Share

BAB 7

Aluna sangat senang, karena akhirnya rindu yang selama ini ia simpan rapih di hatinya dapat terbayarkan dengan melihat sosok laki-laki pujaannya di depan mata. Jantungnya pun berdegub kencang, rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perut Aluna, wajahnya semakin memerah tatkala manik mata coklat tua milik Xavier menatapnya, sungguh euphoria yang tidak biasa ia rasakan dan kebahagiaan yang tidak dapat ia gambarkan.

Melihat Aluna dan Xavier yang masih saling tatap, Dira pun mulai merasa bahwa keberadaannya dilupakan. “ekhem, mon maap nih yee mas, mbak ada orang lain loh di sini.” Dira yang merasa diacuhkan pun bersuara.

“Oiya lupa ada orang ketiga hehehe, dan biasanya sih kalo ada cewe sama cowo lagi berduaan, yang ke tiga itu setan, Dir.”

“Jadi maksud lo, gue setan gitu, Lun? Ngajak berantem nih anak ya lama-lama.”

“Hahahahaha” Aluna tertawa mendengar perkataan sahabatnya, sedangkan Xavier semakin tersenyum lebar melihat senyum dan tawa Aluna lagi secara langsung, sungguh senyum dan suara tawa yang begitu ia rindukan selama pergi berlayar.

“Kalian belom pada pesen minum?” Xavier bertanya kepada dua wanita di hadapannya karena ia tak melihat satu gelas pesanan pun di meja mereka.

“Belum, tadi aku mau pesen tapi si Dira nya nggak mau.”

“Kan, gue lagi aja yang kesalahan.”

“Lah kan bener Dir, tadi pas gue tawarin lo, kata lo kan nanti aja.”

“Ya lo kalo mau pesen, pesen aja. Ngapain nungguin gue coba.”

“Yaa kan maksud gue biar barengan gitu Dir.”

Melihat dua gadis dihadapannya tengah beradu mulut, Xavier menggelengkan kepalanya sambil tertawa ringan. Kebiasaan Aluna belum berubah juga ternyata, gadis itu memang selalu suka memesan sesuatu berbarengan dengan sahabatnya, biar sekali jalan katanya.

“Udah…udah…Lo mau pesen apa Dir? Biar gue pesenin nanti.” Xavier menengahi Aluna dan Dira.

“Yaa .. karena gue nggak terlalu suka kopi, gue pesen Greentea Frappucino aja yang size Grande.”

“Oke. Ocean, temenin aku pesen ya, biar sekalian kamu pesen punya kamu sendiri.” Ajak Xavier kepada Aluna untuk menemaninya ke meja barista, laki-laki itu berkata begitu lembut. Hal yang selalu Aluna sukai dari Xavier.

“Dir, gue tinggal dulu ya.”

“Hmm”

Aluna dan Xavier berjalan berdampingan menuju meja barista, Aluna merasa seperti kurcaci yang berjalan bersisian dengan raksasa karena perbedaan tubuh mereka yang cukup kentara. Xavier memang lebih tinggi dari pada Aluna, tubuh laki-laki itu pun kekar dan berdada bidang ditambah kaos yang ia kenakan semakin memperlihatkan tubuh kekarnya dan otot-otot bisep di kedua lengannya, bisa dibilang body goals untuk ukuran laki-laki. Wajah Xavier pun terbilang tampan dengan kulit putih dan manik mata coklat tua yang semakin membuat para wanita menjerit dan terkesima melihat ketampanan Xavier. Sedangkan Aluna, gadis itu lebih pendek dari pada Xavier, bertubuh sedikit berisi dan bermata coklat. Banyak wanita yang melirik ke arah Xavier ketika mereka berdua melewati meja-meja pengunjung, tak bisa dipungkiri bahwa memang pesona Xavier itu begitu memikat bagi para kaum Hawa. Aluna merasa sedikit cemburu akan hal itu. 

“Silahkan kak, mau pesan apa?” Aldi, nama salah satu barista yang bertanya kepada Xavier dan Aluna begitu mereka berdua tiba di meja barista.

“Ice Caramel Macchiato satu, Ice Greentea Frappucino satu. Kamu mau pesen apa, Ocean?” Xavier menoleh ke gadis disampingnya, Aluna tampak tengah memerhatikan menu coffee yang terpampang di sudut atas belakang barista tersebut, menimbang-nimbang hendak memesan apa.

“Aku pesen Ice Americano aja deh satu.”

“Baik kak, mau pesan yang size apa?”

Size grande aja semua.” Jawab Xavier

“Baik saya ulangi ya kak pesanannya, Ice Caramel Macchiato satu, Ice Greentea Frappucino satu sama Ice Americano nya satu. Untuk yang Caramel Macchiato dan Americano nya mau extra espresso shot kak?”

“Kamu mau extra espresso?” Xavier menoleh dan bertanya lembut kepada gadis disampingnya.

“Hmm… boleh deh.”

“Baik, Ice Americano extra espresso satu ya kak. Untuk makanannya mau pesan apa kak?”

“Scarlet velvet cake.” Aluna menjawab antusias, pasalnya gadis itu memang suka sekali dengan Red Velvet Cake, dan setiap kali ia berkunjung ke coffee shop ini pun ia selalu memesan cake yang sama.

Xavier tertawa melihat wajah antusiasnya Aluna, dalam hati ia bersyukur bisa melihat senyum cantik itu secara langsung, tidak melalui video call yang biasa mereka lakukan apabila sedang terpisah lautan.

“Scarlet Velvet Cake nya dua, New York Cheese Cake nya satu sama Classic Dark Chocolate Cake nya satu.” Xavier mengulangi pesanan Aluna dan menambahkan beberapa cake lain untuk dirinya juga Dira.

“Baik, ada tambahan lain kak? Untuk makanannya mau dine in atau take away

“Kamu mau pesen apa lagi, Ocean?”

“Udah cukup, itu aja.”

“Cukup kak, itu aja pesanan kita dan dine in ya.”

“Baik saya ulangi ya kak pesanannya, Ice Caramel Macchiato satu, Ice Greentea Frappucino satu, Ice Americano extra espresso satu size grande semua dan dine in. Untuk makanannya Scarlet Velvet Cake dua, New York Cheese Cake satu sama Classic Dark Chocolate Cake nya satu dan dine in juga. Atas nama siapa kak pesanannya?”

“Atas nama Ocean.” Xavier menjawab sigap membuat Aluna melongo di sebelahnya.

“Oke pesanan atas nama Kak Ocean totalnya jadi Rp 278.000,- ya kak, pembayaran via apa kak?”

“Via ini aja kak.” Xavier mengangkat kartu ATM miliknya dan menyerahkan kartu tersebut kepada barista tadi untuk melakukan pembayaran.

“Ini struck nya, silahkan ditunggu ya kak.” Barista tadi pun menyerahkan kertas yang berisi salinan pesanan Aluna kepada temannya yang bertugas untuk menyiapkan pesanan, sedangkan ia kembali bersiap untuk mencatat pesanan customer berikutnya yang sudah antri di belakang Xavier dan Aluna.

Kedua orang itu tidak kembali ke meja mereka dan menghampiri Dira yang tinggal sendirian di sana, melainkan mereka duduk di salah satu kursi kosong di depan meja barista sambil menunggu nama Aluna dipanggil -tanda pesanan mereka telah siap-

Xavier terus menerus menatap Aluna, tatapan memuja yang selalu ia tunjukkan khusus hanya untuk calon istrinya itu, membuat yang ditatap menjadi salah tingkah. Aluna menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona karena ditatap Xavier terlalu lama.

“Meja nya lebih menarik ya dari pada aku?”

Mendengar itu, Aluna mengangkat wajahnya dan berusaha memberanikan diri menatap mata Xavier, calon suaminya.

“Ehmm… engga gitu kok, masa aku lebih suka meja dari pada abang.” Aluna menjawab malu-malu, gadis itu masih berusaha mengontrol dirinya agar tidak terlalu terlihat salah tingkah di depan calon suaminya.

“Terus, kenapa malah mejanya yang diliatin, bukan aku? Emangnya aku jelek ya? Aku aneh?” Xavier kembali bertanya kepada Aluna, laki-laki itu sebenarnya sedang menggoda gadis di hadapannya, ia senang melihat wajah Aluna yang merona karena salah tingkah.

“Ih engga, engga gitu bener deh, nih aku liatin abang yaa.”  Panik, Aluna takut Xavier marah, meski sebenarnya laki-laki itu tidak pernah marah sedikit pun kepadanya selama 8 tahun bersama. Lagi, Aluna kembali mengumpulkan kekuatannya untuk berani menatap wajah Xavier yang tampan mempesona itu. Hidung mancung, garis wajah tegas serta rambut cepak yang semakin menggambarkan wajah-wajah taruna pelayaran serta menambah pesona Xavier Alkatiri Ghazali.

“Kirain gitu, lama nggak ketemu terus muka aku berubah jadi nyeremin sampe kamu nggak mau liat aku.”

“Engga gitu, abang. Abang nggak nyeremin kok, serius deh.”

“Hmmm, oke.”

Lagi, Xavier masih berusaha menggoda Aluna. Kali ini ia memajukan wajahnya, menatap Aluna secara intens dan memasang wajah khawatir. Aluna yang kaget melihat Xavier tiba-tiba memajukan wajahnya mendekat ke arahnya pun refleks mundur sedikit hingga punggung gadis itu menabrak bagian belakang kursi yang ia duduki, wajahnya semakin memerah karena wajah Xavier yang begitu dekat dengannya dan ditatap secara intens oleh laki-laki itu.

“Ocean, kamu sakit?”

“Hah? e.. enggak kok.” Aluna menjawab gugup sambil berusaha menjauhkan wajahnya dari wajah Xavier yang semakin mendekat.

“Serius? Kok muka kamu merah gitu? Kenapa?” Xavier masih terus memperhatikan wajah gadis dihadapannya dengan seksama, membuat Aluna semakin salah tingkah dan wajahnya semakin memerah.

“Oh i… ini.. ini nggak kenapa-kenapa kok. Hehehe.. iya, nggak kenapa-kenapa” Aluna gelagapan menjawab pertanyaan Xavier, ia masih berusaha mengontrol dirinya agar tidak semakin terlihat salah tingkah.

“Duh.. Gusti, ini kenapa dia malah makin ngedeket sih. Nggak tau apa gue jadi makin salting diliatin dari deket begini, makin merah aja udah deh nih muka gue.” Batin Aluna.

“Terus kenapa muka kamu merah banget gitu? Kayak kepiting rebus ih, kamu salting ya aku liatin dari deket? Hahaha” Xavier tertawa riang melihat wajah Aluna yang semakin memerah dibuatnya.

“Tuh kan ketauan deh kalo gue salting.” Aluna kembali membatin.

Merasa digoda oleh Xavier, gadis itu menggelembungkan pipi nya, melipat kedua tangannya di depan dada dan membuang muka ke arah jendela yang ada di sisi kirinya. Tanda bahwa ia tengah merajuk akibat digoda oleh Xavier.

“Ih ada yang ngambek hahaha” ledek Xavier. Melihat hal ini justru membuat Xavier semakin gemas dengan segala tingkah calon istrinya. Ia menjawil pipi gembul Aluna sambil tersenyum senang. Aluna yang melihat senyum indah Xavier pun ikut tersenyum, batal sudah acara ngambek-ngambeknya kali ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status