku menikahi seorang pria yang tidak aku kenal sama sekali?Beliau datang tiba-tiba hanya untuk menyuruhku menikah?"Aku tidak mau," jawabku, langsung menolak.Nenek sudah pasti marah mendengar penolakanku. Aku tidak peduli. Kebahagiaan dan masa depan, hanya kita yang bisa menentukan."Xiaoyi," geram nenek seakan ingin menelanku hidup-hidup."Kamu adalah penerus Grup Annhua. Setelah usiamu mencapai 23 tahun, semua tanggung jawab Annhua akan diserahkan ke tanganmu." Ternyata, demi harta warisan ayah, nenek sampai memaksaku menikah.Beberapa bulan ini, nenek memang selalu mengenalkan beberapa pria kepadaku. Semua langsung kutolak, tanpa melihat dan memperhatikan siapa orangnya.Liu Fannyi tidak suka dipaksa. Selalu bert
"Sudahlah, aku batalkan saja acara pernikahan kita," ucap Kak Zao, berlalu meninggalkan kamarku."Pernikahan kita? Maksudnya?" tanyaku sedikit bingung.Kak Zao tak mengindahkan panggilanku, dia terus berjalan menuruni anak tangga hingga sampai di depan kamarnya."Mungkin akan lebih baik kalau kamu menikahi laki-laki yang dipilih oleh Nyonya Chen," serunya sebelum memasuki kamar.Apa maksud ucapannya? Nenek memintaku untuk menikahi laki-laki dari Negara X atau Kak Zao? Mengapa pula Kak Zao bersedia menerima permintaan nenek, benarkah dia sedang menyelamatkanku?Beruntung sekali yang menjadi keturunan seorang cenayang, dia bisa menuruni bakat untuk mengetahui isi hati dan pikiran seseorang. Tidak perlu menerka-menerka, tidak perlu membayangkan, semua akan terlihat hanya dengan kemampuan dan bakat.Kembali kubaringkan tubuh di ranjang empuk yang menjadi alas tidurku setiap malam. Pikiranku terus melanglangbuana entah ke mana. Apa tujuan nenek s
Pagi itu, Kak Zao membawaku ke sebuah restoran. Dia duduk cukup jauh dari tempatku berada, posisinya sangat pas untuk mengawasi gerak-gerikku.Kak Zao memintaku untuk menghampiri seorang pria di meja nomor 13, ternyata sebelumnya mereka telah janjian lebih dulu.Wajah memang tampan, karir juga mapan, hanya satu yang kurang dari pria di hadapanku ini, dia bukanlah pria idaman.Terlalu banyak bicara, senyumnya terlihat sekali dibuat-buat. Aku tidak menyukai pria yang seperti itu. Salah satu kreteria pria idamanku itu harus cuek dan dingin, tapi adakalanya bersikap romantis dan perhatian.Tidak harus setiap hari, yang pasti pria itu bisa menempatkan suasana romance di situasi yang tepat."Hhh, sudah berapa jam sih ini? Mau sampai kapan dengerin ceramah?" keluhku dalam hati.Kulirik Kak Zao yang terus mengawasi di belakang pria membosankan ini, tidak ada reaksi. Ingin sekali kuakhiri acara yang tidak jelas, tapi apa daya, Kak Zao pasti melapor p
Kami berdua kembali ke rumah setelah mengunjungi makam ayah. Ada perasaan lega setelahnya."Bagaimana? Sudah lebih baik?" tanya Kak Zao, menghampiriku.Kubaringkan diriku di sofa ruang tengah, tidak ada perasaan tak nyaman atau malu saat Kak Zao melihat tingkahku. Cuek saja, tidak perlu menganggapnya benar-benar ada, karena dia sendiri juga begitu."Baik apanya? Aku masih kesal, kenapa Kak Zao bilang kalau pria itu adalah pria yang baik?" protesku, tidak setuju dengan kesimpulan yang diambil Kak Zao saat di rumah nenek tadi.Kak Zao langsung membawaku ke rumah nenek setelah menemui pria di restoran itu. Karena nenek sudah meminta Kak Zao untuk memberikan pendapatnya, sudah pasti langsung dilaporkan segera."Kenapa?" tanyanya."Kenapa Kak Zao bilang? Harusnya jawab saja dia bukan pria yang baik," kataku, merubah posisi menjadi duduk dan menyilangkan tangan di depan dada."Aku selalu berkata jujur. Lagipula, pria itu adalah cucu dari sa
Meninggalkan ruangan Wakil Direktur dengan perasaan tak menentu. Beberapa orang masih berada di lobi, karena di sanalah mereka bekerja.Masih tersenyum dan menunduk hormat padaku, tak berniat mengindahkannya. Aku terus berjalan tanpa mempedulikan mereka, ataupun anggapan mereka nantinya.Melewati pintu utama, supir telah menyambutku di sana. Memberiku hak istimewa dengan membukakan pintu.Tidak tau mengapa ada perasaan kecewa dan sedih yang kurasakan. Aku memang menyukainya, tapi tidak tau akan seperti ini jika mendengar penolakan seperti itu dari Kak Zao.Sepanjang perjalanan, aku mencoba meyakinkan diri, tidak akan bergantung lagi pada Kak Zao mulai hari ini.Saat itu, netra menangkap sosok pria yang kukenal. Dia tengah berdiri di toko bunga. Pikiranku melayang, untuk siapa bunga itu?Kembali teringat ucapan Kak Zao akan adanya seseorang yang datang mengunjungiku malam ini. Mungkinkah dia orangnya? Astaga, bertemu pria itu lagi.Kul