Share

Cheating

Sudah satu minggu sejak Lania berada di rumah sakit, tetapi ia belum sekalipun melihat Robby menjenguknya. Setiap hari hanya Diana sendirian yang menjenguk dan menemani Lania, sampai Lania muak sendiri mengetahui hanya Diana yang datang. 

Lania menginginkan Robby untuk datang dan melihat betapa mengenaskan dirinya, ia tahu Robby akan luluh jika melihatnya sakit. 

"Gue udah mau keluar rumah sakit tapi Robby tetep gak jenguk gue. Percuma gue hampir mati kemarin, tapi Robby tetep gak mau ketemu gue!" Maki Lania. 

Kini Lania hanya sendirian di kamar VIP yang luas itu, ia sudah cukup sehat daripada kemarin. Sepertinya Lania akan sudah boleh pulang dalam waktu dekat ini karena kondisinya semakin membaik. 

Gadis bernama lengkap Lania Khafasya itu melipat kedua tangannya di depan dada, kedua matanya menatap tajam ke layar televisi yang sedang menampilkan acara musik. Suasana hatinya benar-benar buruk, ia hanya butuh Robby saat ini. 

Ponsel Lania berdenting, ia melihat notifikasi pesan dari Ambar. 

Ambar:

Robby di lobby rumah sakit, kayaknya dia mau jenguk lo

Lania membulatkan matanya lebar-lebar, ia tersenyum. Jantungnya berdetak dengan cepat. Rasanya ia ingin berteriak saat itu juga, karena Robby masih peduli dengannya. Lania tidak akan pernah kehilangan apa yang sudah ia dapatkan selama ini, Robby akan tetap menjadi miliknya. 

Itu adalah hal mutlak. 

Pintu kamar Lania mulai terbuka, perlahan derap langkah kaki tegas dibaluti sepatu kulit mahal itu mulai memasuki kamar Lania. Sedangkan Lania semakin mengembangkan senyumnya, seseorang yang hampir satu bulan ini tidak ia lihat rupanya kini berdiri tepat di hadapannya. 

Robby berdiri dengan wajah yang sangat dingin, tatapannya tajam menusuk siapapun yang berkontak mata secara langsung dengannya, tetapi sepertinya itu tidak berlaku untuk gadis seperti Lania. Ia masih setia mengembangkan senyumnya sehingga gigi putihnya terlihat. 

Dengan pakaian jas lengkap, Robby mulai mendekati bangsal Lania. Tanpa senyum sedikitpun yang menghiasi wajah tampannya. 

"Sayang..." Sapa Lania yang secara reflek menarik tangan Robby. 

Robby dengan cepat menepis tangan Lania dengan kasar, membuat gadis itu sedikit terkejut karena perilakunya. 

"Kenapa? Kok ditepis?" Tanya Lania dengan nada merajuk. 

Robby diam, ia benar-benar tidak berselera bertemu dengan Lania. Jika bukan karena mamanya yang memohon untuk menjenguk Lania, Robby tidak akan menampakan wajah di depan Lania. 

Ia sangat muak. 

Lania mengulurkan tangannya, menarik dasi Robby, mengkikis jarak antara mereka. Kini wajah mereka hanya berjarak beberapa cm, Lania bisa dengan jelas melihat kantung mata Robby yang menghitam, tetapi ditutupi dengan cream. 

Aroma tubuh Robby yang selalu membuatnya tenang, kini bisa Lania hirup lagi. Sudah sangat lama rasanya. Mata teduh Robby yang kini terselimuti kebencian, dan bibir kecil Robby yang sangat menarik. Wah, Lania hampir menangis karena sudah lama ia tidak melihat semua kesempurnaan pada diri Robby. Lania sangat merindukannya. 

Robby menarik diri dari Lania, kembali menepis dengan kasar tangan gadis itu dengan kasar dari dasinya. 

"Jangan macem-macem kamu!" Tegasnya. 

Lania tertawa kecil, "Macem-macem apa sih, Sayang? Emang gak boleh skinship sama pacar aku sendiri?"

"Hubungan kita udah berakhir, Lania!" Ucap Robby penuh penekanan. 

Lagi-lagi Lania tertawa, "Kapan? Kapan hubungan kita berakhir? Gak pernah ada kata itu yang keluar dari mulut kamu atau aku, Rob!"

"Ada" Sahut Robby. 

Lania menyeringit bingung, "Kapan?"

"Sekarang!" Jawab Robby. "Sekarang. Mulai hari ini hubungan kita berakhir, Lania!"

Lania mengendus kecil, ia menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tidak gatal. "Kamu yakin bisa mengakhiri hubungan ini, Rob?"

"Aku yakin, seratus persen!" Jawab Robby. "Tiga kali Lania, tiga kali kamu selingkuhin aku. Kamu mainin perasaan aku, kamu hancurin aku, kamu siksa batin aku terus menerus. Kalo tetap bersama kamu ngebuat aku kehilangan diri aku sendiri, aku lebih memilih untuk kehilangan kamu, dan menemukan aku kembali!"

Lania diam, kali ini ia tidak merespon apapun. Gadis itu hanya mencoba mendengarkan Robby. 

"Aku kasih semua yang aku punya ke kamu, bahkan kamu gak sedikitpun kekurangan kasih sayang dari aku, La, engga seperti omong kosong yang kamu katakan ke mama. Aku mencintaimu kamu, kamu segalanya bagi aku. Tapi aku gak pernah begitu bagi kamu!"

Kedua mata Robby mulai memanas, ia ingin sekali menumpahkan apa yang ia rasakan kepada Lania. Gadis yang membuatnya seperti ini haruslah bertanggung jawab. 

"Kamu selingkuhin aku untuk pertama kalinya, dan alasan kamu karena aku gak ada waktu untuk kamu. Aku terima, La. Bahkan aku berlutut minta maaf sama kamu sehingga kita mulai lagi dari awal agar aku gak kehilangan kamu!"

Lania menjatuhkan air matanya untuk pertama kali, gadis itu merasa sesak di dadanya melihat dan mendengar semua isi hati Robby. 

"Saat kamu selingkuh yang kedua kalinya, dan kamu bilang kamu bosan sama aku. Aku masih maafin kamu, malahan aku yang merubah diri aku sendiri sehingga hubungan kita bisa langgeng karena aku gak ngebosenin lagi buat kamu. Tapi ternyata kamu selingkuhin aku untuk ketiga kalinya. Aku salah, La, aku salah... Seharusnya pada saat itu yang aku mengakhiri hubungan kita, karena perselingkuhan kamu itu bukan dari kesalahan aku tetapi karena kamu yang emang gak bisa dengan satu pria!"

Seperti di hantam ton-an batu, dada Lania sangat sesak. Robby tidak pernah berteriak seperti ini kepadanya, pria itu tidak pernah menjadi seperti ini sebelumnya. Apa ia sejahat itu? Apa semua yang ia lakukan benar-benar mengubah sosok lembut dan penyayang seperti Robby menjadi sosok lain yang bahkan belum pernah ia lihat. 

"Aku capek, La... Salah aku apa? Kenapa kamu setega itu? Kurang apa aku buat kamu, Lania?" Tanya Robby. 

Robby sudah menangis, entah sejak kapan. Pria itu mengeluarkan semua hal yang selama ini membuatnya sesak. Robby mengutarakan semua yang selalu mengganjal di dalam hatinya kepada Lania. Tetapi alih-alih ia merasa lega, Robby merasakan sesuatu yang sangat aneh di hatinya, hatinya sangat sakit, begitu perih melihat Lania menangis. 

Tetapi Robby tidak menunjukkannya, ia harus tetap menjaga batasan. Lania harus tahu dan sadar bahwa ia sudah tidak bisa lagi gadis itu kendalikan. 

Lania turun dari ranjang tempat tidurnya, ia berdiri di hadapan Robby. Menatapnya dengan penuh rasa bersalah. Perlahan Lania mengulurkan kedua tangannya, menggenggam kedua tangan Robby dengan sangat lembut. 

Tatapan mereka terkunci, Robby masih menangis tetapi sudah lebih terkendali. Lania tersenyum, menatap Robby yang masih menangis. Senyum yang sama yang Robby lihat delapan tahun lalu, saat mereka berdua bertemu. 

"Maaf" Ucap Lania. "Entah itu ucapan maaf yang keberapa yang kamu denger dari aku, Rob, tetapi kali ini aku sungguh minta maaf"

Mereka sama-sama diam sejenak, menatap satu sama lain semakin dalam. 

"Aku bukan wanita sempurna untuk kamu, aku terlalu buruk untuk kamu. Aku menghancurkan kamu tanpa aku sadari, aku berbahagia di atas luka yang kamu rasain selama ini. Oleh karena itu aku minta maaf"

"Aku sangat mencintai kamu, Rob, aku mau jadi pendamping hidup kamu. Untuk itu, aku mohon sama kamu kasih aku kesempatan sekali lagi"

Robby tersenyum, "Untuk apa? Untuk menghancurkan aku lagi?"

Dengan cepat Robby menarik tangannya dari genggaman Lania, sebenarnya Robby sempat luluh sejenak saat Lania berbicara dengan lembut dan menatapnya. Tetapi Robby kembali teringat dengan semua pengkhianatan gadis itu. 

"Maaf, La" Robby menjeda ucapannya "Tapi tidak ada pembenaran di atas pengkhianatan!" Ucap Robby. 

Robby berbalik dan pergi meninggalkan Lania yang mematung. Gadis itu benar-benar sedang mencerna apa yang sudah ia dengar tadi. Untuk pertama kalinya Robby menolak keinginannya. 

"AAAAA SIAL!" Teriak Lania frustrasi. 

"Sia-sia gue harus pura-pura nangis di depan Robby" Lania berhenti sejenak. Ia menatap pintu kamarnya dengan sangat kesal. "Lo liat, Rob, gue bakal buat lo bertekuk lutut bahkan rela sujud buat ajak gue kembali bersama lo!"

You Lose Me, You Find You

I Lose You, I Lose Me

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status