Share

Chapter 6 - Paman Tikus

Setelah berhasil dengan mudah membujuk Rose, Bara gegas menutup lemari dan berjalan cepat ke arah pintu yang terus digedor.

"Bentar, Ma!" lontarnya seraya berjalan mendekati pintu. Tangannya sengaja mengacak surai hitam miliknya untuk bahan beralibi pada sang mama.

Ia membuka kuncinya terlebih dahulu sambil berusaha menetralkan perasaannya agar tak gugup, barulah setelah itu tangannya memutar knop dan menariknya hingga muncullah sosok yang selalu memanjakannya.

"Iya, Ma?" Bara berpura-pura menggaruk kepalanya dengan mulut yang menguap sehingga terlihat khas orang yang baru bangun tidur.

"Astaghfirullah, si Ganteng!" Bella meringis melihat anaknya baru bangun tidur, yang pada kenyataannya tidak benar. "Tadi, kan, Mama minta dibantuin angkat meja, kenapa malah tidur."

"Hehehe. Maaf, Ma. Abisnya udara dari luar sejuk banget, tadi niatnya cuma rebahan bentar, eh malah tergoda sama buaian angin. Jadi tidur, deh," ucapnya berbohong dengan cengiran yang dibuat-buat.

"Kamu, nih, kebiasaan baru aja angkat beberapa barang udah rebahan aja. Yaudah sanah cepetan cuci muka, abis itu keluar bantu Mama sama yang lain," perintah Bella sedikit kesal, tapi terlihat jelas bahwa ia tidak bisa marah dengan anak kesayangannya itu.

"Oke, siap, Ma!" 

Setelah itu, Bella berbalik meninggalkan Bara. Napas lega Bara hembuskan, untung saja Bella tidak curiga sedikitpun.

Memastikan mamanya sudah tak terlihat dari balik dinding, Bara buru-buru masuk kembali ke dalam kamar dan mengunci kembali pintunya, berjalan cepat kemudian membuka pintu lemari.

Tampak gadis imut masih setia berjongkok menatap Bara dengan tatapan polos sebagai ciri khasnya, bagaikan anak yang terbuang. Bara bernapas lega, tersenyum merasa geli dengan tingkahnya.

Sebenarnya Bella harus mengetahui masalah ini, tapi bagaimana cara ia menjelaskannya? Tidak mungkin, kan, ia langsung mengatakan bahwa Rose adalah seorang gadis yang keluar dari cermin. Sudah pasti langsung disangkal dan dikomentari telah mengada-ngada. 

Apalagi jika ia memberi tahu Bisma, papanya itu pasti akan langsung mengatakan ia tidak waras. Hanya ada satu orang yang mempercayainya, sudah tentu Rico.

Ya, meski terkadang menyebalkan hingga rasanya Bara ingin mengempiskan perutnya, tetap saja si Bohay adalah sahabat terbaiknya yang selalu ada untuk dirinya, baik senang maupun susah, sudah dijamin kesetiaannya. So sweet.

Tapi, sebelum memberitahu Bohay mengenai Rose, Bara harus menyelidiki tentang latar belakang Rose lebih lanjut. 

Rasa takutnya kini tergantikan dengan rasa penasaran yang begitu melekat di hatinya, terlebih saat ia mengetahui bahwa Rose adalah gadis baik-baik. Tidak ada rasa curiga sedikitpun, karena bisa jadi semua yang disaksikannya itu benar tanpa rekayasa.

Sebab tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, setiap hal yang kadang sering dianggap mustahil, tapi nyatanya bisa saja terjadi. Itulah salah satu alasan kenapa Bara mempercayai Rose.

"Ayo." Beberapa detik hanya saling menatap dan di selimuti kesunyian, Bara tersadar dan langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Rose berdiri.

Tanpa ragu, Rose menggapainya perlahan lalu Bara menariknya dengan hati-hati. Rose berdiri kemudian melangkah keluar dari lemari, sekilas bersamaan Rose keluar ada suatu bayangan kecil juga ikut bergerak ke pojok dalam lemari.

Bara menyipit, memperjelas apa yang barusan ia lihat. Rose yang semula hanya menatap Bara kini juga ikut mengalihkan pandangan ke titik fokus Bara.

"Ada apa?" tanya Rose ikut memperjelas pandangannya.

"Ada sesuatu tadi," jawab Bara enggan mengalihkan pandangan. 

"Oh, mungkin Paman Tikus," balas Rose enteng.

"Oh ... Paman Tikus, kirain ap--" Ucapan Bara terpotong, menoleh ke arah Rose yang sudah menatapnya terlebih dahulu dengan bola mata yang hampir keluar. "Apa?! Paman Tikus?"

Rose mengangguk bersamaan senyum manisnya. 

"Ma-maksud lo tikus beneran?"

Rose mengangguk lagi tetap menyunggingkan senyum.

"Astaghfirullah!" Dengan sigap Bara menutup kembali pintu lemari, tak sampai di situ ia pun menguncinya.

"Kenapa dikunci, Pangeran?" Tatapan Rose kini sendu, menatap sedih pintu lemari yang terkunci rapat. Ia memikirkan paman tikusnya yang baru ia temui dan berkenalan di dalam sana, paman tikus tidak memiliki teman dan tinggal di dalam lemari gelap nan pengap, sungguh menyedihkan.

"Karena tikuslah!" kesalnya, Bara berbalik melempar kunci lemari ke atas kasur dan mendaratkan tubuh di sana.

Rose menghampiri Bara, kemudian ikut duduk di sampingnya. Merasa terus-terusan ditatap, Bara sedikit risih. 

"Kok jahat," cetus Rose berhasil mengalihkan pandangan Bara sepenuhnya.

"Siapa yang lo maksud?" Bara merasa tersindir dengan ucapan Rose.

"Pangeran."

"Gue?" Bara menunjuk dirinya sendiri. "Kok gue?"

"Karena Pangeran telah mengunci Paman Tikus di dalam lemari. Itu jahat, Pangeran!" Rose berucap penuh penekanan di akhir kalimat, dengan tatapan yang menghunus tajam tepat di manik mata Bara.

"Cuma gara-gara tikus gue dibilang jahat?" gumamnya tak percaya.

"Memang seperti itu," balas Rose yang ternyata mendengarnya.

"Hah!" Bara menghembuskan napas beratnya bertambah pusing dengan sikap Rose. Sebentar ia merubah posisinya menghadap Rose. "Lo diam di sini, ya, jangan kemana-mana, jangan bersuara apalagi buat keributan. Gue mau keluar sebentar bantu-bantu Mama sama yang lain."

"Mama?" Rose memotong ucapan Bara setelah mendengar kata 'Mama'. Senyumannya kembali mengembang, rasa rindu hadir begitu saja tanpa ada yang mengundang.

"Iya, kenapa?"

"Boleh aku bertemu dengan Mama?"

Bara melotot terkejut, tadi susah payah ia menyembunyikan dirinya, dan sekarang gadis itu ingin bertemu dengan mamanya? Jelas tidak boleh, untuk apa coba? Dan belum waktunya.

"Nggak!" Spontan Bara menolak. Mendengar itu tatapan Rose menurun, kembali sendu dan terpancar kesedihan di sana. Bara mengatur napasnya sebentar, sulit juga menghadapi gadis polos ini, agaknya Bara harus menambah stok sabarnya.

"Nanti gue balik lagi buat lanjut nginterogasi lo. Oke?" Bukannya membujuk Rose, Bara malah mengatakan itu tanpa memperdulikan perasaan Rose, Bara beranjak dari duduknya lalu berdiri sambil menatap Rose yang masih menunduk.

"Inget pesan gue tadi, oke?"

Tidak ada respon, gadis itu membisu dan Bara menganggap itu sebagai persetujuan, lantas meninggalkan Rose keluar kamar. Sengaja Bara mengunci kamarnya dan membawa kunci tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status