Home / Romansa / Ya, Sayang? / Sekolah Baru

Share

Sekolah Baru

last update Huling Na-update: 2022-04-19 04:32:41

"Pensil, pensil warna, buku, buku gambar, pulpen, penghapus, penggaris, kotak pensil, serutan pensil. Emmm... apa lagi, ya? Kayaknya udah." Nanda lalu beralih ke almari dan mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam sana. "Papa, menurut Papa tas ransel yang bagus yang mana?"

"Semuanya juga bagus."

Nanda mengembungkan pipinya. "Papa lihat, dong! Jangan lihatin laptop terus."

Arjuna mengalihkan sebentar perhatiannya dari layar laptop. "Mmmm... yang warna merah bagus. Sesuai hari pertama masuk sekolah, harus pakai warna yang cerah biar semangat."

"Oke, deh!"

Tangan kecil Nanda kembali sibuk. "Kaos kaki... yang mana, ya? Yang putih aja, deh." Nanda menyimpan kembali koleksi kaus kaki berbagai macam warna. "Sepatunya yang mana, Pa?"

"Yang warna hitam aja, yang minggu lalu baru dibeli."

"Nggak ah, Pa. Yang dulu aja. Masih bagus, kok. Masih kinclong."

Saking semangatnya untuk bersekolah besok, Nanda hampir tidak bisa tidur. Akibatnya ketika pagi hari, Nanda kantuk berat tidak bisa bangun dan sedikit agak demam. Meskipun begitu, Nanda tetap memaksa untuk pergi ke sekolah barunya.

"Papa, kenapa aku nggak boleh pakai baju seragam?" Nanda cemberut ketika rambutnya disisir oleh ayahnya.

"Karena Nanda mulai masuk sekolahnya besok, hari Selasa. Hari ini kita jalan-jalan keliling sekolah. Kalau kamu pakai seragam, nanti bajunya kotor. Nanti ibu gurunya nggak mau mau deketin kamu gimana, lho?"

"Kan masih ada baju seragam yang lain, Papa!"

"Kalau kamu nggak mau nurut, nanti Papa nggak mau ajak kamu ke kebun binatang, lho."

"Iya, deh." Nanda berhenti merengek.

Ketika semuanya sudah siap dan rapi, mereka berdua masuk ke dalam mobil dan mulai pergi ke sekolah untuk pendaftaran Nanda sebagai murid TK baru.

TK Cempaka Kuning adalah TK tempat Arjuna bersekolah saat kecil. Ketika sekolah dasar pun Arjuna masih bersekolah di sana, dan saat sekolah menengah, Arjuna memilih untuk bersekolah di luar kota untuk mendapatkan pengalaman.

Saat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, Arjuna kos jadi sejak kecil ia sudah terbiasa hidup mandiri.

Sengaja Arjuna memasukan Nanda ke TK Cempaka Kuning karena dulu Arjuna pernah berjanji pada kepala sekolahnya kalau sudah besar dan punya anak, Arjuna akan menyekolahkannya di sana. Jadi, Arjuna menepatinya sekarang. Padahal dulu saat awal-awal, Arjuna menyekolahkan Nanda di TK khusus orang-orang elite. Tapi karena Nanda tidak betah, Nanda pun keluar dan lebih sering menghabiskan waktunya di kantor, saat waktu luang, Arjuna selalu mengajarkan Nanda membaca, menulis dan menghitung alias calistung.

Lima belas menit perjalanan, mereka sudah sampai di TK Cempaka Kuning. Karena sekarang sudah jam tujuh lebih sepuluh menit, jadi kegiatan belajar mengajar sudah berlangsung dan tidak ada terlihat para murid yang berkeliaran di luar sekolah kecuali kelas para murid yang tengah dalam pelajaran pendidikan jasmani.

Arjuna mengamati tiap sudut bangunan TK yang tidak banyak berubah. Bahkan ruang guru dan TU masih berada tempat yang sama, Arjuna pikir ruangan tersebut sudah dialihkan ke ruangan yang lebih besar.

"Arjuna!"

Bibir Arjuna langsung tersenyum cerah ketika seseorang yang sangat dikenalnya dan sudah lama tidak ditemui memanggil namanya. Arjuna menghampiri orang tersebut lalu mencium tangannya. "Selamat pagi, Bu Eni."

"Selamat pagi," balas Bu Eni sambil tersenyum.

"Ibu gimana kabarnya?"

"Kabar Ibu sehat, Jun. Tapi cuman lutut suka agak sakit kalau terlalu banyak berjalan, Ibu juga sering encok."

Arjuna hanya tersenyum samar, tidak mungkin ia tertawa terbahak, biasanya dulu waktu masih kecil jika Bu Eni berbicara seperti itu dan Arjuna tidak tertawa beliau selalu menggelitik perut Arjuna. "Nanda, cium tangan sama Bu Eni. Bu Eni ini yang punya sekolah ini, Bu Eni juga nantinya jadi guru kamu."

Nanda langsung mencium tangan Bu Eni sesuai perintah dari ayahnya. "Selamat pagi, Bu Guru. Nama aku Abimanyu Nandana Giandra."

"Selamat pagi juga, Ganteng!"

"Ibu Guru, nama aku bukan Ganteng, tapi Abimanyu. Ibu Guru bisa panggil aku Nanda, jangan panggil Ganteng, ya!"

Bu Eni tertawa kecil. "Nanda ini persis banget sama kamu, Jun. Emang ya, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya." Bu Eni mengelus kepala Nanda. "Ayo, masuk!"

Arjuna mengangguk. Mereka masuk ke ruang guru. Arjuna dan Nanda duduk di kursi yang sudah disediakan di ruangan kepala sekolah.

"Kenapa kamu pindahin Nanda ke sekolah ini, Jun?" tanya Bu Eni. Ia sedikit membetulkan posisi selendang berwarna putih yang menutup sanggul dan kepalanya. Lengan baju batik berwarna hitam putih itu sedikit ditarik ke atas saat Bu Eni mulai membuka lembaran demi lembaran berkas tentang kepindahan Nanda.

"Di sekolah lamanya Nanda di rundung, Bu."

"Dirundung? Kenapa bisa begitu?"

Arjuna melirik ke arah Nanda lalu menepuk kepalanya pelan. "Karena Nanda nggak punya mama, Bu."

Bu Eni tidak menanyakan lebih lanjut.

"Setiap pergi atau pulang sekolah, saya yang selalu mengantar Nanda, dan jika ada kegiatan di sekolah, saya yang selalu menemani. Sementara yang lain selalu apa-apa ditemani oleh ibunya. Ada satu murid yang nakalnya minta ampun, dia selalu mengejek Nanda nggak punya mama. Yang lainnya malah ikut-ikutan mengejek Nanda karena terpengaruh."

"Malang sekali nasib Nanda, Jun. Ibu jadi prihatin. Tapi kamu tenang aja, Jun. Ibu jamin di sini Nanda tidak akan diperlakukan seperti itu. Kalau ada anak yang mengejek Nanda, bakal Ibu tegur dan kalau bisa Ibu akan keluarkan anak itu dari sekolah. Baru kecil akhlak-nya sudah seperti itu, bagaimana jika dia besar nanti? Nanda, kamu jangan takut buat sekolah di sini, ya?"

"Iya, Bu. Terima kasih."

Setelah selesai mengecek berkas-berkas kepindahan sekolah Nanda, Bu Eni mengajak anak juga ayah itu pergi mengelilingi sekolah. Bu Eni dan Arjuna banyak berbicara, menceritakan kembali masa lalu ketika Arjuna sedang bersekolah di TK Cempaka Kuning ini.

Mereka bertiga pun sampai di tempat favorit Bu Eni, apalagi kalau bukan taman sekolah. Berbagai macam bunga ada di taman tersebut, pot-pot berjajar rapi di setiap sisi taman. Di tengah-tengah taman tersebut ada kolam kecil yang diatasnya terdapat tanaman bunga teratai yang bunganya sudah mekar tiga.

Sepertinya kolam tersebut dibuat ketika Arjuna sudah keluar dari sekolah karena dulu belum ada. Yang masih ada sampai sekarang adalah pohon bunga kertas juga pohon jeruk lemon. Arjuna ingat siapa yang menanam pohon jeruk lemon tersebut, dia adalah anak dari salah satu guru di sini dan satu kelas dengan Arjuna.

Sejak dulu baik murid TK atau murid sekolah dasar selalu diwajibkan untuk membawa tanaman hidup ke sekolah. Bu Eni bilang supaya sekolah terlihat cantik dan asri, tapi jika Bu Eni menemukan satu bunga yang bagus dan menarik perhatiannya, bunga itu akan langsung di bawa pulang ke rumah, bukan ditanam di sekolah. Maklum lah, Bu Eni ini orangnya pecinta bunga dan tanaman. Katanya, kalau dirinya tidak menjadi guru, Bu Eni ingin menjadi petani saking cintanya pada tumbuhan.

"Pa, ini hewan apa? Kok di kebun binatang aku nggak pernah lihat yang kayak gini? Apa ini anak putri duyung?" Nanda berjongkok dan menunjuk ke dalam kolam.

"Itu namanya kecebong, anak katak bukan anak putri duyung, Abimanyu," jawab Bu Eni sambil terkekeh kecil.

"Oh... gitu, ya? Tapi kenapa nggak ada di kebun binatang, Bu Guru?"

"Karena yang ada di kebun binatang itu hewan-hewan yang besar, sulit untuk ditemui dan sudah langka."

"Oh...." Kepala Nanda mengangguk-angguk.

Mereka bertiga kembali berkeliling. Raut wajah Nanda terlihat sangat bahagia ketika melihat murid-murid yang sedang berolahraga di luar melambaikan tangannya pada Nanda.

"Pa..., aku boleh ikut gabung ke sana, gak?"

Arjuna melirik ke arah Bu Eni, meminta persetujuan.

Bu Eni kemudian mengangguk.

"Boleh, tapi kamu janji ya jangan ganggu dan jangan nakal."

"Janji!" Nanda mengangkat jari kelingkingnya lalu menautkannya ke jari kelingking Arjuna.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ya, Sayang?   Special Chapter

    "Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem

  • Ya, Sayang?   Si Kembar

    Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara

  • Ya, Sayang?   Bulan Madu

    Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis

  • Ya, Sayang?   SAH!!!

    "Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya

  • Ya, Sayang?   D-1

    Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir

  • Ya, Sayang?   Pra Nikah

    Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status