Share

(Bukan) Orang Ketiga

"Mohon maaf, Bu Lania, tetapi pagi tadi pak Robby membatalkan semua persiapan yang sudah dilakukan. Pak Robby juga mengatakan bahwa pernikahan pak Robby dan Bu Lania batal" Jelas seorang wanita dari seberang sana dengan ragu-ragu. 

Lania mengepalkan kuat-kuat tangannya, ia merasa sangat terluka dan terhina karena Robby dengan mudahnya membatalkan persiapan pernikahan mereka yang sebentar lagi selesai. Lania langsung mematikan sambungan telepon, ia sudah tidak minat berbicara dengan orang WO. 

Kaki jenjangnya berbalik menuju mobil miliknya, ia harus bicara dengan seseorang yang sudah mempermalukan dirinya itu. Lania menancap gas pedal mobilnya, membelah kota Jakarta yang ramai dengan kesal yang tidak berujung. 

Pernikahan mereka tidak boleh batal, itu adalah hal yang tidak bisa siapapun ganggu gugat. Robby tidak seharusnya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak, semua waktu berharganya sudah ia kerahkan untuk pernikahan impiannya ini. 

Lania keluar dari mobilnya, ia bergegas masuk ke dalam kantor Robby yang dahulu belum sebesar ini. Gadis itu menemani Robby bahkan sebelum Robby bisa memakai pakaian mahalnya seperti sekarang. 

Saat Lania melangkah masuk lebih dalam, secara tiba-tiba beberapa security menghampirinya. Mereka menahan Lania agar tidak masuk menemui Robby. 

"Minggir, saya harus ketemu bos kalian!" Ketus Lania. 

Salah satu security yang memiliki pangkat lebih tinggi maju lebih dekat dengan Lania. "Maaf, Bu Lania. Pesan Pak Robby jika Bu Lania datang, kami diminta untuk menghalangi Ibu datang ke ruangan Pak Robby!"

Lania tertawa kecil, ternyata Robby sudah memperhitungkan jika dirinya akan datang ke kantornya, sehingga ia menyiapkan banyak security untuk menghalanginya. "Minggir. Kalian kerja di sini juga karena saya, jangan bertingkah!"

Lania menerobos para security itu, gadis itu berjalan dengan penuh emosi ke ruangan Robby. Ia benar-benar sakit hati dan kecewa atas perilaku Robby yang semena-mena, bahkan Robby tidak menanyakan pendapatnya sebelum ia membatalkan pernikahan mereka. 

Para security itu membuntut di belakang Lania, beberapa kali mereka meminta Lania untuk berhenti walaupun tidak mencoba untuk menghentikannya. Kini para pekerja di perusahaan Robby memperhatikannya, ia menjadi pusat perhatian karena keributan yang Lanja timbulkan. 

Tetapi Lania tetaplah Lania, ia tidak peduli dengan banyak mata yang menatapnya. Urusannya kali ini lebih penting daripada mengurusi orang lain yang belum tentu mau membantunya. 

Lania membuka handle pintu ruangan Robby tanpa mengetuk sebelumnya, gadis itu diam sesaat melihat Robby yang sedang berbicara sesuatu dengan seorang wanita cantik dengan rambut panjang sepinggang. Lania berjalan mendekati mereka dengan tangan yang membuat suara, ia bertepuk tangan. Gadis itu melihat calon suaminya berbicara dengan jarak yang sangat dekat dengan wanita lainnya. 

"Bagus, Rob, kamu bilang aku selingkuh tapi ternyata kamu yang selingkuh di sini?" Lania menarik tangan wanita yang ada di hadapannya, lalu menghempaskan gadis itu sehingga jatuh tersungkur di lantai. 

"Lania!" Teriak Robby. 

Robby bergerak cepat menghampiri sekretaris barunya itu, ia membantu wanita itu berdiri.

"Gak waras kamu? Kamu emang hobi nyakitin orang lain, La?" Tanya Robby emosi. 

"Yang gak waras itu kamu. Ngapain kamu berduaan sama wanita ini disaat hubungan kita lagi gak baik-baik aja, Rob?" Teriak Lania. 

"Hubungan kita udah berakhir, La!" Teriak Robby yang tidak kalah kencang dari Lania. 

Lania mengalihkan pandangannya ke wanita yang masih berdiri di samping Robby, gadis itu semakin memuncak kemarahannya karena wanita itu tidak beranjak dan memberikan ruang untuk dirinya dan Robby bicara. Dengan keras Lania menarik tangan sekretaris Robby itu dan menyeretnya sampai ke ambang pintu, lalu ia kembali menghempaskan wanita itu sehingga punggungnya membentur tembok. 

"Tau diri jadi orang, jalang!" Lania membanting pintu ruangan Robby, lalu ia membalikkan diri ke Robby yang masih berdiri di tempatnya dengan wajah yang sudah sangat memerah. 

"Apa mau kamu, La?" Tanya Robby dengan penuh emosi. 

"Kenapa kamu membatalkan pernikahan kita?"

"Karena hubungan kita memang udah berakhir, Lania, kamu harus sadar itu!"

"Aku gak pernah terima hubungan kita berakhir, Rob, gak akan!"

Robby mengacak rambutnya frustasi, ia benar-benar mencapai batas emosi yang selalu ia tahan selama ini. 

"Aku mau kita tetap menikah, Rob!" Suara Lania melemah, gadis itu mulai menangis. 

"Tapi aku engga, La, aku udah melepaskan kamu!" 

Lania memegang tangan Robby, gadis itu mulai berlutut di hadapannya dan menangis. Robby mengepalkan kedua tangannya, hatinya sangat sakit melihat Lania berlutut seperti ini. Ia tidak bisa bohong, Lania masih memenangi hatinya. 

"Maafin aku, Rob, aku benar-benar gak punya maksud buat khianatin kamu. Aku bersumpah aku gak punya hubungan apapun sama pria itu, aku bersumpah Rob!" Ucap Lania disela tangisannya. 

Robby membantu Lania untuk berdiri, walaupun gadis itu sebelumnya menolak, Robby tetap memintanya berdiri. 

"Pulang, La, gak ada yang perlu dibahas lagi!" Ucap Robby pelan. 

Lania mengangkat kepalanya, kedua mata mereka saling bertemu dan terkunci sesaat. "Aku mohon, Rob, kasih aku kesempatan satu kali lagi. Aku akan melakukan apapun yang kamu minta asal aku dapet kesempatan lagi dari kamu!"

Robby menarik Lania ke dalam pelukannya, membuat gadis itu kembali terisak. Ia benar-benar tidak tahan melihat Lania menangis, hatinya jauh begitu hancur melihat Lania menangis dan berlutut seperti tadi di hadapannya. Dalam diamnya, Robby pun menangis. Ia tidak tahu keputusannya untuk mengakhiri hubungan dengan Lania itu benar atau salah. 

********

Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian dimana Robby memeluk Lania di kantornya. Sesungguhnya itu bukanlah hal yang ingin dilakukan olehnya, tetapi pada saat itu otak dan hatinya tidak sejalan. Hatinya lebih unggul sehingga tangannya tanpa sadar mereguh tubuh kecil Lania ke pelukannya. 

Lania semakin menjadi, gadis itu datang setiap siang untuk mengajak Robby makan siang lalu pergi dan datang lagi saat sore hari untuk menjemput Robby. Gadis itu benar-benar menunjukan menjadi kekasih yang ideal, tetapi sayangnya Robby tidak terpengaruh. 

Pria itu bersikap dingin pada Labia, tidak pernah menanggapi apapun perkataan gadis itu. Menepis dengan kasar apabila gadis itu mulai menyentuh tubuhnya. 

Robby tidak bisa tegas pada Lania, bagaimana ia bisa tegas pada gadis itu jika untuk mempertegas hatinya bahwa Lania bukan miliknya lagi saja ia tidak bisa. 

Pengecut. 

Itu yang selalu dikatakan oleh Robby pada dirinya sendiri. 

"Pak Robby?" 

Robby tersadar dari lamunannya setelah beberapa kali dipanggil oleh sekertaris barunya yang pernah menjadi korban ketidakwarasan Lania. 

"Oh... Kenapa, Jas?"

Robby memperbaiki posisi duduknya, ia duduk dengan tegap. Memperlihatkan bagaimana berwibawanya pria tampan berambut ikal itu. 

Jasmine—wanita cantik yang baru bergabung di perusahaan Robby itu tersenyum dengan sangat manis, pria manapun mungkin akan terpikat dengan senyumanya. Wanita tinggi dengan kulit sawo matang, dan lesung pipi di pipi kanannya membuatnya terlihat sangat mempesona. 

"Ini ada beberapa dokumen yang harus bapak tandatangani" Jasmine menyerahkan beberapa tumpukan map kepada Robby dan diterima oleh Robby dengan senyum tipis. 

"Dan saya juga ingin mengingatkan Bapak kalau nanti siang Bapak ada rapat dengan perwakilan PT. Wijaya Segar" Sambung Jasmine. 

Robby mengangguk. 

Pandangan mata Robby hanya fokus dengan dokumen yang sedang ia tandatangani, Robby tidak sedetikpun menatap wajah Jasmine saat gadis itu mengingatkan jadwalnya. Sebenarnya Robby sangat malu dengan Jasmine, pasti wanita itu sudah tahu setidakberdaya apa Robby saat di depan Lania saat itu. 

Image tegas nan galak yang Robby bangun di depan para karyawannya kini harus dihancurkan oleh kebodohan Lania di depan sekertaris baru yang bahkan belum ada sebulan bekerja dengannya. 

"Kalau begitu saya kembali ke meja saya, Pak" Jasmine membungkukan tubuhnya sejenak lalu berbalik badan berjalan keluar dari ruangan Robby. 

"Jasmine..." Panggil Robby. 

Belum lima langkah Jasmine berjalan, Robby sudah memanggilnya dan membuat wanita itu menoleh dan berjalan mendekati meja Robby. 

"Ada sesuatu yang Bapak butuhkan?" Tanya Jasmine tersenyum. 

Robby mencengkeram erat-erat pulpennya, ia ragu-ragu untuk bicara kepada Jasmine. 

"Kamu baik-baik aja?" Tanya Robby dengan pelan.

Jasmine sedikit menyeringit bingung, ia berusaha mengerti maksud pertanyaan atasannya itu. 

"Ini soal Lania yang bersikap kasar sama kamu beberapa hari yang lalu" Sambungnya. 

Jasmine akhirnya mengerti, ia tersenyum kembali. "Saya baik-baik saja, Pak"

"Kamu terluka?"

Jasmine menggeleng, "Saya sungguh baik-baik saja, Pak!"

Robby berjalan mendekati Jasmine, pria itu benar-benar merasa tidak enak hati dengan Jasmine. 

"Saya minta maaf atas kejadian yang tidak mengenakan waktu itu, saya tahu kebodohan mantan kekasih saya itu tidak bisa dimaafkan begitu saja" Robby diam sejenak, ia melihat raut wajah Jasmine yang masih setia tersenyum. "Untuk itu saya benar-benar minta maaf sama kamu, Jas!"

Jasmine menggeleng, ia menjadi tidak enak hati mendengar Robby yang begitu merasa bersalah. "Saya beneran ngga oa-pa, Pak. Lagipula saya juga sama sekali tidak memikirkan kejadian tempo hari yang terjadi!"

Robby tersenyum tipis, sangat tipis. "Terima kasih ya, Jas. Dan satu hal lagi... Tolong jangan sampai orang kantor yang lain tau mengenai masalah ini. Saya gak mau mereka mikir macem-macem"

Jasmine tersenyum, wanita itu mengerti apa maksud dan tujuan Robby mengatakan hal itu. Robby merupakan seorang pemimpin, ia harus tegas dan menyembunyikan sisi lemahnya dari orang lain, dan tidak membiarkan seorang pun tahu kelemahannya, untuk itu Jasmine sangat mengerti. 

"Bapak tenang saja, saya tidak akan mengatakan hal ini dengan siapapun!" Ucap Jasmine. 

Robby tersenyum. 

Hatinya sedikit menghangat mendengar ucapan dari Jasmine. Robby memang takut jika keributan itu sampai terdengar oleh telinga para karyawan kantornya, pasti ia sudah menjadi bahan olok-olok karyawannya sendiri. 

*******

Lania menghentikan langkahnya di depan pintu masuk restoran Jepang favorit Robby, yang gadis itu dengar dari karyawan kantor Robby, pria itu sedang meeting di sini dengan clientnya. Oleh karena itu, Lania berpikir untuk makan siang bersama setelah Robby selesai pria itu rapat. 

Kaki jenjangnya yang terekspos dengan jelas karena ia memakai dress selutut itu melangkah lebih dalam untuk mencari tempat di mana Robby duduk. 

Mata cantik Lania mengitari sekitarnya, mencari pria yang sudah berkali-kali jatuh pada pesonanya itu. Sampai akhirnya meta kecil Lania menangkap Robby sedang duduk dan menyantap makanannya. 

Lania bergegas mendekati pria yang masih tetap ia akui sebagai kekasihnya, tetapi sebelum kakinya melangkah lebih jauh ia berhenti. 

Wajah yang semula senang melihat Robby, kini berubah menjadi kemarahan. Lania menyadari bahwa ada seseorang yang menemani Robby makan siang. Wanita yang sebelumnya pernah ia buat memar punggungnya, karena berani menggoda miliknya. 

Lania kembali berjalan mendekati meja Robby makan, gadis itu tanpa basa-basi langsung menarik rambut wanita yang sedang asyik makan sambil berbincang kecil dengan kekasihnya. 

Jasmine merintih kesakitan kala Lania menarik rambutnya dengan kasar, wanita itu berdiri mengikuti tuntunan Lania yang menarik rambutnya. Semua pengunjung restoran sudah menjadikan mereka pusat perhatian, mereka saling berbisik dan tak jarang merekam kejadian itu. 

Lania menghempaskan rambut panjang Jasmine dengan kasar. 

"Dasar cewek gatel, tunangan orang masih mau digoda juga? Dasar jalang!" Teriak Lania. 

Seluruh pengunjung ricuh. Mereka tidak menduga bahwa terjadi penglabrakan di tengah makan siang mereka. 

Ini adalah maunya Lania, gadis itu mempermalukan Jasmine di depan banyak orang sampai wanita itu malu untuk menunjukkan wajahnya. 

Jasmine sudah tidak bisa membendung air matanya, gadis itu benar-benar merasa malu sekarang. Ia dipermalukan atas hal yang tidak ia lakukan. 

"Cowok di dunia ini banyak, jangan goda cowok yang udah mau nikah! Lo gak laku atau lo emang suka ngerusak hubungan orang?" Teriak Lania lagi. 

Jasmine disoraki banyak orang membuat gadis itu bergetar hebat, ia sungguh ketakutan sekarang. 

"Lo—" Lania menggantungkan ucapannya setelah merasakan tangannya ditahan oleh seseorang. 

Ia menoleh dan mendapati wajah Robby yang memerah karena menahan amarah. Robby mencengkram erat tangan Lania, membuat gadis itu memekik kesakitan, tetapi Robby tetap mencengkram tangan gadis itu bahkan lebih keras. 

"Aku udah bilang untuk berhenti berbuat hal bodoh!" Bisik Robby. 

Lania berusaha melepaskan cengkraman Robby, "Robby, sakit..."

"Lo itu menjijikkan, Lania. Lo sampah. Gue bener-bener muak sama kelakuan sok jagoan lo... Jalang!"

You Lose Me, You Find You

I Lose You, I Lose Me

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status