Don't Leave Me Alone"Kesya, kau mendengar ku? Jangan tutup matamu, pegang erat tanganku. Kau tidak boleh meninggalkan ku, sama sekali tidak boleh." Sean memberikan rentetan kalimat lirih, berusaha menjaga Kesya agar tetap sadar. Menggenggam kuat tangan pucat dan lemah Kesya, dengan berurai air mata Sean merapalkan doa penuh harap pada Sang Pemilik Hidup."Sean, rasanya sakit sekali." Kesya berucap dengan nada sangat pelan, darah yang tak hentinya mengucur deras membuat tubuhnya melemah. Samar-samar Kesya melihat Sean menangis terisak-isak."Aku mengerti sayang. Tetaplah bertahan, aku sangat membutuhkan mu." lanjut Sean menanamkan kecupan bertubi-tubi di punggung tangan Kesya. Walau bajunya sudah berlumur darah, Sean sama sekali tidak menghiraukan semua itu. Keselamatan Kesya yang terutama baginya."Kau... menangis?" Kesya sekuat tenaga mengukir senyum lembut di tengah rasa sakitnya, lalu perlahan melepaskan tangannya untuk mengusap lembut
Keheningan membentang seisi ruangan itu. Sean mendudukkan diri di sebuah kursi yang berada tepat di samping kepala ranjang Kesya. Lagi, sungai kecil hangat membasahi kedua pipinya. Sambil terisak, Sean membawa matanya menelusuri seluruh tubuh Kesya, tangannya terulur mengusap lembut bekas luka di wajah Kesya."Apa disana begitu menyenangkan? Kenapa kau masih saja menutup matamu? Apa kau tidak merindukanku Kesya? sedangkan aku, tidak sedetik pun aku melewatkan waktu tanpa merindukanmu. Lihatlah, aku sedang menangis, dan aku membutuhkan bahu mu untuk bersandar, aku juga tidak punya tisu untuk mengusap air mataku Kesya. Aku sangat merindukanmu, rasanya satu detik terasa berat tanpa senyum mu. Seperti inikah caramu menghukum ku? sakit sekali, benar-benar sakit. Aku tidak tahu harus berbuat apa, impian yang sudah aku bangun hancur dalam sekejap. Teganya kau membiarkan ku berjuang melawan sepi seorang diri. Kembalilah, aku tidak sekuat itu untuk menahan sakit
"Selamat pagi sayang."Sapaan lembut mengalun indah mengusik jiwa yang masih tertidur dalam kedamaian. Matahari mulai menampakkan diri tersenyum cerah, sekali lagi memberi harap pada setiap orang. Begitupun halnya dengan seorang lelaki tampan, yang tak pernah berhenti berharap. Selama matahari tetap bersinar selama itu pula dia terbelenggu dalam sebuah penantian yang tak pasti."Kau tahu, ini hari ke 7 kau tak disampingku. Bagaimana ini, aku masih juga belum terbiasa tanpamu, pagiku terasa kosong dan hampa. Aku kesepian namun, tak ada yang lebih melegakan bagiku ketika melihatmu tetap bernyawa. Aku masih bisa bertahan dengan kesepian ini, tapi tidak jika kau meninggalkanku. Kau harus tetap bertahan dan membayar semua rasa kesepian ku, itu hukuman bagimu. Kau mengerti? Jangan tinggalkan aku Kesya."Tiada hari tanpa untaian kata-kata lembut yang terlontar dari Sean, meski harus berperang dengan siksaan batin, sekuat tenaga Sean menahan air mata agar ti
Waktu hampir bergeser di angka 12 ketika Sean berlari dengan lutut gemetar di lorong rumah sakit. Keringat dingin yang mengucur deras sebagai pertanda betapa kencang detak jantungnya saat ini. Bulir-bulir air mata menetes kembali mengiringi langkah Sean yang entah kenapa terasa begitu lama. Tidak tahu harus berbuat apa ditengah kebingungan, Sean hanya bisa berlari, berlari secepat mungkin hingga kakinya berhenti di depan ruangan yang sudah dipenuhi lautan manusia.Sean menelan ludah yang terasa pahit, matanya memandang ke arah Dastan yang terduduk lemah di kursi panjang, lalu berganti kearah kerumunan yang sudah berbisik lirih penuh ironi. Dengan langkah perlahan, Sean mendekati Dastan."Apa.... aku melewatkan sesuatu?" Sean bertanya dengan ekspresi penuh kesedihan."Sean...? Kenapa kau ada disini?" Dastan malah balik bertanya. Ekspresi wajahnya yang terkejut tak bisa disembunyikan."Apa aku melewatkan sesuatu... Dastan?" Sean mengulang ka
"Ah....... brengsek!!! Kesya, Kesya, Kesya, Kesya, selalu Kesya." bunyi nada nyaring dari benda-benda yang beradu dengan lantai, begitu memekakan pendengaran. Dada Sheila naik turun karena emosi yang memuncak. "Wanita murahan itu sudah terlalu jauh menelusup kedalam hidup Sean. Aku tidak terima ini, aku tidak terima! Aku akan menghancurkan mu wanita murahan, jangan pernah bermimpi untuk menikmati indahnya hidup bersama Sean. Selama aku masih bernapas selama itu juga aku akan menjadi bayang-bayang kehancuran mu. Lihat saja, siapa diantara kita bertiga yang akan tersingkir, aku, kau, atau Sean. Jika Sean tidak bisa menjadi milikku, maka siapapun tidak bisa memilikinya, termasuk Kesya. Kisah ini belum berakhir dan aku akan menyingkirkan siapapun yang menghalangi langkahku untuk menjadi pemeran utama, karena Sheila tidak pantas menjadi seorang figuran."Suara geraman beriring tawa mengerikan mengisi sebuah ruangan yang membisu dalam keheningan. Seperti predator yang siap mema
Tidak ada yang berani mengganggu suasana haru yang tercipta di ruangan itu, yang terdengar hanyalah suara tangis Kesya yang terbenam dalam pelukan Sean. Lengan kuat Sean mendekat erat seperti tidak ingin melepaskan walau sedetik pun. Mereka berdua tenggelam dalam dalam dunia mereka sendiri tanpa perduli keadaan sekitarnya. Sean berbisik lembut berusaha menenangkan Kesya dari derai tangis yang tak kunjung berurai."Sudah Kesya, aku ada disini, jangan menangis lagi." hiburnya pelan layaknya menghibur anak kecil yang menangis ketika permintaannya tidak dipenuhi.Ketika Sean berusaha untuk menciptakan jarak Kesya semakin merapatkan diri berusaha memeluknya kembali. Sean tidak bisa untuk tidak tersenyum, perasaannya sungguh lega ketika menyadari bahwa ini bukanlah mimpi. Hartanya yang paling berharga sudah kembali, kembali di sisinya."Sayang, aku akan sangat marah jika kau tidak berhenti menangis. Aku sudah pernah bilang bukan? Air matamu begitu menyakitkan. J
"Bagaimana hasil penyelidikan mu." belum juga Ben menarik nafas Charles langsung menodongnya dengan pertanyaan menuntut."Dari hasil penyelidikan saya tuan, kecelakaan nona Kesya bukanlah murni melainkan sudah direncanakan terlebih dulu." Ben berujar pelan mengamati lekat reaksi yang akan diberikan Charles.Charles mengangkat sebelah alisnya. "Aku tidak bodoh Ben, tanpa perlu kau jelaskan, aku sudah tahu kecelakaan itu sudah direncanakan. Kau tentu tidak lupa bukan? Ada banyak CCTV Kingston disana. Aku ingin lebih dari sekedar informasi murahan ini." geramnya kemudian."Maaf... maafkan saya tuan namun, sampai sekarang saya masih meraba terkait masalah kecelakaan itu. Terlalu sulit untuk menemukan titik terangnya." Ben menelan ludah gugup, raut wajah santai Charles benar-benar menakutkan. Dia seperti sungai yang tenang namun berpotensi untuk menghanyutkan."Benarkah? baiklah aku mengerti. Tapi... akhir-akhir ini pekerjaan mu selalu mengecew
"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku tidak gila! Aku tidak gila!" Emily meronta sekuat tenaga melepaskan diri dari cengkraman kuat di kedua tangannya."Ibu.... Ibu... jangan bawa ibuku! Jangan bawa ibuku! Ibu...." Sean remaja berlari menghadang kedua pria yang membawa ibunya. Sambil menangis terisak-isak, dia berusaha melepaskan cengkraman di kedua tangan ibunya."Sean.... jangan menangis sayang. Kau tidak boleh menangis, anak ibu tidak boleh menangis." dengan nada bergetar Emily berusaha menenangkan Sean."Lepaskan ibuku! Ibuku tidak gila! Lepaskan dia!" kepalan tangan bertubi-tubi menghantam tubuh kedua pria itu."Sean....!!! Menyingkir dari sana, biarkan mereka pergi. Ibumu sedang sakit." Charles berdiri dengan gagahnya di Ujang tangga.Mendengar suara Charles langsung saja Emily menatap tajam padanya. "Bajingan kau Charles! Kau membuatku menebus segala dosa mu. Asal kau tahu, wanita yang kau anggap malaikat itu adalah ular berwu