Share

5. Dikembalikan

Bianca malam hari dan siang hari memang memiliki tampilan yang jauh berbeda. Jika di malam ia akan berpakaian sexy dengan menonjolkan bentuk tubuhnya, maka, di siang hari wanita cantik itu justru terlihat cute dan manis. Bianca terlihat sangat santai hanya dengan memakai jeans dan juga kaos putih lengan panjang.

Tidak peduli bagaimana gaya Bianca, wanita itu akan tetap cantik dan selalu mempesona dengan pakaian yang ia kenakan.

Bianca yang mondar-mandir melayani pembeli di Cafe itu membuat Ravindra tersenyum tipis. Siapa sangka wanita ketus dan dingin seperti Bianca mau repot-repot melakukan pekerjaan melelahkan seperti menjadi pelayan. Padahal seharusnya pendapatannya di Club sudah cukup menghidupi Bianca.

Pria dengan kaos berwarna kuning dan celana selutut itu memasuki Cafe. Membuat beberapa pelayan melihat ke arahnya karena lonceng yang berbunyi memang menarik perhatian. Tapi, wanita yang dari tadi jadi pusat perhatiannya sama sekali tidak melirik.

Ravindra merutuk dalam hati. Tidak peduli malam atau siang, Bianca memang selalu mengabaikannya.

"Mau pesan apa, Mas?"

Ravindra menoleh, melihat pelayan di bagian kasir bertanya ia jadi melangkah mendekat. Tatapannya turun melihat menu di atas meja.

"Ice Americano," jawabnya sembari mengeluarkan dompet dari saku celana.

Sudut matanya tetap melirik Bianca yang sibuk mondar-mandir mengantarkan pesanan.

"Masnya kenal sama Bianca?" tanya mbak kasir itu sembari tersenyum.

Ravindra yang ketahuan melihat Bianca jadi malu sendiri. Lalu dengan canggung mengangguk.

"Mau di antar Bianca saja minumannya?"

"Emang boleh?" tanya Ravindra excited.

Mbak kasir hanya tersenyum dan mengangguk. "Bisa di atur, Mas. Gampang. Saya ngerti kok kalau mau mendekati Bianca memang engga gampang."

Ravindra kembali tersenyum canggung mendengar kalimat terakhir mbak kasir. Kemudian ia pergi ke tempat duduk kosong. Menunggu pesanannya diantar oleh sang bidadari cantik tapi ketus.

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu Bianca datang ke arahnya dengan membawa pesanannya. Wanita itu memasang wajah datar seperti biasa. Tidak ada sapaan ramah atau sekedar senyum.

"Kebetulan kesini apa sengaja mau nemuin gue?" tanya Bianca to the point. Karena ia yakin kedatangan Ravindra ke sini bukan tanpa maksud. Bianca juga tidak akan bertanya dari mana Ravindra tahu dirinya di sini. Ia terjebak hutang saja Ravindra bisa tahu apalagi dengan tempat kerja Bianca.

"Sengaja. Kamu engga bales chat aku semalam."

Bianca memang tidak membalasnya karena merasa kesal. "Gue lagi kesel sama lo."

"Kayaknya yang kemarin aku kasih black card asli," kata Ravindra ketika Bianca sudah berbalik dan ingin pergi.

Wanita itu mendengarnya lalu berbalik dan menatap Ravindra lekat. "Black cardnya memang asli tapi elo engga bilang kalau udah tunangan."

Ravindra mengangkat dua alisnya. "Karena aku sudah tunangan makanya kamu engga bales chat aku?"

Bianca mengangguk mantap.

"Tunggu sini, gue ambil black card lo bentar."

Ravindra menahan tangan mungil Bianca yang akan pergi. Membuat si wanita mengernyit bingung.

"Kamu yakin? Penawaran dari aku engga merugikan kamu, 'kan?"

Helaan napas keluar dari belah bibir sexy milik Bianca. Tidak merugikan bagaimana? Kalau tunangannya Ravindra tahu nanti dirinya pasti akan dibilang pelakor. Belum juga kalau orang tua Melodi tahu.

Bianca tidak akan sanggup hidup dengan hinaan dari orang-orang yang harus ia hadapi karena jadi pelakor nantinya. Ia saja rela bekerja di Cafe agar orang-orang tidak curiga dari mana ia dapat uang, ini kok malah mau jadi pelakor. Bisa dicaci maki satu negara dia nantinya. Bianca benar-benar menjadi sosok penakut kalau sudah menyangkut omongan orang lain.

Kata-kata seperti 'biarkan saja orang lain mau ngomong apa, jalani saja hidupmu' sama sekali tidak bisa mempengaruhi Bianca untuk mengabaikan pendapat orang.

"Kalau ketahuan gue akan sangat dirugikan, Ravindra." Wanita itu menaruh kedua tangannya di atas meja. Mencondongkan tubuh dan menatap lekat wajah tampan si lelaki. "Gue engga butuh banget kok duit dari elo. Jadi, tunggu di sini sebentar. Gue ambil black card lo."

Bianca berjalan cepat menuju ruangan istirahat pegawai. Ia membuka loker dan mengambil black card milik Ravindra. Di pandanginya kartu hitam itu lama. Bohong kalau dirinya rela mengembalikan kartu hitam itu dan menolak penawaran Ravindra.

Dapat keberanian dari mana pula mulutnya tadi berbicara kalau dirinya tidak butuh uang?

Bianca menghela napas. Sudah lah. Kembalikan saja. Bekerja keras lebih lama lagi tidak masalah dari pada jadi pelakor.

"Ini." Bianca menaruh black card hitam itu di atas meja.

Ravindra mengetukkan jarinya di atas meja. Pandangan matanya lurus menatap Bianca yang terlihat sangat keras kepala di depannya.

"Kamu yakin engga bakal menyesal?"

Menyesal? Sudah pasti. Bianca adalah penggila uang, tentu saja penyesalan akan menghantuinya nanti.

"Dari pada jadi pelakor lebih baik kehilangan duit," balas Bianca sewot. "Udah, ya. Sana pergi. Gue mau kerja lagi."

Ravindra menghela napas. Lelaki itu berdiri dari kursi, mengambil black card dan mengangkat benda hitam itu tepat di depan wajah Bianca. Membuat wanita itu berhasrat ingin mengambil kembali.

"Waktumu tiga hari kalau mau berubah pikiran."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status