Beranda / Fantasi / You're My Mirror / Chapter 2 - Rumah Kakek

Share

Chapter 2 - Rumah Kakek

Penulis: sirahshe_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-15 22:05:41

"Woy! Ponsel gue geter!" seru Bara dengan susah payah karena lehernya begitu kuat tercekik. "Pasti Bokap gue nelpon!" lanjutnya terputus. "Lepasin!"

Setelah mendengar kata 'bokap' Rico langsung melepaskan kungkungannya. Siapa yang akan berani dengan seorang tentara bertubuh tegap dengan lengan, punggung, dada, dan perut yang hampir berisi otot semua. Lain dengannya yang seluruh badan hanya berisi lemak dan daging.

Sambil mengambil ponsel di sakunya, Bara mengelus-elus lehernya. Tatapan tajam tak tinggal diam ia berikan pada Rico yang malah nyengir tak ingat dosa memberikan dua jarinya hingga terbentuk huruf 'V'.

"Gue bilangin bokap gue, tau rasa lo!" ancam Bara sebelum melihat nama siapa yang tertera di ponselnya.

"Dasar anak mami!" sarkas Rico dan lagi-lagi mendapat tatapan tajam.

Benar saja, nama 'Bapak Tentara' tertera di sana, nama yang diberikan untuk kontak papanya. Bara memberikan isyarat pada Rico untuk diam, setelahnya ia berdehem sebentar dan menggeser panel hijau ke atas sebagai tanda ia menerima telepon itu.

"Hallo, assalamu'alaikum, Pa."

" .... "

Rico mencari tempat duduk karena merasa kakinya pegal menahan bobot tubuhnya yang kelewat berat. Untungnya ia di dekat tangga depan kampus, jadi bisa ia manfaatkan untuk duduk. Sesekali ia memperhatikan Bara yang tengah berbincang dengan orang di sebrang sana.

Sehabis menyelesaikan pembicaraan, Bara berjalan menghampiri Rico. "Gue lupa kalo sekarang pindahan ke rumah lama Kakek," kata Bara, memungut tas ransel berwarna hitam di samping Rico.

"Dih pikun."

***

Berkisar tujuh orang membantu keluarga Bara menurunkan dan memindahkan barang ke dalam rumah bergaya klasik jawa yang indah dan sejuk bila mata memandang. Tujuh orang itu sudah termasuk papa dan mama Bara, serta Rico dan Bara sendiri.

"Eh, Ganteng! Yang cepetan mindahinnya, masa cuma bawa barang segitu aja keberatan, apalagi gendong istri nanti, bisa-bisa nyusruk berdua." Bisma--papa Bara--menginterupsi langkah Bara yang tengah membawa kardus coklat berisi barang-barangnya, dengan ejekan.

Ekspresi wajah Bara terlihat tenang, menganggap hal tersebut sebatas gurauan yang sudah rutin didengar. "Nggak usah ngeremehin, ya, Bro," balasnya dengan santai. 

Kembali berjalan ia melewati tangga yang menjadi bagian utama untuk menuju pintu depan, sekali lagi ia berbelok melewati tangga kedua dan barulah memasuki area dalam rumah.

"Eh, Ganteng." Seorang wanita berusia sekitar 40 tahun keluar dari salah satu kamar. Bara sedikit terkejut sebab asik memperhatikan bagian dalam rumah yang ternyata begitu memikat. 

Bara yang sangat percaya diri, saat pertama kali panggilan sayang itu tercetus dari bibir Bisma, ia tidak merasa keberatan bahkan merasa bangga, karena dengan begitu dirinya yakin sudah tampan sejak lahir.

"Nanti bantu Mama angkat meja di kamar, ya, itu letaknya kurang pas soalnya."

"Papa aja, ya, Ma," tolak Bara seperti biasa jika sudah berkaitan dengan yang berat-berat. Tampang boleh tampan, tapi untuk masalah otot Bara tak akan kuat, 'biar yang lain saja' seperti itu kebiasaannya. 

"Kok, Papa? Papa kasian, capek ngangkat-ngangkat yang berat dari luar ke dalam. Kamu aja, ya," pinta Bella sekali lagi.

Bara menghela nafas sedikit berat. "Oke, deh," jawabnya tak ikhlas. Mau tak mau Bara mengiyakan permintaan Mamanya.

"Kok, keliatan nggak ikhlas, sih." Bella mengernyit. 

"Ikhlas, kok, Ma."

"Benar?"

"Iya ...."

"Sip, deh."

Setelah Mamanya berlalu ke depan rumah Bara langsung masuk ke salah satu kamar yang akan menjadi kamarnya. Tepatnya bekas kamar kakeknya. Hampir seluruh isi kamar bergaya klasik, kontras dengan rumahnya, dari ranjang, lemari sampai pintu, belum lagi pajangan dan hiasan dinding juga bergaya klasik.

Sebenarnya, Bara tidak suka, tapi mama dan papanya melarang Bara untuk menukar barang yang berada di dalam kamar kakeknya dengan barang-barang baru, hal ini dikatakan berdasarkan wasiat dari sang kakek sebelum meninggal dan diperburuk dengan ia yang diminta untuk menempati kamar tersebut.

Sebelumnya Bara menolak, hingga uring-uringan berhari-hari sampai sifat kekanakannya muncul dengan berikrar mogok makan. Jika sang mama tidak membujuk dengan kelembutan dan emeng-emeng akan dibelikan mobil baru, karena sebelumnya Bara meminta dan berdalih motor miliknya sering mogok tapi Bella abaikan, sudah jelas Bara tetap kukuh dengan pendirinya. 

Rasa merinding langsung menyentuh tengkuk dan lengannya yang tak tertutup kain, mengingat ia akan menempati kamar kakeknya yang sudah meninggal. 

"Dosa apa gue, disuruh nempatin kamar ini. Gila aja kalo ditambah ada tikus di sini," ucapnya takut-takut seraya menatap horor seluruh sisi ruangan bergantian.

Kedua tangannya meletakkan kardus di atas tempat tidur. "Tenang, Bara. Lo harus berani," ucapnya mencoba menyemangati diri sambil menghirup nafas dalam-dalam kemudian dihembuskan perlahan. 

Untuk mengurangi suasana horor bekas kamar kakeknya dan untuk meminimalisir rasa takutnya Bara memilih membuka tirai dan jendela dekat ranjang berukuran king size dengan seprai dan kelambu serba putih.

"Hah! Adem juga." Ia mulai merasa tenang kala menghirup udara segar setelah membuka lebar jendela itu. "Seenggaknya ada pemandangan asri buat nyuci mata di sini."

Dirasa sudah cukup untuk menikmati pemandangan asri, Bara merasa punggungnya harus dimanja. Ia berbalik kemudian mendekati tempat tidur, dalam satu hentakkan tubuhnya mendarat mulus di atas tempat tidur.

"Aaaaakh!" Sayang tidak dengan kepalanya yang justru menyelip di antara bantal dan terbentur benda keras.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • You're My Mirror   Chapter 29 - Jendela

    Suara mesin mobil dihidupkan menghentikan Bara dari aktivitasnya menarik rambut. Rambut yang memang sudah acak-acakan, bertambah mengenaskan sekarang. Terlihat wajahnya memerah, lelaki itu benar-benar menangis, kesal dengan kusutnya jalan hidup seperti benang tak terurus.Tidak mungkin 'kan ia berdiam diri saja kala telah mengetahui dirinya terancam dirukiah?Menyebalkan! Sudah pasti ia harus bangkit untuk menghentikannya.Bara meninggalkan lantai dan beranjak menuju jendela yang tirainya baru sebelah di buka. Dengan sekali tarik ia menyibak tirai sebelahnya lalu membuka jendela cepat-cepat.Terlihat si Merah melaju meninggalkan bagasi dan keluar dari halaman rumahnya.Mulut Bara terbuka. "Ma!" panggilnya berharap terdengar."Mama!""Mama!""Ma!"Tidak ada tanda-tanda Bella menyadari panggilannya, mobil BMW itu terus melaju hingga wujudnya terputus dari jangkauan pandang.

  • You're My Mirror   Chapter 28 - Dirukiah?

    Bella keluar kamar tergesa-gesa, gamis cokelat susu melekat pas di tubuhnya, lengkap bersama kerudung yang berwarna serasi. Wajah ibu kandung Bara itu terlihat gelisah, nafasnya memburu seraya mengunci pintu kamarnya dengan tangan yang gemetar."Ma." Bara datang menghampiri Bella untuk melihat kondisi sang mama yang sebelumnya ia duga tidak sedang baik-baik saja, dan dugaannya itu dibenarkan saat tangan dingin Bella menarik Bara untuk mendekat padanya."Ganteng!" sambut Bella sedikit berteriak namun tertahan, kini tangan memucatnya itu menggenggam erat telapak tangan milik Bara."Ada apa, Ma? Mama tadi kenapa teriak? Terus ini Mama kenapa jadi dingin dan pucat? Mama sakit?" tanya Bara beruntut, berlagak tidak tahu dan tidak mengerti padahal hatinya tengah berdetak kencang mencemaskan posisi Rose yang terancam.Bella menggeleng. "Mama baru aja dapet musibah.""M

  • You're My Mirror   Chapter 27 - Sihir Menyebalkan

    Bara bersingut mundur dengan cepat, matanya membola saat Rose tiba-tiba melempar sihirnya dan sengaja dipantulkan ke lantai tak jauh dari posisinya. Mata gadis itu menajam, berubah gelap dan menampilkan wajah yang tidak menyenangkan melainkan menyeramkan. Matanya berkaca-kaca, memancarkan ketidaksukaan atas apa yang baru saja terjadi. Bara menelan salivanya kuat-kuat, untuk kedua kalinya ia merasakan seluruh persendiannya mati rasa setelah bertemu Rose. Begitupun ketakutannya akan kematian selayaknya tempo hari. "Ro-Rose ... ma-maafin gue," pintanya memohon masih dengan posisi terlentang ditahan siku sama seperti saat pertama kali dirinya melihat keajaiban dunia di mana Rose keluar dari cermin. "Ja-jangan Rose." Tangan kanan Rose kembali bergerak memutar, dari gerakan tersebut dengan mudahnya asap hitam yang bercahaya penuh glitter muncul di atas

  • You're My Mirror   Chapter 26 - Mandi!

    "Ngung! Ngung!" Bibir kecil dan tipis Rose maju mengikuti ucapannya. Tampak lucu seperti anak kecil yang senang melihat sesuatu yang baru dan langsung ia sukai, sehingga menarik imajinasinya ke tingkat yang lebih tinggi. Menggemaskan. Tapi tidak untuk Bara, ia memutar bola matanya kesal, menarik bahunya untuk bangkit dan terduduk. Ia mengharapkan ketenangan seperti sebelum gadis itu datang, serta harapannya yang utuh terhadap Lily untuk menjadi kekasihnya. Tatapan sendunya penuh menatap Rose, bibirnya tertekuk ke bawah, sedih. "Bisakah?" tanyanya mengalihkan pandangan pada langit-langit kelambu, mungkin saja Tuhan mau mengasihaninya. "Hiks!" Bara membanting tubuhnya ke belakang kembali berbaring, menutup telinganya dengan bantal tak memberi kesempatan suara untuk masuk sedikitpun. Paman Tikus di sampingnya, sudah lebih dulu tenggelam di alam bawah sadarnya. Sedangkan Rose, gadis itu masih asik menikmati imajinas

  • You're My Mirror   Chapter 25 - Terusik

    Wah apa lagi ini? Karakter tersembunyi yang baru saja Rose tunjukkan membuat Bara takjub dalam hitungan detik. Gadis unik itu bukan hanya berotak cerdas dan peka, tapi juga suka melucu rupanya.Bara menahan senyumnya agar tidak mengembang, meski terbilang gurauan Rose garing, melihat tingkah lucunya cukup menjadi pengganti dorongan untuk membuat orang yang menyaksikannya tersenyum.Terlepas dari itu, terserah sajalah Bara tidak ingin terbawa perasaan. Jika ia tersenyum, takutnya sama saja membuka peluang tabir harapan Rose.Esok harinya Minggu datang, hari di mana Bara bebas dari mata kuliah dan dapat bersantai dengan ketenangan pikiran.Ah, berbicara tentang ketenangan pikiran sepertinya Bara sudah kehilangan hal tersebut semenjak Rose hadir dalam hidupnya dan Lily yang tidak pernah mau menjadi kekasihnya hingga meninggalkan ia memilih lelaki lain.Bara keluar dari kamar mandi dalam keadaan menggosok rambutnya yang basah me

  • You're My Mirror   Chapter 24 - Gadis Polos Palsu?

    "Sini biar gue aja." Tanpa permisi lelaki yang tengah mengalami patah hati itu merebut tissue dari tangan Paman Tikus membuat sang empu menyipit tak terima. "Lambat!" ejek Bara kepada Paman tikus, dan tanpa meminta izin kepada Rose, Bara langsung mengelap pipi Rose dengan tissue tersebut menggantikan Paman Tikus. Rose mengerjapkan mata bulatnya, memperhatikan wajah Bara dari dekat ada sensasi tersendiri. Sedangkan Bara tak mempedulikan itu, ia lebih memilih fokus mengelap wajah Rose yang masih tersisa bercak cokelat separuh. "Ngapain liat-liat?" tegur Bara tiba-tiba. Rose yang tertangkap basah anehnya tidak gugup sama sekali, ia menggeleng calm dengan tatapan polos yang tidak hilang. "Nggak usah heran, gue emang udah ganteng dari lahir, makanya dapet julukan si Ganteng," cetus Bara percaya diri menarik sudut bibir membentuk senyum miring. Mendengar kalimat itu Rose tak bereaksi, masih betah menyapu tatapannya di s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status