Share

YOU AND US
YOU AND US
Penulis: Nyaon

Awal

Matahari sudah bersinar terang menyinari bumi, padahal jam baru menunjukkan pukul 06.03 pagi.

Seorang remaja laki laki berambut hitam terbangun karna merasakan sedikit rasa panas menerpa kulitnya yang pucat. Remaja itu terduduk sebentar untuk mengembalikan arwahnya yang berkeliaran ditengah malam.

"Masih jam 6 pagi.." gumam remaja itu masih sedikit mengantuk.

"Dion! Hari ini kamu PKL kan?" teriak wanita paruh baya dari arah bawah membuat Dion terlonjak kaget.

Dion buru buru masuk ke kamar mandi dan bersiap diri untuk pergi ke Semarang, karna pihak sekolah mengirimnya ke Apotek di desa di salah satu kota Semarang untuk melakukan kegiatan PKL bersama temannya yang lain.

"Dion!"

"Iya mamah! Ini Dion udah siap," ujar Dion membuka pintu sambil menampilkan senyum kepada mamahnya.

Mamah Dion menghela nafas lelah melihat penampilan anaknya, memang rapih namun rambut Dion berantakan.

"Baju rapih, tapi rambut gak, sama aja bohong Dion," ujar sang Mamah sabar menyisir rambut anaknya lembut dengan jari.

Setelah selesai Dion segera berpamitan pada mamahnya karna teman Dion sudah berada didepan rumah.

"Sara--"

"Di stasiun mamah!" seru Dion mengambil roti dimeja dan bergegas ke pintu depan, mamah Dion hanya menggeleng pelan melihat tingkah anaknya, ia berharap semoga Dion baik baik saja disana.

Suara gemerisik orang stasiun menghiasi pendengaran Dion dan kedua temannya.

"Duh masih sempat gak ya?" ujar remaja perempuan berambut pirang dan berkulit sawo matang khawatir.

"Pasti sempat, toh masih jam 7," jawab remaja laki laki berambut hitam seperti Dion dengan tenang.

"Kenapa kalian tenang banget sih? Kita itu mau PKL diluar kota loh, di desa lagi," ujar perempuan itu kesal.

"Ian! Delna! Ayo, keretanya udah Dateng!" potong Dion membuat Ian dan Delna berhenti bertengkar.

Mereka segera bergegas menuju tempat pemberhentian kereta yang akan membawa mereka ke Semarang.

•••

Suasana segar ala pedesaan menyambut Dion, Ian serta Delna. Pemandangan sawah yang sedang musim panen menambah kesan indah.

Dion kemudian mengecek ponsel pintarnya ketika ia dan teman-temannya keluar dari stasiun. Ian juga melakukan hal yang sama sedangkan Delna hanya menatap sekitar khawatir, gadis itu tidak terbiasa tinggal di desa.

"Apotik sa .. tu?" ujar Dion sedikit bingung kala melihat nama Apotik tempatnya PKL.

"Mungkin karna di desa jadi nama Apotik nya gitu," ujar Ian lalu mengangkat telepon yang Dion duga itu adalah telepon dari Kepala Desa.

"Iya .. heem .. baik terima kasih Pak," ujar Ian menutup telepon lantas kembali memainkan jarinya diatas layar ponsel.

"Dimana tempatnya Ian?" ujar Delna sembari menyemprotkan parfum pada tubuhnya.

"Alay," ujar Ian menyindir Delna yang menurutnya terlalu berlebihan, "ikuti aku, tadi Pak Hendra udah ngasih tau alamat Apoteknya," lanjut Ian segera berjalan di depan kedua temannya yang masih sibuk sendiri dengan dunia mereka.

***

Bangunan putih dengan ukuran tidak terlalu besar terpampang dihadapan Dion, Ian dan Delna. Diatas bangunan itu terdapat tulisan 'Apotik Satu' berukuran besar. Kaca jendela transparan menampilkan berbagai barang serta obat yang ada di dalam Apotik tersebut.

Dion berjalan mendahului kedua temannya kemudian masuk kedalam Apotik itu disertai senyuman manis.

"Permisi Kak, saya Anak PKL," ujar Dion sopan pada seorang Karyawan yang tengah menghitung uang dikasir.

"Anak PKL?" ujar Karyawan itu ketika melihat Ian dan Delna masuk.

Dion menengok kebelakang lalu kembali menghadap ke arah Karyawan.

"Iya, kami bertiga Anak PKL." Ian mengangguk membenarkan perkataan Dion.

"Baik, tunggu sebentar ya dik." Karyawan itu kemudian menaruh kembali uang yang ia hitung, mengunci kasir dan segera pergi kebelakang.

Delna melihat sekeliling, ada sedikit kekaguman terpancar dari raut wajah Delna. Apotik tempatnya PKL lumayan bagus, letak tata obatnya pun rapi, dan yang lebih penting lagi adalah tempatnya bersih. Delna pikir Apotik di desa itu kumuh dan berantakan.

Ketiganya menunggu lama, suasana canggung pun tak terelakkan. Dion yang biasanya terkenal cerewet sekarang hanya diam memainkan Handphone, Ian lebih memilih untuk berkeliling. Walaupun ia pendiam, tetapi rasa ingin tahunya sangat besar, terkadang lelaki itu bertanya pada Karyawan khasiat dari obat yang ia lihat.

"Halo, maaf menunggu lama."

Seorang wanita berkisar umur 30 tahunan datang menghampiri Dion dan Delna. Senyuman hangat wanita itu lontarkan pada Dion dan Delna serta Ian yang baru selesai berkeliling.

"Ahh iya tidak apa apa Bu," ujar Dion tersenyum kikuk.

"Mari bicara di dalam," ujar wanita itu mempersilahkan Dion dan kawan kawan masuk ke bagian belakang.

Sang wanita membuka pintu perlahan kemudian masuk diikuti oleh Dion, Delna dan Ian. Kursi tamu adalah hal pertama yang mereka lihat, disusul meja kaca serta Televisi besar. Mereka kemudian duduk di kursi panjang setelah diperbolehkan untuk duduk oleh pemilik Apotik.

"Boleh saya tau nama kalian?"

"Saya Dion Pratama, biasa dipanggil Dion," ujar Dion memperkenalkan diri disertai senyuman manis, tanpa sadar wajah Delna memerah melihat senyum Dion.

"Saya Ian," ujar Ian singkat dengan wajah datar.

"Hanya Ian?" tanya Wanita itu heran, baru pertama kali ia dengar nama seseorang hanya satu kata. Ian lalu mengangguk mengiyakan perkataan wanita itu.

Wanita itu membuang nafas kemudian kembali tersenyum, ia lalu menunjuk Delna untuk memperkenalkan diri.

"Saya Magdadelna Kumala Sari, Ibu bisa panggil Delna," ujar Delna tersenyum sombong.

"Baik. Nama Ibu, Salma Kenongo. Kalian bisa panggil Ibu Salma," ujar Ibu Salma, yang lain hanya ber-oh ria.

"Kalian bisa mulai PKL besok, untuk sekarang kalian bisa menemui Kepala Desa atau mungkin mempelajari obat di Apotik ini terlebih dahulu," jelas Bu Salma panjang lebar.

Mereka bertiga berdiri lalu pamit dan segera keluar dari ruang tamu.

"Aku mau belajar obat dulu disini, sekalian kenalan," ujar Ian sedikit gugup, ini pertama kalinya ia harus berkenalan dengan orang asing, biasanya orang asing lah yang akan berkenalan terlebih dahulu, bahkan jika kalian tau sebenarnya saat bertanya tentang obat pada salah satu Karyawan, tubuh Ian berkeringat dingin.

"Baiklah, aku dan Delna akan bertemu dengan Kepala Desa," ujar Dion tanpa bertanya Delna setuju atau tidak untuk ikut dengannya.

"Ckk, baiklah aku ikut," balas Delna sebal tetapi tetap memilih untuk ikut Dion.

Mereka pun berpisah untuk  melakukan rencana mereka.

Kini Dion sampai di rumah Kepala Desa, lelaki itu masuk terlebih dahulu karna pintu tidak di kunci.

"Permisi .. pak Hendra?" tanya Dion sopan kala melihat seorang pria tua berjalan keluar dari kamar.

"Dion ya? Mari, silahkan masuk," ujar pak Hendra mempersilahkan Dion serta Delna untuk duduk.

"Ingin minum apa?" tanya pak Hendra kemudian memanggil anaknya untuk membuatkan minum.

Dion menggeleng, "tidak perlu pak, kami tidak haus, benarkan Delna?"

Delna awalnya terlihat senang karna ia akan mendapat minum, namun setelah Dion menanyakan hal itu, rasa senangnya menghilang dan terpaksa menolak tawaran pak Hendra.

"Kalian ingin cepat cepat mengetahui tempat tinggal kalian ya?" ujar Kepala Desa seakan mengerti bahwa sebenarnya Dion ingin beristirahat.

Dion hanya terkekeh sambil menganggukkan kepala pelan.

"Kalau begitu bapak ini alamat tempat tinggal kalian." Pak Hendra lalu menyerahkan secarik kertas berisi jalan serta ciri ciri rumah yang akan mereka tinggali.

"Terima kasih Pak." Dion melangkah keluar diikuti Delna dibelakang.

Setelah keluar Delna bergumam tidak jelas, "nanti kubelikan minum," ujar Dion seakan mengerti isi hati Delna.

"Ian gimana?" tanya Delna mensejajarkan langkahnya dengan Dion, "udah ku kirim ke Ian."

Di tempat Ian ..

Tring!

Ponsel Ian berdering menandakan pesan masuk. Ian lantas membuka pesan itu lalu tersenyum tipis, ia lalu berpamitan pada Karyawan disana dan segera beranjak pergi menyusul Dion serta Delna.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
adiwahyubowo
This is one of the best story I've read so far, but I can't seem to find any social media of you, so I can't show you how much I love your work
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status