"Delna?" lirih Dion terus menatap sosok seorang gadis yang tengah menari seorang diri dipinggir panggung.
Semua penonton semakin bersorak senang ketika Delna menaikkan tempo kecepatannya menarinya. Walau samar, Dion dapat melihat rasa lelah tampil diwajah Delna.
Perasaan takut yang sebelumnya hinggap langsung tergantikan dengan perasaan iba. Entah kenapa firasatnya mengatakan jika Delna sedang meminta bantuan.
Dengan perlahan Dion menuruni tanjakan. Pertunjukkan itu seperti berada ditengah lubang dalam.
"Aw!"
Dion langsung menutup mulut rapat rapat, takut jika ia menjadi pusat perhatian. Namun sepertinya 'orang-orang' itu asik menonton pertunjukkan yang terpampang dihadapan mereka, Dion diam diam bersyukur akan hal itu.
"Gimana cara nyelamatin Delna tanpa memancing perhatian?" gumam Dion langsung menatap sekitar dengan hati hati.
Otak Dion paksa untuk berfikir lebih, "bayangkan kalau ini game," batin Dion masih berusaha mencari cara.<
Delna dan Dion membulatkan kedua mata mereka, tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini. Namun dari hati paling dalam Delna dan Dion juga bersyukur kepada Tuhan.Melupakan rasa syok, kini Dion tersenyum lebar, bahkan sangat lebar hingga menampilkan deretan gigi rapi milik Dion. Begitu juga dengan Delna, gadis itu tersenyum sesaat sebelum akhirnya berdiri dan menghampiri seseorang yang diam diam Delna rindukan."Ian!" sapa Delna sedikit keras, membuat sang empu nama menutup telinga rapat rapat."Baru juga dateng," lirih Ian menatap sebal kearah Delna sembari mengusap telinga sebelah kanan.Bukannya merasa bersalah Delna justru membalas tatapan Ian, Delna tidak mau mengakui rasa rindunya pada Ian."Ian!"Saat hendak kembali bicara, Dion memotong ucapan Delna dengan cara berseru memanggil Ia
"Setelah itu, tanpa fikir panjang aku langsung menerima tawaran dari sosok itu," jelas Ian mengakhiri ceritanya dengan suara serak, ia lelah bercerita panjang lebar, tenggorokannya terasa kering namun tak ada air yang bisa Ian minum. Ketika Ian sedang sibuk mengurusi tenggorokan, Dion tiba tiba saja menghambur kedalam pelukan Ian, Dion terharu karna Ian rela tersiksa demi dirinya. "Terima kasih sahabatku~" ungkap Dion sedikit berlebihan menurut Ian. Mengabaikan cerita Ian sesaat, Delna bertanya pada Dion, "setelah mendengar cerita tadi, apa kamu ingat .. semuanya?" Dion langsung melepas pelukannya dengan Ian. Termenung sebentar sebelum menjawab, "gak terlalu sih, cuman ingetlah dikit dikit," jawab Dion sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Delna menghela nafas lelah mengetahui hal itu, bagaimana nanti ketika mereka pulang lalu diminta presentasi selama mereka PKL tetapi Dion hilang ingatan? Akan sangat tidak lucu jika Delna harus b
"AAAA!"Delna terbangun dengan nafas terengah-engah, semua orang sedang mengerumuni dirinya saat ini, mereka semua menatap khawatir kearah Delna."Kamu gak pa pa? Dari tadi kamu terus berteriak," ujar salah satu pemuda yang berada disamping Delna."Ini, silahkan minumnya dek," ujar seorang ibu memotong kerumunan dengan secangkir teh hangat ditangannya.Delna termenung, otaknya memproses semua kejadian yang ia alami hari ini, terasa sangat cepat dan .. tak masuk akal."Dek?" panggil ibu itu lagi kembali menyodorkan teh hangat."Semuanya tenang, mungkin adek ini sedang syok."Seorang pria tua disertai peci putih dikepalanya datang memotong kerumunan, beberapa orang ada yang langsung pulang begitu pria itu datang, sebagian lagi lebih memilih untuk menetap."Ibu Ratih, taruh tehnya terlebih dahulu disana ya, biar saya yang urus," ujarnya mengibaskan tangan diudara sebagai isyarat agar semua orang yang ada disana pergi."Baik
Ruangan gelap merupakan hal yang pertama kali Delna lihat, rasa sesak dan pengap membuat Delna ketakutan."Ian .. ? Dion .. ? T-tolong .. " tanpa sadar Delna memanggil kedua temannya itu.Rasa sesak yang Delna rasakan semakin membesar dan itu menyakiti dirinya. Delna butuh pertolongan, namun tak ada siapa siapa disini, hanya ruangan gelap."Kumohon, siapapun .. "Isakan kecil lolos dari mulut Delna, dirinya merasakan ketakutan yang amat mendalam sekarang. Wajah Ian dan Dion sempat terlintas dibenak gadis itu."Maaf .. maaf .. "Kejadian beberapa hari lalu tiba tiba saja terputar seperti film. Rasa bersalah langsung menghantui Delna."Kenapa kamu gak nyelamatin kami?"Tiba tiba saja Dion dan Ian muncul tepat dihadapan Delna, wajah mereka berdua rusak dan tampak sangat mengerikan. Delna bahkan merasakan jika isi perutnya terasa seperti diaduk aduk."Delna?" panggil Ian langsung mendapat bentakan dari sang empu nama.
Suara riuh anak anak terdengar oleh indra pendengaran Delna. Sudah dua Minggu berlalu sejak kejadian itu. Delna tak mengalami gangguan lagi setelah mengobrol dengan Sintia.Padahal Delna tak menceritakan apapun tentang kejadian saat dirinya PKL, namun Sintia seolah mengerti dan tidak bertanya lebih lanjut, terkecuali bertanya tentang materi yang disampaikan saat PKL."Hei, lihat, itu Delna!"Saat tiba di lorong, semua anak menatap Delna sinis. Anak yang terlanjur membenci Delna kini semakin membenci anak itu, anak yang dulunya ingin berteman dengan Delna jadi menjauhi Delna.Delna berjalan menunduk, padahal moodnya sempat membaik ketika memasuki sekolah, penjaga serta petugas kebersihan saja menyapa Delna tadi.Namun lihatlah anak anak yang ada disekolah ini. Beruntunglah bagi Delna karna kelas yang lebih junior dan kelas senior belum mendengar kabar tentang kejadian yang dialami Delna.Tetapi cepat atau lambat kasus ini pasti akan tersebar
Delna berjalan tertatih kearah kamar mandi perempuan yang terletak dibelakang sekolah. Walau ada kamar mandi didepan sekolah, yanng jaraknya cukup dekat dari kelas Delna, namun Delna tetap memilih kamar mandi yang berada dibelakang sekolah.Tentu saja hal itu Delna lakukan supaya tidak menarik perhatian orang, baik perhatian siswa maupun guru.Pintu besi yang sudah mulai reot akibat karat dalam waktu lama Delna buka lebar. Bau apek karna jamur menusuk indra penciuman Delna.Membuat sang empu dari nama Delna terbatuk, rasa mual juga turut serta menemani."Ukh, kenapa juga aku harus memilih kamar mandi ini?" gumam Delna menutup pintu, tidak terlalu rapat agar cahaya matahari dapat masuk kedalamnya.Setelah melihat keadaan kamar mandi, Delna jadi menyesali pilihannya. Namun apa daya, Delna sudah berjalan sejauh ini, tak mungkin jika dia harus kembali berjalan ke kamar mandi depan sekolah, apalagi dengan kondisi tubuh yang terluka seperti ini.
Kepala Delna tertunduk lesu, dari sorot matanya seperti memperlihatkan kekosongan, tidak memiliki gairah untuk hidup. "Del .. aku tinggal ya?" ujar Sintia melepas pegangan tangan pada Delna. Delna hanya mengangguk sembari menggumamkan kata 'terima kasih' lalu membuka pintu dan berjalan masuk, meninggalkan Sintia yang sedang menatap Delna sendu. Menghela nafas lelah, Sintia berjalan pergi, "aku harap kamu bisa kembali normal, Del." * Pintu tertutup pelan, sang ibu yang sedang menyapu lantai terkejut ketika mendapati anaknya pulang lebih cepat. "Delna? Kamu gak pa pa sayang?" tanya sang ibu meletakkan sapu dilantai begitu saja lalu berjalan kearah Delna. Lagi lagi Delna hanya balas mengangguk, "aku mau ke kamar bu," ucap Delna berjalan lesu ke arah kamar. Menatap pintu sebentar sebelum menghela nafas pelan, ibu Delna hanya bisa berdoa demi kebaikan Delna. "Semoga Tuhan membantumu dalam setiap masalah, nak," gumam
"A-Ayah .. ?" panggil Delna tersenyum senang.Air mata segera Delna hapus, bangkit berdiri lalu berjalan kearah pria tua yang Delna anggap sebagai ayah. Dengan susah payah berjalan, akhirnya Delna sampai dipangkuan sang ayah."Ayah .. Delna kangen .. " ujar Delna masih tersenyum, perasaan hangat seketika menyelimuti dirinya.Kekacauan dikepala Delna mereda, walau masih terasa sedikit, setidaknya kekacauan yang Delna rasakan tidak sekuat sebelumnya.BrukNamun kehangatan itu kembali terpatahkan, sang ayah mendorong tubuh Delna kuat hingga kepalanya terbentur bibir kasur."Dasar anak merepotkan!" seru ayah Delna menatap sang anak dingin.Delna mendongak, mencoba untuk melihat mimik yang ayahnya sedang tunjukkan saat ini.Dingin adalah satu kata yang sangat tepat untuk mendeskripsikan wajah sang ayah. Tatapan intimidasi, dingin serta marah tercampur menjadi satu pada mata ayah Delna."A-Ayah ..?" panggil Delna s