Share

Chapter 5 - Rose, Gadis Terkutuk

Memiringkan kepala terlebih dahulu, barulah Rose menjawab, "Kenapa tidak menanyakan sosok manusia padaku?" Ia malah balik bertanya, membuat Bara semakin bingung.

"Mana ada manusia keluar dari cermin?" timpal Bara, sambil menyenderkan tubuh pada ranjang yang kebetulan tepat berada di belakangnya.

"Ada," balas si gadis berbulu mata lentik itu yang tengah diinterogasi oleh Bara.

"Siapa?"

"Aku," jawabnya cepat penuh keyakinan.

Mata Bara terbelalak sempurna diikuti tubuhnya yang kembali bangkit sampai duduk tegap, terkejut dengan jawaban yang sama sekali tidak ia pertanyakan bahkan tidak terlintas sedikitpun dalam benaknya.

"Lo--lo manusia?" Bara menunjuk Rose, dan dijawabnya dengan anggukan. "Really?" Lagi, Rose hanya mengangguk.

"Mana bisa manusia keluar dari cermin?" Bara menyangkal jawaban Rose. Ia masih tidak percaya jika Rose adalah manusia.

Rose menghembuskan napas. "Bisa, Pangeran." Sepertinya mulai saat ini 'Pangeran' akan menjadi nama panggilan yang ia sematkan untuk Bara. "Karena kutukan," lanjutnya membuat Bara bertambah terkejut.

"Kutukan?!" Bara berteriak, sebagai ekspresikan keterkejutannya yang lama terpendam. 

Mimpi apa ia semalam, sehingga masuk kedalam situasi pengap seperti ini. Otaknya yang rata-rata, tidak cukup untuk dipaksa memahami makna dibalik semua yang baru saja terjadi.

"Lo--" Lagi, Bara menunjuk gadis di hadapannya. "Dikurung dalam cermin--" Lalu beralih menunjuk cermin yang anteng diam di ujung bibir kasur sebelah kiri, kemudian beralih lagi menunjuk Rose. "Sebagai kutukan?" 

"Betul!" Rose bersorak senang mendapati Bara mengerti maksudnya.

"Yang bener aja, kutukan macam apa itu? Yang pernah gue tau, kutukan itu kayak dikutuk jadi batu, atau dikutuk jadi ikan teri, kayak legenda Malin Kundang, tuh," katanya asal. Rose menggeleng, lagi pula ia tidak tahu tentang legenda tersebut. 

"Terus, gimana lo bisa keluar dari cermin?"

"Karena kamu," jawab Rose telak.

"Hah?" Tubuh Bara membeku. Lagi-lagi pikirannya dibuat tak berdaya. Setiap kata yang diucapkan gadis itu sungguh speechless, di luar nalar. "Gimana bisa karena gue?" geramnya menarik ujung rambutnya sendiri. 

Apalagi ini Ya Allah, batin Bara berkata merasa amat tersiksa.

***

Bahu gadis itu terangkat. "Mungkin karena Pangeran bisa mengucapkan mantranya."

"Mantra?" ulang Bara.

Rose mengangguk. Bola mata Bara menatap dalam bola mata milik Rose, mencari keseriusan dari tatapan gadis itu, dan yang ditangkap hanyalah kepolosannya.

Mantra apa lagi coba? otaknya terus dipaksa berputar untuk berpikir, mengingat kata-kata yang ia ucapkan saat pertama kali menemukan cermin antik itu.

Kepalanya menunduk, memandang lantai dengan nanar. Sulit dipercaya, namun untuk tidak mempercayai semuanya pun mustahil, karena kejadiannya jelas nyata ia rasakan, bukan hanya sekedar cerita yang didengar.

"Ganteng!" Suara seseorang yang familiar terdengar bersahutan dengan ketukan pintu.

Belum sempat mengingat mantra apa yang ia ucapkan sehingga gadis itu dapat terbebas, dengan cepat Bara berdiri. Pandangannya fokus menatap pintu, memastikan pintunya terkunci dengan rapat, takut sang mama bisa membukanya.

Bukan apa-apa, ia hanya takut jika Bella tahu ada seorang gadis di kamar seorang pria yang masih bujang, apa yang akan dipikirkan mereka nanti.

Interogasi kali ini cukup sampai di sini, ia harus menundanya, meski banyak pertanyaan yang harusnya Bara lontarkan pada Rose, tapi ia memilih menghentikannya.

Sekarang yang harus ia lakukan adalah menyembunyikan Rose agar tidak diketahui mamanya. 

Dengan satu tarikan di tangan Rose yang putih pucat bagaikan porselen. Rose berhasil berdiri, tapi nahas kakinya tersandung hingga membuat tubuh Rose terhuyung menubruk dada tak berisi milik Bara.

Tangan Rose tak sengaja menyentuh dadanya, tatapan mereka bertemu saat Rose mendongak. Adegan itu cukup membuat hati Rose berdebar, namun, tidak untuk Bara yang malah menampakkan wajah datar tak berekspresi yang sepertinya biasa saja.

Kejadian itu tak berlangsung lama, kala Bara menarik kedua bahu Rose untuk menjauh dari tubuhnya dan kemudian memutar tubuh itu untuk berbalik.

Rose langsung memegangi dadanya, ini kali pertama ia diperlakukan seperti itu oleh seorang lelaki walau hanya ketidaksengajaan, tapi tetap memiliki kesan berbeda baginya.

Selama sebelas tahun semenjak usianya tepat menginjak angka tujuh, hidup terkurung dalam cermin yang gelap dan sepi, tak pernah berteman bahkan mengenal seseorang, apalagi dekat dengan seorang lelaki. Membuat perasaan asing bersarang di hatinya.

Dulu pernah, saat di dunianya. Berteman dan malah sudah dijodohkan dengan kedua orang tuanya dengan seorang putra bangsawan. Tapi, semua itu telah lama sirna, saat penyihir itu datang dan merenggut semuanya.

Bara terus mendorong tubuh Rose mondar-mandir mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Matanya menangkap lemari sebagai tempat terdekat dari posisinya dan paling aman menurutnya.

Ia memutuskan untuk menyembunyikan Rose di dalam lemari yang cukup besar di samping ranjang, dengan langkah gusar Bara kembali mendorong Rose, tangannya membuka lemari yang ternyata dihuni banyak sarang laba-laba karena telah lama tidak digunakan. Setelah ini tugasnya akan bertambah.

"Masuk," titah Bara tanpa memikirkan nasib Rose jika disembunyikan di dalam lemari yang kemungkinan ada tikus.

"Untuk apa?" tanya Rose yang tidak mengerti.

"Sembunyi."

Terlihat lipatan halus di kening Rose, dari pancaran matanya ia seakan butuh penjelasan.

"Nanti gue jelasin. Sekarang lo sembunyi dulu." Bara menunjuk lemari yang sudah terbuka lebar.

Menurut, Rose masuk ke dalam lemari tanpa penerangan. Ia berjongkok sambil terus menatap Bara, anehnya sama sekali tidak ada rasa takut di mata itu.

"Jangan berisik, ya," pinta Bara disusul meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.

Rose hanya mengangguk polos, menurut lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status