Share

01 - Pertemuan Tak Terduga

Hari ini adalah hari kamis, tentu saja gedung FISIP menjadi ramai yang paling ramai, melebihi ketika adanya kegiatan belajar.

Ada yang sibuk membersihkan parkiran, ada yang sibuk mengecat bagian depan gedung FISIP dengan warna yang lebih terang karena warna dindingnya sudah memudar, dan ada juga yang sedang berkumpul sembari memakan seblak Teh Maya. Ada juga yang bernyanyi ria sembari bermain gitar dengan wajah bahagia.

Nah, kebetulan tugas Raditya hari ini hanya memperhatikan pekerjaan adik tingkatnya saja, maka dari itu ia sengaja datang terlambat.

Sesampainya di parkiran FISIP, ia langsung memarkirkan motornya dan terukir senyuman jahil ketika melihat adik tingkatnya sedang membersihkan area parkiran.

“Wedew, tiap hari kayak gini dong kalo bisa. Gantiin babeh,” ledek Raditya setelah membuka helmnya dan memamerkan senyuman manisnya.

“Elu aje bang, kaga mau gua,” sahut salah satu pemuda yang bernama Hafidz yang tiga tahun di bawah Raditya dan satu jurusan dengannya.

Raditya hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya, “Rajin rajin ye, ntar jangan lupa beli seblak Teh Maya.”

Sontak, kelima wajah adik tingkatnya menjadi sumringah. “LU BAYARIN????” Tanya Faza, adik tingkatnya yang lain dengan nada semangat.

Raditya mendelik, “Beli sendiri anjeng, gua cuma ngingetin. Kasian Teh Maya kalo seblaknya gaada yang beli.”

“Anjir lu Bang,” keluh Hatta.

“Kalo bukan kating udah gua lempar sapunya ke muka elu Bang,” sahut Irsyad sedih.

“Sabar, guys, sabar. Yang sabar disayang pacar,” ucap Sadam tetap dengan positive vibes.

Raditya hanya tertawa melihat tingkah adik tingkatnya tersebut lalu turun dari motornya dan berjalan menuju pondok FISIP. Namun, belum ada lima langkah Raditya berjalan, ia melihat sosok gadis berambut pendek sebahu sedang kebingungan. Karena Raditya penasaran, ia menghampiri gadis tersebut.

“Oy, lagi cari apa?” Tanya Raditya lalu ikut mencari sesuatu di bawah tanah seperti yang gadis itu lakukan. Dahi Raditya mengerut ketika ia mengenali sosok gadis yang ada di hadapannya, “Eh eh, elu Adinda kan? Jurusan HI taun 2020?"

Adinda mendongak lalu meringis kecil, “Eh ada kak Radit heheh...”

Adinda menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia menjadi canggung karena ia teringat lagi dengan chatnya bersama kakak tingkatnya itu, “A-anu kak, aku lagi cari kunci motornya kak Hanica.”

Omong-omong, Hanica ini merupakan wakil ketua divisi Adinda. Sebenarnya Hanica adalah kandidat kuat untuk menjadi ketua divisi, tetapi, semua kakak tingkatnya menolak secara bersamaan jika Hanica memiliki jabatan tersebut.

Bukankah terlalu kasihan jika anak divisinya diayomi oleh Hanica? Jadilah, Alisa yang menjadi ketua divisi dan Hanica menjadi wakilnya.

“Lah dia nyuruh elu?” Tanya Raditya sembari mengangguk paham, “Hanica bilang terakhir taro dimana?”

Adinda terdiam, ia menggigit bibirnya cemas, “Um, tadi sih kak Hanica bilang dia lupa taro dimana, terus aku disuruh cari di parkiran. Nah… masalahnya… aku gatau motornya kak Hanica.”

“Oalah, tuh motornya tuh, yang plat nomernya PCY,” jawab Raditya sembari menunjuk ke arah motor yang jaraknya 4 motor dari tempat mereka berdiri sekarang, “Eeeee gua aja yang ambil,” sahutnya lalu berjalan menuju motor Hanica.

Ketika sudah di depan motor Hanica, Raditya memajukan tubuhnya untuk melihat apakah ada kunci motor yang tertinggal di lubang kunci, “Hadeuh Hanica ada ada aja,” gumam Raditya lalu menarik kunci yang memiliki gantungan pompom berwarna baby pink.

Ketika badan Raditya berbalik, ia melihat ekspresi wajah Adinda yang terlihat panik dan ketakutan. Namun ia tidak mengambil pusing lalu menghampiri Adinda, “Nih, ada di tempat kuncinya. Din, nanti bilangin si Hanica jangan ampe lupa cabut kunci motornya lagi.”

Adinda mengangguk cepat dan mengambil kunci motor dari tangan Raditya dengan lembut, “Makasih banyak ya kak Radit.”

Raditya tersenyum lalu membiarkan Adinda berjalan terlebih dahulu.

Aneh, ni anak jarang ketemu gua tapi tingkahnya kayak macam udah pernah gua hardik depan 3 angkatan. Apa jangan jangan ni anak korban hardikan gua ya? Waduh.

Raditya teringat sesuatu, “Cuy! Adinda!”

Langkah gadis itu menjadi terhenti, di dalam hatinya sedang berkomat kamit, please please jangan ngeledekin typo gue pas chat PLEASE KAK RADIT.

Lalu dengan berat hati ia harus menoleh ke belakang, ia menoleh dengan sangat pelan-pelan, ia begitu untuk mengulur waktu, agar tidak cepat cepat bertatapan dengan Raditya.

“Iya kak?” Tanya Adinda sembari berjalan perlahan untuk menghampiri Raditya, “Ada apa ya kak?”

“Hmmm, jadi gini, hmmm lo masih ada tugas gak hari ini? Tugas ya bukan rapat,”  tanya Raditya sembari menatap mata Adinda. Eh, pake softlens ya ni anak? Kok matanya cakep amat.

Adinda menggeleng, “Kalau untuk tugas buat festival, aku udah selesai kak. Tapi hari ini aku mau-”

“Mau apa?” Tanya Raditya dengan wajah mengerut samar, "Mau ngapain lu?"

BUSET DAH galak banget anjir, pelan pelan kek! Ngegas banget nanyanya kayak pak polisi lagi nilang, batin Adinda.

“Um, jadi gini kak- aku cerita dulu ya- kan ceritanya divisiku itu kekurangan beberapa barang wajib. Terus, aku sama kak Hanica niatnya mau beli peralatannya–”

“KEBETULAN BANGET SAYANGG!” Seru Raditya dengan senyuman lebar memamerkan giginya yang rapih dan membuat Adinda sedikit melangkah mundur ke belakang karena terkejut.

Mulutnya kok enteng banget ngomong sayang.... Ntar kalau gue baper gimana.... gadeng gak mungkin gue baper sama manusia tukang flirting kayak kak Radit, batin Adinda.

“Kebetulan apanya kak?” Tanya Adinda berusaha setenang mungkin, walau sebenarnya detak jantung gadis itu sudah tidak karuan.

“Ntar pas gua udah selesai beresin tugas gua, temenin gua yuk? Divisi gua juga ada yang kurang, gua juga disuruh beli sama Binar. Daripada ntar lu ribet jalan sama Hanica, mending sama gua. Mau kaga?”

Adinda terdiam, untuk pertama kalinya, ia mendengar banyaknya kata yang keluar dari mulut seorang Altair Raditya Rasyid yang menurut teman-temannya adalah orang yang tegas, galak, dan tak banyak omong.

Cakep banget ya Tuhan... tapi kenapa sih... kenapa.... KENAPA- batin Adinda, namun, terhenti karena ia kembali membayangkan betapa malunya ketika ia diberi perintah untuk menghubungi Raditya dan bodohnya ia typo dan LEBIH BODOHNYA LAGI Raditya menyadari jika dirinya typo.

Ugh, bisa gak sih gue menghapus ingatan itu?????? BISA GAKKKK HUHUHUHUHUHU MALU BANGET ANJIR. 

Kayaknya kalau gue bisa milih, gue akan meminta Tuhan supaya lupa sama kejadian itu. GUE LEBIH PILIH MENGINGAT KEJADIAN JATOH KE GOT.

“Um.. kak Radit... kayaknya nggak perlu deh kak…”

“Lah kenapa? Lu tau sendiri kan kalau belanja sama Hanica tuh ribet? Soalnya dia pas diem aja udah ribet, gimana belanja sama dia? Oh lu dipaksa ya?” Tanya Raditya keheranan.

Masalahnya Hanica memang sudah dikenal oleh satu kampus dengan kerempongannya, mau dari angkatan lama sampai yang terbaru. Image Hanica memang sudah melekat dengan kata rempong.

Eits, walau rempong begini, Hanica tuh pinter! Makanya Adinda suka belajar bareng Hanica, karena dia tuh pinter banget. Tapi ya, tetep aja sih. 

Adinda mengangguk, “Iya tau kak, tapi aku...”

“Kenape?” Potong Raditya dengan cepat.

Adinda menghela nafas lalu menggeleng, “Um, gak deh kak, gapapa kok. Oke kak nanti kita belanja barangnya bareng ya.”

Gapapa Din, gapapa buat jalan berdua bersama kak Radit. Please jangan kaku, ini buat keberlangsungan festival. Acaranya tinggal dua hari lagi, please lupain sejenak hal memalukan itu.

Sebenarnya, Adinda belum tahu akan pergi dengan siapa, ia hanya asal tembak kalau akan ditemani oleh Hanica. Padahal ia tahu sendiri jika menunggu Hanica untuk menemaninya membeli barang, bisa bisa kakak tingkatnya yang doyan makan risoles mayo danus tersebut menemaninya setelah festivalnya berakhir.

Raditya menaikkan satu alisnya, “Oke dah, nanti gua chat kalo gua udah selese.”

Adinda mengangguk dan tersenyum kikuk, “Oke kak, aku permisi duluan kak.”

Raditya mengangguk dan memperhatikan Adinda yang membalikkan tubuhnya lalu berjalan hingga punggungnya tak terlihat oleh mata Raditya lagi.

“Takut kali ya gegara ngechat gua pake typo?” Tukas Raditya memikirkan mengapa Adinda terlihat kaku di hadapannya, “Eh tapi lucu juga kalo dia lagi awkward gitu.”

Lalu setelahnya Raditya menggelengkan kepalanya, membuang jauh pikirannya tentang Adinda yang lucu. Gak gak, gaboleh demen sama cewek manapun.

Tapi sedetik kemudian, ia teringat kembali momen malam itu, malam ketika ia dichat oleh Adinda.

Malam itu, Raditya sedang menahan amarahnya karena ia tertekan oleh perkataan orang tuanya yang berkata jika ia harusnya belajar lebih giat lagi untuk bisa mencapai IPK yang sempurna, karena di semester ini, Raditya kehilangan 0,2 poin, dan ia mendapatkan IPK 3,8.

[Flashback On]

“Kamu harusnya lebih giat belajar Mas! Jangan organisasi melulu!” Seru Ibunya ketika mengetahui IPK Raditya.

“Ya tuhan Bu, semester ini emang nggak ada yang dapet sempurna karena dapet dosen yang gajelas,” sahut Raditya mengungkapkan fakta.

Perempuan paruh baya itu melotot, “Harusnya ada dan harusnya kamu! Mas, kamu berani ya ngelawan Ibu?!” 

“Ck, nggak gitu! Mas cuma ngejelasin biar Ibu tau,” jawab Raditya berusaha mengontrol emosinya.

“Udah Mas, dengerin Ibu aja,” sahut Bapaknya melihat istri dan anaknya saling berdebat.

“Kan, Bapak sama Ibu tuh nggak pernah mau dengerin Mas. Selaluuuu aja Mas yang salah! Mas juga manusia, Mas juga bisa salah!” Seru Raditya sembari mengerjap beberapa kali karena matanya mulai berkaca-kaca.

“BERANI NGELAWAN YA SEKARANG?!” Omel Ibunya terkejut mendengar kalimat Raditya barusan.

“UDAHLAH IBU SAMA BAPAK SAMA AJA. SAMA SAMA GAK PEDULI SAMA MAS!” Seru Raditya lalu masuk ke kamar dan membanting pintu.

Ia menjatuhkan dirinya di kasur lalu menyeka air mata yang terjatuh di pipinya dan melirik ke layar ponselnya yang menyala.

Adinda: Malam kak, maaf mengganggu waktunya, saya Adinda dari fakultas FISIP HI’20. Saya bisa minta waktu kakak selamanya?

Alis Raditya bertautan, selamanya?

Raditya: ha

Raditya: selamanya?

Adinda: Eh maaf kak…. Maksud saya sebentar….

Adinda: Autocorrect:(

Senyum Raditya jadi mengembang dan seketika lupa jika ia sempat beradu argumen dengan sang ibu.

Raditya: besok temuin gua depan aula teknik

Raditya: abisin dah waktu gua

Raditya: sebentar boleh kok

Raditya: kalo selamanya

Raditya: hm

Raditya: boleh banget lah

Lalu Raditya keluar dari aplikasi chat dan membuka aplikasi i*******m untuk mencari sesuatu tentang Adinda.

Setelah Raditya menemukan akun i*******m Adinda, ia terkekeh, “Selamanya kata dia, ya ayo gua jabanin,” ucapnya sembari melihat postingan foto yang sama dengan foto profilenya.

[Flashback off]

“Woy bego, ngapa diem aje? Masuk ayo,” ajak Binar yang baru sampai dan melihat Raditya terdiam di depan koridor FISIP.

Semua pikiran Raditya jadi buyar, “Oiye, ayo dah. Gua nungguin elu."

Binar hanya mendecih lalu berjalan bersama Raditya ke perkumpulan angkatannya.

Namun, sesaat di perjalanan, Binar dan Raditya bertemu dengan sosok gadis yang sepertinya adalah mahasiswa baru, yang sepertinya bukan anak organisasinya.

Langkah Raditya terhenti, lalu matanya berfokus pada gadis tersebut, "Dek, dek, abis nemuin dosen ya?" Tanya Raditya dengan nada menggoda.

Mahasiswa baru itu menoleh dan tersenyum kecil, "Nggak kak, aku abis main badminton."

Binar menoyor kepala Raditya pelan lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Raditya, "Si goblok, udah tau pake baju olahraga kek gitu!"

"Dek, nanti rambutnya dikuncir aja, biar makin cantik dan fresh diliatnya," kata Raditya lalu pergi meninggalkan gadis itu berdua dengan Binar.

Binar yang tak habis pikir dengan otak Raditya hanya menggelengkan kepalanya, lalu berjalan mengikuti langkah Raditya.

Si maba? Sudah salah tingkah karena dipuji cantik oleh Raditya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status