Share

BAB 8

Suasana di coffee shop semakin ramai, kursi-kursi yang sebelumnya kosong pun kini sudah mulai terisi oleh pengunjung yang mulai berdatangan. Sedangkan mereka yang sejak tadi masih sibuk dengan layar laptop dan sedang belajar pun masih tetap stay di kursi mereka masing-masing, membuat seluruh kursi-kursi di indoor area coffee shop penuh, hanya tersisa beberapa kursi kosong saja di outdoor area.

Aluna, Xavier dan Dira sudah sejak tadi sibuk berbincang-bincang, Xavier pun menceritakan apa saja aktifitas kesehariannya di kapal selama dirinya pergi berlayar, dan Aluna pun menceritakan kesehariannya di rumah dan di kampus kepada Xavier. Hari itu mereka berbagi keluh kesah kesehariannya masing-masing dan bertukar rindu satu sama lain setelah sekian lama berpisah, sesekali bernostalgia ketika mereka berdua masih bersekolah di sekolah yang sama semasa Sekolah Menengah Pertama ditemani dengan cake dan minuman pesanan masing-masing. Dua Scarlet Velvet Cake yang dipesan Xavier ternyata dikhususkan untuk Aluna, ia tidak menyangka bahwa Xavier membelikannya dua potong cake kesukaannya sekaligus. Gadis itu berpikir kalau cake tadi yang satu untuk Aluna dan yang satunya untuk Xavier, ternyata dugaannya salah.

“Jadi, kapan kalian berdua bakal sebar undangan? Gue udah nggak sabar nih mau jadi bridesmaid kalian hahaha.” Dira terlihat begitu antusias, pasalnya gadis itu memang kerap kali mengkode-kode ke Aluna agar sahabatnya itu segera menikah. Pernah suatu waktu ketika Aluna dan Dira tengah melewati salah satu gedung ternama di ibu kota, Dira berkata “Nanti lo kalo nikah sama Xavier di gedung ini aja, Lun.. bagus deh ballroom nya, terus pake konsep blue and white sesuai warna kesukaan lo, nah nanti baju bridesmaid nya warna yang soft soft gitu.. ih lucu banget pokoknya, cepet-cepet nikah deh Lun biar gue bisa cepet-cepet jadi bridesmaid.” Ujar Dira penuh semangat, Aluna hanya mampu tersenyum sambil meng Aamiin-kan perkataan sahabatnya.

“Nah, itu yang mau aku bahas sama kamu hari ini, Ocean.” Xavier menatap Aluna, wajah laki-laki itu pun berubah menjadi lebih serius dibanding tadi. Perubahan sikap Xavier membuat Aluna menjadi was-was, gadis itu harap-harap cemas tentang apa yang akan mereka bahas nanti. Hal sebaliknya justru terjadi pada Dira, ia begitu bersemangat bahkan sampai bertepuk tangan ringan kegirangan.

“Asik, bahas tanggal pernikahan kah? Konsep akad? Konsep resepsi? Atau gimana?” Dira begitu bersemangat, sedang Aluna masih harap-harap cemas menantikan setiap kalimat yang akan Xavier keluarkan nanti.

Xavier menghiraukan Dira, laki-laki itu masih terfokus pada gadis dihadapannya yang menyandang status sebagai calon istrinya. Aluna menelan saliva nya, gadis itu terlihat gugup.

Menatap Aluna serius, Xavier pun berdehem sebentar sebelum akhirnya bertanya “Ocean, kamu serius mau nikah sama aku?”

Aluna balas menatap Xavier setelah sebelumnya gadis itu menundukan pandangannya karena gelisah.  “Insyaa Allah, atas izin Allah, aku serius mau nikah sama kamu.” Aluna berkata mantap, tidak ada keraguan sedikitpun di dalam hatinya mengenai keinginannya itu, hal ini terlihat dari matanya yang memancarkan kemantapan dan keseriusan akan apa yang telah ia ucapkan barusan.

“Kamu tau kan resiko nikah sama aku itu apa?”

“Sering ditinggal berlayar sama abang.” Jawab Aluna polos.

“Kamu siap kalo aku tinggal-tinggal terus dalam jangka waktu yang nggak sebentar, Ocean?”

“Insyaa Allah, aku siap.”

“Aku yang nggak siap akan hal itu.” Balas Xavier cepat.

Aluna terkejut mendengar balasan Xavier, begitu juga Dira yang sedari tadi sibuk menyimak percakapan mereka berdua. Apa maksud dari perkataan Xavier, bukan kah mereka sudah membuat keputusan yang matang untuk menikah satu tahun lagi. Mengapa laki-laki ini tiba-tiba berkata demikian, apa sebenarnya penyebab keraguan mendadak dari Xavier, apakah telah terjadi sesuatu dengan Xavier sampai ia mengatakan sesuatu yang mencengangkan.

Berbagai macam pertanyaan dan pikiran-pikiran negative pun mulai memenuhi kepala Aluna, ia benar-benar terkejut dengan pernyataan Xavier barusan.

“Aku nggak siap untuk ninggalin kamu yang sudah berstatus sebagai istriku dalam jangka waktu yang lama nantinya, Ocean. Aku terus kepikiran nanti kamu di rumah sama siapa? kamu harus sendirian, nggak ada aku, karena aku harus pergi berlayar berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Aku khawatir, siapa yang bakal jagain kamu nantinya? Siapa yang akan ngerawat kamu kalo seandainya kamu sakit? Aku nggak siap akan hal itu, Ocean.”

“Kenapa baru sekarang kamu bilang nggak siap setelah semua yang udah kita lewatin 8 tahun ini, Bang?” Aluna bertanya parau, kerongkongannya terasa tercekat, pikirannnya semakin berkecamuk dan hatinya serasa merosot entah jatuh kemana mendengar perkataan Xavier yang begitu tiba-tiba.

“Ocean..” Xavier berkata lembut, laki-laki itu memajukan posisi duduknya agar lebih mendekat menghadap Aluna dan kemundian ia mengambil kedua tangan Aluna yang sejak tadi sibuk meremas gamis hitamnnya. Ia genggam tangan itu erat, seolah takut kehilangan rasa hangat dari genggaman tangannya dengan tangan Aluna.

“Kamu tau, Ocean. Selama aku pendidikan, mungkin aku masih bisa pulang satu minggu sekali untuk ketemu sama kamu dan aku masih bisa jagain kamu, meski nggak 24 jam dan nggak setiap hari ada di samping kamu. Kemudian, ketika aku mulai praktik pergi berlayar, aku masih bisa pulang beberapa bulan bahkan satu bulan sekali untuk ketemu kamu, disini aku udah mulai susah buat jagain kamu karena intensitas kita buat ketemu semakin jarang. Sekarang, ketika aku udah kerja, aku baru bisa pulang tiga tahun sekali, aku baru bisa ketemu kamu setelah bertahun-tahun kita kepisah, dan aku jadi lebih susah lagi buat jagain kamu karena—”

“Aku bisa jaga diri aku sendiri, Bang.” Potong Aluna cepat.

“Aku tau, Ocean. Kamu sekarang masih jadi tanggung jawab ayah sama ibu, nanti kalo kita udah nikah, otomatis kamu jadi tanggung jawab ku. Gimana aku bisa sepenuhnya bertanggung jawab atas diri kamu setelah kita menikah nanti kalo saat ini aja disaat kamu masih menjadi tanggung jawab kedua orang tua mu, aku masih nggak bisa sepenuhnya ngejagain kamu.”

“Menikah bukan berarti kamu ngejauhin aku dari kedua orang tua ku kan, Bang. Ketika kita menikah nanti, kalau memang kamu harus pergi berlayar, pergi aja. Aku nggak masalah akan hal itu, lagi pula masih ada ayah-ibu ku yang bisa ngejagain aku selama kamu nggak di rumah, ada mamah sama papah kamu juga yang bisa ngejagain aku, jadi aku nggak akan merasa sendirian dan kesepian lagi ketika kamu berlayar nanti, Bang.”

“Aku paham, Ocean. Tapi, aku nggak pengen ngerepotin kedua orang tua kita lagi setelah kita menikah nanti.”

Aluna menarik kedua tangannya yang sejak tadi digenggam Xavier. Gadis itu menghela nafas lelah, sungguh perdebatan dan pembahasan yang sangat tidak diduga hingga kepalanya terasa pening mendengar ocehan Xavier sejak tadi.

“Terus, mau kamu apa sekarang?”

“Aku mau kamu dapet laki-laki yang jauh lebih baik dari aku, Ocean. Laki-laki yang bisa selalu jagain kamu dan disamping kamu. Laki-laki yang nggak harus kerja di kapal kayak aku.”

“Kamu mau kita pisah?”

“Bukan pisah, Ocean. Aku cuma mau kamu dapet seseorang yang jauh lebih baik dari pada aku.”

“Setelah 8 tahun kita bareng dan akhirnya mutusin buat komitmen, kamu mau kita pisah disaat hubungan kita tinggal selangkah lagi menuju halal?”

“Ocean, nggak gitu maksud aku. Dengerin aku—”

“Kalo emang itu keputusan yang kamu ambil, silahkan bilang langsung nanti sama ayah ibu.” Putus Aluna. Ia sudah lelah berdebat dengan Xavier, baru kali ini mereka berdebat panjang.

“Ocean.” Xavier memanggil Aluna parau. Ia juga tidak ingin berpisah dari cinta pertamanya, sungguh, ia ingin sekali menikah dengan Aluna. Tetapi, disisi lain, ia juga ingin Aluna mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik darinya, yang mampu menjaga pujaan hatinya setiap saat tanpa harus terpisah jarak dan waktu.

Selama tiga tahun dirinya berada di atas kapal, ia selalu memikirkan hal ini hingga tiba hari ini Xavier pun memberanikan diri untuk mengutarakan pemikirannya kepada Aluna.

Melihat Aluna yang bergeming di tempatnya, Xavier menghembuskan nafas pelan, ia juga tidak ingin berdebat dengan Aluna karena hal ini tentunya akan menyakiti perasaan wanita yang begitu ia cinta. Namun, semua harus ia lakukan demi kebaikan Aluna, demi kebahagiaan gadis itu dengan laki-laki yang mampu berada di sisinya setiap saat, tidak seperti dirinya yang harus terpisah jarak karena tuntutan pekerjaan.

“Maafin aku, Ocean.” Pintanya dengan suara yang terdengar begitu putus asa melihat keterdiaman Aluna.

“Ocean..”

“Aluna Ocean Andromeda..”

“Hari ini ayah pulang kerja jam 5, abis maghrib kamu ke rumah aja buat jelasin semua ini ke ayah sama ibu.” Balas Ocean.

Aluna bangkit dari kursinya, ia mengambil sling bag hitamnya. “Dir, ayo pulang.” Gadis itu mengajak sahabatnya pergi, Dira pun bergegas mengambil tas nya dan berdiri.

“Aku antar kamu pulang ya, Ocean.”

“Aku bisa pulang sendiri. Ayo, Dir.” Aluna pun pergi meninggalkan Xavier yang kemudian terduduk lemas di kursinya.

Sekian lama berjarak, ketika dipertemukan malah harus melepaskan. Sejujurnya, gue nggak paham apa maunya abang. Abang kembali, tapi kembalinya abang cuma buat ngelepas gue? Aluna membatin, gadis itu terus melangkah menjauh meninggalkan coffee shop dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya.

“Gue nggak nyangka lo bakal ngambil keputusan kayak gitu.” ujar Dira pada Xavier setelah sedari tadi menyimak percakapan antara dia dan Aluna. Kemudian Dira pun bergegas menyusul sahabatnya yang sudah keluar dari coffee shop tempat mereka bertemu.

“Maafin aku, Ocean..” Xavier berkata lirih, karena sungguh, ia pun ikut terluka atas keputusan ini. Hatinya pun ikut hancur seiring kepergian Aluna dari hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status