Share

Bab 4

Author: Daya
Suara itu tiba-tiba terhenti. Kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar.

Aku terkejut hingga napasku tercekat. Kemudian, aku memejamkan mata dengan cepat, mendengar langkah kaki mendekat, lalu menjauh lagi.

Saat pintu tertutup kembali, suara Gavin terdengar sedikit lebih pelan.

"Aku memasang kamera pengawas di rumah hanya untuk mengawasi setiap gerak-geriknya, memastikan dia nggak tiba-tiba sembuh, lalu mengganggu anak yang dikandung Alina!"

"Sekarang kamu memberitahuku kalau dia akan sembuh?"

"Aku nggak peduli cara apa yang kamu gunakan, tapi Melisa harus tetap buta!"

Gavin menarik kerah dokter itu dengan kasar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku makin membeku.

Aku selalu berpikir bahwa semua ini terjadi karena nasibku yang buruk.

Aku bahkan percaya bahwa Gavin sudah berusaha keras mencarikan pengobatan untukku. Setiap kali mendengar ada dokter terkenal, dia akan langsung memesan tiket untuk berangkat ke sana.

Aku selalu merasa bersalah, berpikir bahwa aku telah menyia-nyiakan waktunya.

Itulah sebabnya, setiap kali Gavin menyodorkan obat, aku meminumnya tanpa ragu. Bahkan tidak menyisakan ampasnya sedikit pun. Namun, tetap tidak ada perubahan apa pun.

Lambat laun, rasa pahit obat membuatku makin sulit untuk menelannya.

Setiap kali Gavin membawakan obat, aku berpura-pura meminumnya. Padahal sebenarnya aku membuangnya ke toilet.

Siapa sangka, penglihatanku justru makin membaik.

Suara pertengkaran di luar terdengar makin menjauh, disusul dengan langkah-langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Direktur meminta kita untuk melakukan pemeriksaan ulang pada Bu Melisa."

"Ayo cepat. Aku dengar Pak Gavin juga ada di sana."

Aku langsung membuka mata, buru-buru mengganti pakaian.

Untuk menghindari kecurigaan, aku mengambil masker dari meja perawat, lalu segera mengenakannya.

Pada saat itulah, sosok yang sangat aku kenal muncul di hadapanku.

Itu adalah Gavin.

Di belakangnya, Alina mengikuti dengan langkah kecil.

Wajah Gavin tampak penuh dengan kegelisahan saat matanya menyapu setiap sudut, seolah-olah tengah mencari seseorang. Setiap kali dia melihat seseorang dengan baju pasien, dia akan menarik mereka, lalu melepaskannya dengan kesal saat tahu bahwa orang itu bukan aku.

Alina mengatakan sesuatu, tetapi ekspresi Gavin justru tampak makin murka. Tanpa diduga, pria itu mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

Ketika Gavin menoleh, pandangan kami bertemu.

Mata hitamnya tampak begitu tajam serta mengancam, membuat jantungku berdetak kencang.

Namun, hanya dalam sekejap, pria itu mengalihkan pandangannya.

Aku menundukkan kepala, berjalan cepat menuju mobil, lalu mendesak sopir untuk segera melaju pergi.

Baru ketika gedung rumah sakit tampak makin menjauh, aku bisa menghela napas lega.

Aku menatap jalanan yang penuh dengan jejak masa lalu, jejak yang pernah dipenuhi cinta Gavin padaku.

Aku berkata dengan suara acuh tak acuh, "Ke bandara."

Pada saat itulah ponselku bergetar. Di layar, ada nama Gavin terpampang jelas.

Aku mengeluarkan ponsel baru yang telah aku siapkan, lalu memasukkan kartu SIM ke dalamnya.

Sedangkan ponsel lama itu, aku melemparnya keluar jendela, membiarkannya hancur di bawah roda mobil.

Aku sudah lama tahu tentang trik kecil Gavin.

Pria itu memasang pelacak di ponselku, agar bisa mengetahui keberadaanku setiap saat.

Namun, sekarang dia tak akan bisa menemukanku lagi.

Aku memesan penerbangan paling awal. Meskipun harus transit berkali-kali, aku tetap tak ingin tinggal di kota ini sedetik pun lebih lama.

Baru ketika menghirup udara segar di negeri asing, aku benar-benar merasa seperti terlahir kembali.

Namun, Gavin bergerak lebih cepat dari dugaanku.

Begitu aku turun dari pesawat, ratusan pesan masuk bertubi-tubi.

Semuanya berasal dari nomor yang sangat aku kenal.

Sebelum sempat aku membacanya, ponselku kembali berdering.

Aku ragu-ragu beberapa detik, tetapi akhirnya menekan tombol jawab.

"Melisa! Apa kamu sudah gila?"

"Bisakah kamu berhenti bersikap kekanak-kanakan? Bahkan ponsel pun kamu hancurkan. Memangnya perlu sampai seperti itu?"

"Di mana kamu? Aku akan menjemputmu."

Tak ada nada marah yang berlebihan dari ucapannya, tetapi aku tahu bahwa Gavin sedang murka.

Gavin terus berbicara tanpa henti, hingga akhirnya menyadari bahwa dari tadi aku hanya diam. Suaranya pun mulai terdengar ragu.

"Melisa … maafkan aku."

"Aku nggak menjaga dirimu dengan baik, ini semua salahku. Aku nggak seharusnya menyalahkanmu."

"Bisakah kamu memberitahuku lokasimu? Aku akan segera menemuimu. Bukankah kamu ingin makan iga asam manis? Alina sudah menyiapkannya untukmu .…"

Ketika mendengar nama Alina, aku akhirnya membuka mulut, suaraku tanpa emosi.

"Gavin, kamu nggak akan bisa menemukanku."
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ninda Yati
iya hadia ce in pun susah di buka mending ku hapus lagi
goodnovel comment avatar
Rita Mardiana Gurning
kok sekarang membaca dengan menonton iklan gak ada lagi? dengan berat hati ku hapus lah goodnovel ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 9

    Setelah kejadian hari itu, aku takut mereka akan muncul lagi. Jadi, aku pindah dari rumah kakakku.Hari-hariku kembali seperti biasa. Aku bahkan mendaftar di banyak kelas minat, membuat hariku lebih sibuk serta menyenangkan.Namun, saat aku sedang bersiap menyambut hidup baru, sebuah paket tiba-tiba datang.Di dalamnya ada boneka bayi yang berlumuran darah palsu.Selain itu, ada pula fotoku dengan bagian wajah yang disayat menggunakan pisau kecil.Di bagian belakang foto itu, tertulis kata-kata dengan tinta merah, "Nggak akan mati dengan baik!"Jantungku berdebar kencang karena ketakutan. Aku segera menghubungi pihak keamanan gedung untuk memeriksa rekaman kamera pengawas. Namun, mereka memberitahuku bahwa tiga hari lalu, sistem kamera pengawas sudah lebih dulu dirusak oleh seseorang.Pada saat itu juga, aku sadar bahwa ini bukan kebetulan. Seseorang memang sengaja melakukannya.Aku belum sempat menyelesaikan masalah ini, tetapi tiba-tiba aku mendapat tugas baru dari perusahaan. Ini ad

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 8

    Sejak hari itu, Gavin seakan menghilang dari dunia ini, tidak pernah datang lagi untuk mencariku.Aku juga sudah menghapusnya dari pikiranku, sepenuhnya tenggelam dalam kesibukan kerja yang membuatku melupakan segalanya.Namun, masalah surat cerai masih belum juga diselesaikan. Selama Gavin belum menandatangani dokumen itu, hubungan kami tetap belum sepenuhnya terputus.Ketika mengingat hal ini, aku kembali menelepon pengacaraku, memintanya untuk mendesak Gavin.Namun, yang aku dapatkan bukanlah surat cerai, melainkan kedatangan Alina."Dasar wanita jalang! Aku akan mencabik-cabikmu!""Gara-gara kamu, Gavin menolak mengakui anak yang aku kandung! Kamu harus mengembalikan suamiku! Kembalikan Ayah dari anakku!"Emosinya meledak-ledak. Perut buncitnya yang sedang hamil tampak naik turun dengan hebat."Aku dan Gavin sudah dalam proses perceraian. Urusannya nggak ada hubungannya denganku," balasku.Selesai berkata demikian, aku hendak menutup pintu.Namun, Alina dengan cepat menahan kusen p

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 7

    Aku akan mengenali suara ini meski aku berubah menjadi abu.Aku menatapnya dengan waspada sambil bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"Gavin berdiri di sana dengan janggut tipis di wajahnya, rambut berantakan, serta pakaian penuh lipatan. Jelas sekali dia telah menempuh perjalanan panjang.Dalam ingatanku, Gavin selalu tampil rapi dan sempurna. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu berantakan.Matanya memerah, air mata menggantung di pelupuknya ketika dia berujar, "Melisa, aku nggak ingin bercerai.""Maaf, aku tahu aku salah. Bisakah kamu memaafkanku?"Pria itu mengulurkan tangan, hendak menggenggam tanganku, tetapi aku dengan sigap menghindar.Ketika melihat ekspresi kecewanya yang makin dalam, aku hanya bisa mencibir."Gavin, apa kamu nggak lelah berpura-pura setiap hari seperti ini?"Tanpa sadar, Gavin ingin membela diri. Namun, aku sudah tidak tertarik untuk mendengarkan kata-katanya."Melisa …."Aku langsung memotongnya, "Kalau begitu, kita selesaikan di pengadilan. Pengacaraku

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 6

    Setelah menyelesaikan semuanya, aku pindah ke rumah kakakku.Saat melihat mataku yang sudah bisa melihat kembali, kakakku menangis terharu, berkali-kali mengucap syukur atas anugerah ini.Tiba-tiba, sesuatu terlintas di benaknya. Kakakku mengernyitkan kening, lalu menegurku."Kalau saja kamu dari dulu setuju pergi ke luar negeri, mungkin matamu sudah sembuh sejak lama. Semua karena bajingan itu, kamu sampai terlambat mendapatkan pengobatan."Aku tersenyum, lalu menenangkan hatinya, "Sekarang pun belum terlambat."Namun, dalam hati aku tahu bahwa apa yang dikatakan kakakku benar.Aku masih ingat saat pertama kali bertemu Gavin. Saat itu, matanya bersih dan jernih, tanpa sedikit pun noda kebohongan.Pria itu menghormatiku, mencintaiku, serta selalu mengutamakan diriku dalam segala hal.Meskipun aku tiba-tiba ingin makan kue dari tempat yang berjarak ribuan kilometer, dia akan langsung memesan tiket tanpa ragu.Pada saat itu, aku benar-benar percaya bahwa aku telah menemukan cinta sejati.

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 5

    Ada keheningan di ujung telepon. Satu menit kemudian, barulah terdengar suara tawa dari seberang sana."Melisa, jangan main-main. Lelucon seperti ini sama sekali nggak lucu," kata Gavin."Semua yang aku katakan adalah kebenaran," balasku.Nada tegas dalam suaraku membuat Gavin langsung kehilangan kendali."Melisa Galant!"Meskipun sedang marah, Gavin tetap menekan suaranya saat berbicara denganku.Gavin berkata, "Kamu hanya seorang buta. Kalau bukan denganku, mau ke mana lagi kamu?""Selain aku, nggak ada yang akan mengasihanimu dan merawatmu! Bahkan keluargamu sendiri pun nggak akan!""Kalau sekarang kamu mau mengakui kesalahanmu, aku masih bisa memaafkanmu. Kalau nggak, kamu hanyalah seorang yatim piatu yang nggak diinginkan siapa pun!"Dulu, begitulah cara pria ini mencuci otakku. Dia membuatku percaya bahwa aku adalah beban terbesar.Dia membuatku menyerah dan menerima permintaannya, agar aku tidak menyusahkan kakak-kakakku.Setiap kali Gavin berkata seperti ini, aku akan selalu me

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 4

    Suara itu tiba-tiba terhenti. Kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar.Aku terkejut hingga napasku tercekat. Kemudian, aku memejamkan mata dengan cepat, mendengar langkah kaki mendekat, lalu menjauh lagi.Saat pintu tertutup kembali, suara Gavin terdengar sedikit lebih pelan."Aku memasang kamera pengawas di rumah hanya untuk mengawasi setiap gerak-geriknya, memastikan dia nggak tiba-tiba sembuh, lalu mengganggu anak yang dikandung Alina!""Sekarang kamu memberitahuku kalau dia akan sembuh?""Aku nggak peduli cara apa yang kamu gunakan, tapi Melisa harus tetap buta!"Gavin menarik kerah dokter itu dengan kasar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku makin membeku.Aku selalu berpikir bahwa semua ini terjadi karena nasibku yang buruk.Aku bahkan percaya bahwa Gavin sudah berusaha keras mencarikan pengobatan untukku. Setiap kali mendengar ada dokter terkenal, dia akan langsung memesan tiket untuk berangkat ke sana.Aku selalu merasa bersalah, berpikir bahwa aku telah meny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status