Share

6. Berapa Hargamu?

Bianca mengenakan pakaian berwarna merah yang memamerkan perut ratanya malam itu. Bersama dengan make up tebal yang menggoda di wajah tipisnya. Aroma mawar yang menguar dari tubuhnya membuat beberapa pasang mata langsung melirik. Tak sedikit pula yang menatapnya memuja.

Tidak hanya laki-laki. Perempuan pun juga ada yang memandangnya kagum.

Kharisma Bianca memang sekuat itu sampai mampu membuat orang lain tetap fokus melihatnya.

"Orang yang menyewa lo malam ini masih dalam perjalanan," ujar Sarah yang menghampiri Bianca.

Perempuan cantik yang dibalut pakaian merah itu mengangguk. Kemudian dengan santai duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung ke arah panggung. Tempat dimana biasanya penari telanjang beraksi.

"Dia minta lo menunggu di luar lima menit lagi," kata Sarah lagi.

Bianca menoleh. "Tidak di sini? Dia mau membawaku kemana?"

Sarah mengedikkan bahu. "Engga ngerti. Bawa saja tasmu seperti biasanya," balasnya. "Mungkin mau langsung ke hotel."

Tidak banyak pelanggan yang langsung meminta Bianca ke hotel. Biasanya para pria kaya itu akan menghabiskan beberapa jam dulu menikmati alkohol sebelum menidurinya.

"Memangnya siapa? Sudah tua apa masih muda?" tanya Bianca penasaran.

"Elo tau kok dia siapa," balas Sarah menoleh. "Dia pernah ke sini nyari lo."

Bianca mengernyit. Satu nama yang mucul di benaknya membuat wanita itu kemudian terkekeh.

"Reza?"

"No, you wrong." Sarah menggoyangkan jari telunjuk pertanda Bianca salah.

"Terus?" tanya Bianca dengan wajah ingin tahunya.

"Ravindra."

Bianca mendelik tidak percaya. Pria yang ia tolak tadi siang di cafe sekarang malah menyewa dirinya. Dia gigih juga, pikir Bianca.

"Bilang gue gak bisa," katanya menolak. Ia sudah bertekad dengan cara apapun Ravindra memaksa dirinya tetap tidak akan mau. Bianca juga sudah susah payah meyakinkan hatinya sendiri untuk tidak goyah dengan tawaran yang super menggiurkan itu.

Suatu hal yang langka memang bagi seorang Bianca menolak sebuah tawaran berupa uang yang tidak sedikit jumlahnya.

"Di bayar tiga kali lipat. Yakin elo gak mau?" kata Sarah memainkan alisnya. Kalau ada pria yang membayar lebih seperti ini biasanya Bianca tidak akan menolak. Bahkan meski kakek-kakek sekali pun yang menginginkannya.

Bianca langsung kembali menoleh. "Serius? Tiga kali lipat?" tanyanya tak percaya.

Woah. Ravindra pasti sedang menunjukkan seberapa kayanya Adiwijaya.

Omong-omong, Bianca sudah search keluarga Adiwijaya di internet semalam. Dan ia tidak bisa berhenti takjub ketika mengetahui seberapa kayanya keluarga konglomerat itu. Adiwijaya memiliki hotel mewah yang sudah tersebar di beberapa negara besar, bahkan, beberapa anggota keluarganya ada yang menduduki kursi pemerintahan. Tidak heran kenapa putra bungsu mereka, Ravindra Adiwijaya dengan enteng memberi dirinya black card juga bersedia membayarkan hutang keluarganya yang jumlahnya tidak main-main.

Uang miliaran rupiah pasti setara dengan ratusan ribu bagi seorang Ravindra.

"Dia sudah di luar. Elo mau apa gak?" tanya Sarah membuyarkan pikiran Bianca.

Sarah bukan tipe orang yang memaksa para wanitanya untuk selalu iya dengan para pria yang menyewa. Ia masih seorang wanita yang akan menghargai keputusan wanita lain. Karena itu jika Bianca kali ini menolak Ravindra, maka, Sarah tidak akan menerima uang dari pria kaya itu meski sangat disayangkan untuk ditolak.

Bianca menghela napas, menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Gue pikir dulu sebentar."

***

Ravindra membuka tiga kancing kemeja biru dongkernya. Menunjukkan seberapa mulusnya dada bidang yang sukses membuat wanita melirik ke arahnya. Membaca pesan dari Sarah yang mengatakan Bianca menolak membuat Ravindra berjalan tidak sabar memasuki club.

Lelaki itu bisa melihat Bianca yang sedang mengobrol santai dengan seorang pria. Ravindra tidak peduli kekacauan apa yang akan ia buat tapi tangan kanannya langsung menarik Bianca. Membawa wanita cantik yang mengumpati dirinya itu keluar dan memaksa masuk ke dalam mobilnya.

"Elo ngapain berengsek?"

Bianca menatap nyalang Ravindra yang juga menatapnya tidak santai.

"Kenapa menolak bertemu dengan aku?" tanya Ravindra dingin. Aura dominasi dari pemilik wajah tampan itu bisa Bianca rasakan. Namun, Bianca tetaplah Bianca. Wanita itu tidak pernah takut pada apapun.

"Itu hak gue yang engga bisa lo pertanyakan," balas Bianca sewot. Tangannya bergerak ingin membuka pintu mobil yang sialnya telah Ravindra kunci.

Bianca menggeram marah. Wajahnya kembali menoleh, menubrukkan pandangannya pada sepasang mata lelaki yang kaku itu. "Ravindra," ucapnya penuh penekanan.

Darah Ravindra berdesir mendengar namanya dipanggil oleh suara sexy milik Bianca. Rasa kesalnya meluap entah kemana digantikan hasrat yang perlahan muncul. Pertahanan Ravindra sepertinya tidak terlalu kuat malam ini sampai ia nekat menarik wajah Bianca. Menyatukan bibir penuhnya dengan milik Bianca yang begitu menggoda.

Ravindra tanpa izin mendobrak masuk dan mengacak kewarasan Bianca. Membuat wanita yang selalu perhitungan pada tubuh dan uang itu terbuai sesaat. Namun, sebelum pria itu lebih jauh Bianca dengan akal sehatnya yang tersisa mendorong Ravindra menjauh.

"Gila lo, ya?" sentak wanita itu ketus.

Ravindra menatap sayu Bianca. Jelas sekali dari tatapan matanya jika pria itu sudah sangat ingin. Namun, sekali lagi Bianca menguatkan dirinya untuk tidak terjebak dengan Ravindra. Bianca tidak munafik jika dirinya juga pernah melayani pria beristri, bahkan pernah juga dengan kakek-kakek. Tapi untuk Ravindra, Bianca benar-benar akan menolak. Kecuali jika pria itu hanya menginginkan kepuasan semalam saja.

"Sebutkan berapa harga yang harus aku bayar untuk tidur denganmu semalam."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status