Dokter langsung menangani Abira. Stetoskop yang tergantung di telinga pria berjubah putih itu menyentuh bagian perut dan dia bisa mendengar detak jantung pasiennya. Getaran dari dada Abira lebih lambat dari biasanya. Itu mengakibatkan rasa pusing dan sesak di dadanya.
“Bagaimana keadaan putri saya dok?” Rasa cemas menyelimuti hati dan wajah Alana.
“Sudah tidak apa-apa nyonya. Dia hanya butuh istirahat dan jangan sering bergadang. Tidur yang cukup dan tepat waktu sangat baik untuknya.”
“Baik dok.”
“Kalau begitu saya permisi dulu nyonya.”
“Iya. Terima kasih dok.”
Alana duduk di tepi ranjang melihat wajah anaknya yang pucat pasi. Akhir-akhir ini Abira sering bergadang karena selalu mengobrol dengan pacar barunya sampai tengah malam. Alana tidak berani melarang karena setiap kali putrinya itu melakukan panggilan video dengan laki-laki itu,
Baru beberapa minggu Ziona merasakan kenyamanan, tetapi hilang begitu saja hanya karena Zefanya merasa rendah diri. Hubungan mereka tidak sehangat biasanya. Ziona tetap menjadikan laki-laki itu guru tutor karena sudah terlanjur dibayar. Namun Ziona hanya datang untuk belajar dan dan langsung pulang.“Zi, apa kamu sudah selesai?” Suara Novi yang baru saja masuk restoran mengganggu Ziona yang lagi mengerjakan beberapa soal.“15 Menit lagi. Kamu tunggu di meja itu dulu ya.” Jari telunjuk Ziona menunjuk sebuah meja yang masih kosong. Sebelum belajar bersama Zefa dia sudah membuat janji dengan temannya itu.“Apa kamu akan pergi?” Tanya Zefa yang duduk di depannya. Sudah 2 hari wanita itu bersikap dingin padanya. Tidak ada keceriaan seperti biasanya. Hanya keseriusan pada buku dan setiap bahan kuliah yang dia terima dari dosen.“Hmmm.”“Apa kita bisa ngobrol? Ada ha
Setelah melayani Novi dan teman-temannya, Zefanya kembali ke dapur. Dia terus memperhatikan ponsel dan benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya. Tadi pagi laki-laki itu sengaja memakai hadiah jam tangan pemberian Ziona. Berharap ketika wanita itu datang untuk belajar, dia akan minta maaf karena telah menyakiti hati wanita itu. Tetapi harapannya tidak berakhir baik. Ziona tidak ada. Wanita itu pergi meninggalkan negara itu. Tak tahu sampai kapan.“Seharusnya aku nggak menyakiti dia. Sekarang aku sangat merindukannya. Sangat ingin melihat wajahnya.”Zefanya memperhatikan ponselnya dan berkecamuk dengan pikirannya. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Ziona. Terserah wanita itu akan menerima panggilannya atau tidak.“Halo!” Suara Ziona yang menyahut menggetarkan hatinya.“Zi,” Panggilnya lirih.“Maaf aku nggak ngasih kabar.
Ziona sedang merenung di kelas. Mengabaikan suara berisik yang berasal dari teman-temannya. “Aku harus gimana? Nggak mungkin aku menyakiti hatinya. Tapi kalau aku terima dia, papi yang akan turun tangan. Aku nggak mau dia sampai terluka.” Sambil menepuk-nepuk pulpennya di atas buku, pikiran Ziona tak berhenti berpikir.“Hei!” Novi mengejutkan dirinya. Punggungnya terasa sakit karena pukulan dari tangan baja wanita itu.“Kamu itu bikin kaget aja. Kalau aku jantungan gimana?”“Aku tahu jantungmu kuat. Makanya aku kagetin. Lagi mikirin apas sih nona Mordekhai? Kenapa muka ditekuk begitu?”“Lagi mikirin kehidupan yang rumit.” Ziona menjawab dengan merebahkan kepala di atas meja. Rasanya malas untuk ikut kelas hari ini.”“Kapan sih hidupmu nggak rumit? Sejak Abira sakit kamu sudah rumit.”“Ini bukan tentang Abi
Tidak ada yang bisa menggambarkan betapa bahagianya hati Ziona sekarang ini. Laki-laki yang sudah sah menjadi kekasihnya banyak mengajarkan hal baik kepadanya.“Kamu boleh memakan coklatnya.” Ucap Zefa karena sejak tadi wanitanya hanya memandangi makanan manis berbentuk hati tersebut.“Aku tidak akan memakannya. Aku akan menyimpannya di kulkas. Bagaimana bisa aku memakannya sementara kamu membuatnya dengan susah payah.” Ziona tidak berdusta. Dia belum siap untuk memakan hadiah dari kekasih hatinya.“Coklat itu untuk dimakan Ziona. Aku bisa membuatkannya lagi untukmu.” Zefa hanya bisa tersenyum melihat tingkah menggemaskan dari gadis itu.“Tidak mau Zefa. Aku akan membawanya pulang. Untuk merayakan hari jadian kita aku yang akan mentraktir kamu makan.”“Tidak-tidak! Aku yang harus mentraktirmu. Kebetulan aku mendapatkan murid dengan bayaran ya
Zefanya bangun diakibatkan suara ponsel yang sedari tadi berdering. Terlalu panik hingga dia lupa memberi kabar kepada Riko jika dirinya menginap di kondonium milik kekasih hatinya. “Di mana kamu? Tumben sekali nggak pulang?” Baru dijawab Riko sudah memberikan pertanyaan interogasi. Pria itu mengkhawatirkan Zefanya yang tidak memberi kabar sama sekali. Bukan terlalu protektif tetapi karena Zefanya selalu pulang setiap harinya.“Maafin aku Rik, aku tidak pulang karena tadi malam Zio tiba-tiba sakit. Aku tidak bisa meninggalkannya di kondonium sendirian. Wajahnya pucat sekali.” Zefanya memberi jawaban atas pertanyaan laki-laki yang sudah seperti kakak untuknya.“Aku pikir kamu kenapa-kenapa. Apa dia sudah minum obat? Kalau begitu rawat dulu saja dia! Dia sendirian di negara ini dan dia membutuhkan kamu. Ya sudah aku tutup dulu telponnya. Jangan lupa siapkan sarapan untuknya.”
Setelah mata kuliah selesai, Zefanya berkutat di perpustakaan karena dia sedang mengumpulkan beberapa bahan untuk mempekuat tugas akhir syarat kelulusannya. Dia tidak punya cukup uang untuk membeli buku-buku yang baru. Itu sebabnya dia pun memanfaatkan fasilitas kampus yang ada.“Hai Zef!” sapa seorang perempuan yang kebetulan teman satu Angkatan dengan Zefanya“Hai Sas!” Balas Zefanya singkat lalu kedua matanya kembali melihat isi buku.“Lagi sibuk ya Zef?” tanya Saskia sembari duduk berhadapan dengan Zefanya. Hanya sebuah meja coklat yang membatasi jarak di antara mereka.“Lumayan Sas.” Zefanya masih menjawab seadanya membuat wanita itu merasa terabaikan.“Gimana kalau kita jalan setelah tugasmu selesai? Sudah lama lho kita tidak jalan bersama.” Saskia adalah salah satu anak yang beruntung dari Indonesia. Bersama dengan Zefanya dan Carlo, gadis itu mulai men
Akhir-akhir ini Zefanya disibukkan dengan tugas akhirnya. Tinggal menghitung bulan laki-laki itu akan menyelesaikan pendidikan sarjananya. “Zef, ada titipan makanan nih buat kamu.” Salah satu pelayan naik ke rooftop untuk menemuinya yang sedang sibuk dengan buku-buku kuliahnya.“Dari siapa Dit?” Zefanya melihat wajah temannya yang meletakkan bungkus makanan di atas meja.“Dari pacar kamu. Katanya kamu harus makan sehat karena akhir-akhir ini kamu sering bergadang untuk menyelesaikan tugas akhirmu.”“Ziona maksud kamu?”“Ya iyalah. Memangnya kamu punya pacar lain selain dia? Buruan makan sebelum dingin. Itu pesan dari dia.” Adit yang kebetulan adalah sesama perantau seperti dirinya menyampaikan pesan dari Ziona.“Lalu ke mana dia? Kenapa dia nggak naik?”“Tanyakan saja padanya! Ribet banget sih! untuk apa punya hp kalau nggak dipake.
Ziona keluar dari kelas bersama Novi. Dia sudah mendapat pesan jika Abira dan kedua orang tuanya sudah ada di parkiran.“Vi, aku duluan ya. Keluargaku udah nunggu di parkiran.” Ziona berpamitan pada sahabatnya.“Tetap semangat Ziona. Aku akan menjaga Zefanya untukmu.” Novi menyempatkan diri untuk mengejek Ziona sebelum gadis itu benar-benar pergi.“Awas kalau kamu sampai macam-macam! Aku nggak akan pernah mengampunimu!” Ancam Ziona dengan mengepalkan tangan dan tampilan wajah yang berkerut.“Aku bukan pelakor kali Zi. Cepat pergi sebelum kamu mendapatkan ceramah yang panjang.”“Bye Vi!” Seru Ziona melambaikan tangannya ke udara.Tempat tujuan Ziona adalah parkiran. Dari kejauhan dia sudah melihat Abira melambaikan tangan dari dalam mobil.“Papi di mana?” tanya Ziona tatkala bokongnya sudah duduk di bagian depan.