Share

Sekolah Baru

"Pensil, pensil warna, buku, buku gambar, pulpen, penghapus, penggaris, kotak pensil, serutan pensil. Emmm... apa lagi, ya? Kayaknya udah." Nanda lalu beralih ke almari dan mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam sana. "Papa, menurut Papa tas ransel yang bagus yang mana?"

"Semuanya juga bagus."

Nanda mengembungkan pipinya. "Papa lihat, dong! Jangan lihatin laptop terus."

Arjuna mengalihkan sebentar perhatiannya dari layar laptop. "Mmmm... yang warna merah bagus. Sesuai hari pertama masuk sekolah, harus pakai warna yang cerah biar semangat."

"Oke, deh!"

Tangan kecil Nanda kembali sibuk. "Kaos kaki... yang mana, ya? Yang putih aja, deh." Nanda menyimpan kembali koleksi kaus kaki berbagai macam warna. "Sepatunya yang mana, Pa?"

"Yang warna hitam aja, yang minggu lalu baru dibeli."

"Nggak ah, Pa. Yang dulu aja. Masih bagus, kok. Masih kinclong."

Saking semangatnya untuk bersekolah besok, Nanda hampir tidak bisa tidur. Akibatnya ketika pagi hari, Nanda kantuk berat tidak bisa bangun dan sedikit agak demam. Meskipun begitu, Nanda tetap memaksa untuk pergi ke sekolah barunya.

"Papa, kenapa aku nggak boleh pakai baju seragam?" Nanda cemberut ketika rambutnya disisir oleh ayahnya.

"Karena Nanda mulai masuk sekolahnya besok, hari Selasa. Hari ini kita jalan-jalan keliling sekolah. Kalau kamu pakai seragam, nanti bajunya kotor. Nanti ibu gurunya nggak mau mau deketin kamu gimana, lho?"

"Kan masih ada baju seragam yang lain, Papa!"

"Kalau kamu nggak mau nurut, nanti Papa nggak mau ajak kamu ke kebun binatang, lho."

"Iya, deh." Nanda berhenti merengek.

Ketika semuanya sudah siap dan rapi, mereka berdua masuk ke dalam mobil dan mulai pergi ke sekolah untuk pendaftaran Nanda sebagai murid TK baru.

TK Cempaka Kuning adalah TK tempat Arjuna bersekolah saat kecil. Ketika sekolah dasar pun Arjuna masih bersekolah di sana, dan saat sekolah menengah, Arjuna memilih untuk bersekolah di luar kota untuk mendapatkan pengalaman.

Saat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, Arjuna kos jadi sejak kecil ia sudah terbiasa hidup mandiri.

Sengaja Arjuna memasukan Nanda ke TK Cempaka Kuning karena dulu Arjuna pernah berjanji pada kepala sekolahnya kalau sudah besar dan punya anak, Arjuna akan menyekolahkannya di sana. Jadi, Arjuna menepatinya sekarang. Padahal dulu saat awal-awal, Arjuna menyekolahkan Nanda di TK khusus orang-orang elite. Tapi karena Nanda tidak betah, Nanda pun keluar dan lebih sering menghabiskan waktunya di kantor, saat waktu luang, Arjuna selalu mengajarkan Nanda membaca, menulis dan menghitung alias calistung.

Lima belas menit perjalanan, mereka sudah sampai di TK Cempaka Kuning. Karena sekarang sudah jam tujuh lebih sepuluh menit, jadi kegiatan belajar mengajar sudah berlangsung dan tidak ada terlihat para murid yang berkeliaran di luar sekolah kecuali kelas para murid yang tengah dalam pelajaran pendidikan jasmani.

Arjuna mengamati tiap sudut bangunan TK yang tidak banyak berubah. Bahkan ruang guru dan TU masih berada tempat yang sama, Arjuna pikir ruangan tersebut sudah dialihkan ke ruangan yang lebih besar.

"Arjuna!"

Bibir Arjuna langsung tersenyum cerah ketika seseorang yang sangat dikenalnya dan sudah lama tidak ditemui memanggil namanya. Arjuna menghampiri orang tersebut lalu mencium tangannya. "Selamat pagi, Bu Eni."

"Selamat pagi," balas Bu Eni sambil tersenyum.

"Ibu gimana kabarnya?"

"Kabar Ibu sehat, Jun. Tapi cuman lutut suka agak sakit kalau terlalu banyak berjalan, Ibu juga sering encok."

Arjuna hanya tersenyum samar, tidak mungkin ia tertawa terbahak, biasanya dulu waktu masih kecil jika Bu Eni berbicara seperti itu dan Arjuna tidak tertawa beliau selalu menggelitik perut Arjuna. "Nanda, cium tangan sama Bu Eni. Bu Eni ini yang punya sekolah ini, Bu Eni juga nantinya jadi guru kamu."

Nanda langsung mencium tangan Bu Eni sesuai perintah dari ayahnya. "Selamat pagi, Bu Guru. Nama aku Abimanyu Nandana Giandra."

"Selamat pagi juga, Ganteng!"

"Ibu Guru, nama aku bukan Ganteng, tapi Abimanyu. Ibu Guru bisa panggil aku Nanda, jangan panggil Ganteng, ya!"

Bu Eni tertawa kecil. "Nanda ini persis banget sama kamu, Jun. Emang ya, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya." Bu Eni mengelus kepala Nanda. "Ayo, masuk!"

Arjuna mengangguk. Mereka masuk ke ruang guru. Arjuna dan Nanda duduk di kursi yang sudah disediakan di ruangan kepala sekolah.

"Kenapa kamu pindahin Nanda ke sekolah ini, Jun?" tanya Bu Eni. Ia sedikit membetulkan posisi selendang berwarna putih yang menutup sanggul dan kepalanya. Lengan baju batik berwarna hitam putih itu sedikit ditarik ke atas saat Bu Eni mulai membuka lembaran demi lembaran berkas tentang kepindahan Nanda.

"Di sekolah lamanya Nanda di rundung, Bu."

"Dirundung? Kenapa bisa begitu?"

Arjuna melirik ke arah Nanda lalu menepuk kepalanya pelan. "Karena Nanda nggak punya mama, Bu."

Bu Eni tidak menanyakan lebih lanjut.

"Setiap pergi atau pulang sekolah, saya yang selalu mengantar Nanda, dan jika ada kegiatan di sekolah, saya yang selalu menemani. Sementara yang lain selalu apa-apa ditemani oleh ibunya. Ada satu murid yang nakalnya minta ampun, dia selalu mengejek Nanda nggak punya mama. Yang lainnya malah ikut-ikutan mengejek Nanda karena terpengaruh."

"Malang sekali nasib Nanda, Jun. Ibu jadi prihatin. Tapi kamu tenang aja, Jun. Ibu jamin di sini Nanda tidak akan diperlakukan seperti itu. Kalau ada anak yang mengejek Nanda, bakal Ibu tegur dan kalau bisa Ibu akan keluarkan anak itu dari sekolah. Baru kecil akhlak-nya sudah seperti itu, bagaimana jika dia besar nanti? Nanda, kamu jangan takut buat sekolah di sini, ya?"

"Iya, Bu. Terima kasih."

Setelah selesai mengecek berkas-berkas kepindahan sekolah Nanda, Bu Eni mengajak anak juga ayah itu pergi mengelilingi sekolah. Bu Eni dan Arjuna banyak berbicara, menceritakan kembali masa lalu ketika Arjuna sedang bersekolah di TK Cempaka Kuning ini.

Mereka bertiga pun sampai di tempat favorit Bu Eni, apalagi kalau bukan taman sekolah. Berbagai macam bunga ada di taman tersebut, pot-pot berjajar rapi di setiap sisi taman. Di tengah-tengah taman tersebut ada kolam kecil yang diatasnya terdapat tanaman bunga teratai yang bunganya sudah mekar tiga.

Sepertinya kolam tersebut dibuat ketika Arjuna sudah keluar dari sekolah karena dulu belum ada. Yang masih ada sampai sekarang adalah pohon bunga kertas juga pohon jeruk lemon. Arjuna ingat siapa yang menanam pohon jeruk lemon tersebut, dia adalah anak dari salah satu guru di sini dan satu kelas dengan Arjuna.

Sejak dulu baik murid TK atau murid sekolah dasar selalu diwajibkan untuk membawa tanaman hidup ke sekolah. Bu Eni bilang supaya sekolah terlihat cantik dan asri, tapi jika Bu Eni menemukan satu bunga yang bagus dan menarik perhatiannya, bunga itu akan langsung di bawa pulang ke rumah, bukan ditanam di sekolah. Maklum lah, Bu Eni ini orangnya pecinta bunga dan tanaman. Katanya, kalau dirinya tidak menjadi guru, Bu Eni ingin menjadi petani saking cintanya pada tumbuhan.

"Pa, ini hewan apa? Kok di kebun binatang aku nggak pernah lihat yang kayak gini? Apa ini anak putri duyung?" Nanda berjongkok dan menunjuk ke dalam kolam.

"Itu namanya kecebong, anak katak bukan anak putri duyung, Abimanyu," jawab Bu Eni sambil terkekeh kecil.

"Oh... gitu, ya? Tapi kenapa nggak ada di kebun binatang, Bu Guru?"

"Karena yang ada di kebun binatang itu hewan-hewan yang besar, sulit untuk ditemui dan sudah langka."

"Oh...." Kepala Nanda mengangguk-angguk.

Mereka bertiga kembali berkeliling. Raut wajah Nanda terlihat sangat bahagia ketika melihat murid-murid yang sedang berolahraga di luar melambaikan tangannya pada Nanda.

"Pa..., aku boleh ikut gabung ke sana, gak?"

Arjuna melirik ke arah Bu Eni, meminta persetujuan.

Bu Eni kemudian mengangguk.

"Boleh, tapi kamu janji ya jangan ganggu dan jangan nakal."

"Janji!" Nanda mengangkat jari kelingkingnya lalu menautkannya ke jari kelingking Arjuna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status