Share

6

Penulis: qeynov
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-15 09:32:13

Brak!!

Gallen terlonjak, begitu juga dengan Sahrul yang langsung melompat ke dalam pelukan Boy. Pintu mobil yang dibanting keras membuat ketiganya kaget. 

“Len, calon bini lo kenapa lagi?”

“Iya nih. Masih pagi tapi udah suram aja auranya, Njrot!” Timpal Sahrul, melengkapi ke-kepo-an Boy. “Komuk lo juga, Anjir! Ngapa dah?!”

“Gue semalem pisah ranjang,” ungkapnya tak menjelaskan mengapa Navara mengamuk pagi ini. 

What the fuck!” Pekik keduanya, tercengang dengan pernyataan Gallen. Mereka tahu Gallen ini kadang memang di luar ekspektasi angan-angannya, tapi berhalu di pagi hari yang cerah sungguhlah sangat-sangat keterlaluan menurut mereka. 

Sahrul mendekati Gallen, melayangkan tangannya untuk memegang kening pentolan grupnya. Setelah dirasa cukup, tangannya beralih menuju pantat berlapiskan celana sekolah milik Boy. “Panas, pantes aja,” selorohnya, menyindir bualan Gallen.

“Tobat lo! Ngebet banget perasaan seranjang sama Nava! Nikah dulu egeb!

“Udah!” 

“Barusan kayak ada yang ngomong, Boy? Siapa sih? Pasien RSJ bukan?” Sahrul mengorek lubang telinganya. 

“Jadi orang nggak percayaan! Ngeselin lo pada!” Geramnya sembari menghentakkan kaki sebelum melangkah meninggalkan kedua sahabatnya. 

“Dih pundung, Anjing!” Decak Sahrul.

“Woi, tungguin, Len! Aelah! Pagi-Pagi ngambek. Kayak perawan aja lo!” Teriak Boy berlari mengikuti langkah Gallen. “Sini curhat kalau ada masalah!” 

“Lah gue ditinggal, Bangsul!” Tak ingin sendirian dan terlihat mengenaskan, Sahrul ikut berlari. Apalah dirinya jika tanpa Gallen dan Boy. Hidupnya yang kurang asik tak akan lengkap tanpa mereka berdua.

“Navara mana?” tanya Gallen pada teman satu kelasnya. Seharusnya istri cantiknya yang mendadak punya sariawan akut itu sudah ada di kelas. Tapi mengapa ia tak melihat batang hidung istrinya itu coba. 

“Belum berangkat.”

“Bareng gue tadi,” sembur Gallen. Tubuhnya lalu tertarik ke belakang, “apaan, Anjing! Lepasin!” Rontanya agar Boy melepaskan tarikannya pada kerah baju yang ia kenakan.

“Ngamuknya jangan salah tempat! Kali aja Nava emang nggak langsung ke kelas!” Peringat Boy sebelum menyeret Gallen untuk duduk di kursi anak itu. “Dia ke ruang OSIS dulu kali. Kayak nggak tau cewek lo aja.”

“Lo kenapa sih?! Ada masalah?!” 

“Nava puasa ngomong,” adu Gallen. Sepanjang perjalanan ke sekolah tadi, gadis yang ia sukai sampai terkintil-kintil itu tak mau membuka mulutnya. Navara tampaknya masih marah karena pernikahan tiba-tiba mereka.

“Abis lo apain emang?” Serobot Sahrul. Anak itu mendudukan dirinya di atas meja Gallen. “Nggak mungkin nggak lo apa-apain dia bisa ngamuk gitu, Bro! Kita kenal Navara!”

Gallen melambaikan tangannya, meminta kepala kedua temannya untuk mendekat. Ada hal penting yang perlu ia ceritakan tentang kemarahan sang istri. 

“Lo berdua jangan sampe bocor ya. At least sampe kita lulus sekolah,” ucap Gallen meminta keduanya untuk tidak ember. “Pinky promise dulu sama gue!” Pintanya menyodorkan jari tengah.

“Itu namanya fuck, Goblok!” Maki Boy lalu menutup jari tengah Gallen, menggantinya dengan kelingking. “Cepetan keburu bel masuk!”

Gallen mengedarkan pandangannya. Ia memastikan jika keadaan sudah sangat aman untuknya bercerita. Kepalanya menunduk, “gue semalem kena grebek, terus kita dikawinin sama warga,” paparnya membongkar rahasia yang membuat Navara sensi pagi ini.

“Seriusan?!” 

“Heem.. Semalem gue diusir, Njir! Kayaknya dia bete banget sama gue,” dengan tampang melasnya, Gallen bercerita. 

“Kok bisa sih, Nyet?! Emang kalian lagi ngapain?!”

“Nggak ngapa-ngapain. Orang Navaranya aja di bawah sama warga.” 

Boy dan Sahrul saling tatap. Mereka merasa aneh dengan kronologi yang Gallen jabarkan. Jika keduanya tak berada di dalam bilik yang sama, lantas mengapa keduanya dinikahkan?! 

"Gue yang goblok, apa warga komplek-nya Gallen, Boy?!" Heran Sahrul, tak habis pikir. 

"Gue juga lagi nyerna, tapi nggak dapet-dapet ilham. Gimana kalau kita bolos aja buat rapatin ini semua?!" 

"Saran bagus," celetuk Gallen. Anak itu bangkit dari kursinya, "kita emang harus bolos ke warung Mak Darmi. Gue pengen nyebat!" 

"Cakep-Cakep! Gue log in!" Seru Sahrul, "mumpung gerbang belum ditutup! Cau sekarang!" 

"Gas!" 

"Ehem!" 

"Eh, loh?!" Pekik ketiganya, mengenali suara manusia yang berdehem disekitar mereka.

Sahrul turun dari meja. Anak itu kontan bersembunyi dibelakang tubuh Gallen. "Wakil ketua osis nge-gep niat mulia kita, Bos!" 

"Hehehe.. Ay, boleh ya?! Sampe jam istirahat aja." Kedua kelopak matanya mengerjap-ngerjap, lengkap beserta cengiran yang menampakkan gigi-gigi putihnya.

"Nggak!" 

Bahu ketika pemuda itu terkulai lemah. Agenda menyatroni warung janda bohay dibelakang sekolah mereka gagal sudah.

"Ke meja lo masing-masing sana! Guru udah otw ke sini!" Titah Navara tanpa ekspresi.

"Ah, Nav. Nggak asik lo. Kita bertiga mau rapat juga." Protes Boy.

"Iya, is! Si Gallen punya orang dalem nggak berguna banget," dengus Sahrul, menambahi.

Mata Gallen melotot. Ia menendang tulang kering Sahrul, meminta anak itu untuk diam. Bisa-Bisa Navara semakin marah padanya kalau kedua temannya berulah.

"Iya, Ay! Kita nggak jadi bolos. Lo tenang aja." 

Sorakan seketika menggema. 

“Bucin Tolol!”

“Parah! Parah! Suami-Suami takut istri!”

Ya gimana, ya!— Kata pepatah orang jatuh cinta, tai ayam saja bisa jadi rasa coklat. Diambekin Ayang ya sudah pasti auto jadi anak manis. Namanya juga cinta. 

Iya nggak, Bor?!

.

.

Sebagai penguasa Bina Bangsa, Gallen memiliki tempat tersendiri di kantin sekolahnya. Alih-Alih menyukai kantin sayap kanan, Gallen lebih suka saya kiri yang menghadap langsung ke arah ruang osis. Bukan tanpa sebab— selain nongkrong menghabiskan jam istirahat, ia juga sekaligus menjaga amanat terakhir mendiang mertuanya. 

Malika kesayangan harus dipantau 1x24 jam. Jangan sampai ada calon pebinor, khususnya pelaku pemakan bangkai saudaranya sendiri. Berhubung ia tak sehebat sepupunya yang bisa menjadi ketua osis, untuk itu Gallen mendirikan basecamp di dekat kantor cecunguk satu itu.

“Ayang gue kok nggak keluar-keluar yak? Dia kan belum sarapan tadi pagi.” Mata Gallen tak lepas dari pintu abu-abu yang membuatnya tak bisa melihat Navara. Sesekali mulutnya maju, mencari tabung sedotan untuk meminum es teh plastikannya.

“Jangan-Jangan..” Ucap Sahrul menggantung.

“Lo jangan mulai ya, Rul! Jantung gue ajeb-ajeb ini dengernya!” Amuk Gallen tak siap mendengar spekulasi yang akan Sahrul lontarkan. 

“Lemah banget jantung lo perasaan. Nggak yakin gue, lo bisa malem pertamaan nyampe subuh.”

Gallen meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja kantin. Ia mencari kontak mama Sahrul untuk mengadukan tingkah laku anak satu-satunya. “Hallo, Tan. Ini nih, Sahrul. Otaknya ngeres. Masa dia jorok banget, Tan. Bahas-Bahas 21+,” tuturnya menggebu-gebu.

“Siapa?” Sahrul akan mengejek Gallen jika saja anak itu tak menyodorkan layar ponsel. Ia kira Gallen bercanda sedang menghubungi mamanya. Rupanya sang sahabat serius. Saat ini ponsel Gallen menampilkan wajah ayu mamanya.

‘SAHRUL!!’

“Mama, Gallen freak! Alul nggak ada bahas yang jorok-jorok, Mama! Sumpah! Demi uang jajan Alul yang udah Mama potong!” Keringat dingin membasahi pantat Sahrul. Ia meringis, menyimak omelan maha dahsyat mamanya. 

“Iya, Mama. Alul tau, Alul masih kecil. Iya paham. Nggak boleh nonton bokep. Heem. Langsung pulang nanti nggak main dulu.”

“Hahahaha!!” Tawa Gallen dan Boy pecah, se-pecah-pecahnya. Mereka berdua memegangi perut, menepuk-nepuk paha melihat si anak mama yang tak kunjung dapat beranjak dewasa di usia remajanya.

“Alul, ngompol nggak, Lul?” Ledek Gallen. Wajahnya memerah karena terlalu banyak tertawa. “Si Bangsat menghibur banget, Anjing!”

Sahrul menenggelamkan wajahnya di meja. Ia malu. Sumpah! 

“Jangan nonton bokep ya, Alul. Nanti Mama marah loh.” Goda Gallen sembari merebut ponselnya.

“Diem, Len!” Sentak Sahrul, tak mau mengangkat kepalanya. 

Tawa Gallen berhenti saat seorang gadis mendekati meja mereka. Gadis itu bernama Stevia— ketua cheerleaders yang namanya tersohor di belantara Bina Bangsa. 

“Gallen..”

Gallen memutar tubuhnya. Ia kini tak lagi menghadap ruang osis demi memfokuskan diri pada Stevia yang duduk di samping Boy.

“Eh, Cantik. Ada apaan nih kok nyamper?” Gallen memainkan jambul khatulistiwanya. Anak itu selalu oleng kalau ada yang bening-bening mampir. Jiwa mudanya bergelora. Siapa sih laki-laki yang tidak suka menjadi incaran seluruh warga sekolah.

“Nanti pulang sekolah mau anter ke Mall nggak? Pengen beli sesuatu tapi nggak ada yang nganterin.” 

“Boleh aja sih, tapi guenya nganter Nava balik dulu ya. Dia nggak bawa mobil hari ini.” 

“Mampus!” Celetuk Boy dan Sahrul bersamaan. 

Stevia yang disambut baik Gallen tentu senang. Gadis itu menagih perkataan Gallen dengan uluran tangan, “janji ya, anter ke Mall?” 

“Jan..”

Gubrakk!!

“Bang..” Kalimat Gallen tertelan dibatang lehernya. Ia tak jadi mengumpat pada seseorang yang menarik rambutnya hingga membuatnya terjatuh ke lantai kantin. “Ay-Yang.. Mau mamam, ya?” Cengir Gallen. 

“Jawab tuh! Si Stevi nungguin.” Navara mengedikan dagunya, menunjuk Stevia. 

“Em, itu, anu..” Gawat sekali. Kalau begini ia tentu tak bisa mengiyakan ajakan Stevia. Nasib rumah tangganya yang berjalan kurang dari satu hari bisa berada di ujung tanduk. “Sor-Sorry, gu-gue nggak bi-bisa,” setengah rela Gallen mengucapkan penolakannya. 

“Lo diharamin nginjak lantai rumah gue selama seminggu!!” Desis Navara menepuk-nepuk pundak Gallen.

“AAAA tidaaak!! AYAAAANG! NOOO!! Tarik kata-kata lo, Ay!!” 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Young Marriage    26

    Gallen misuh-misuh. Pemuda itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang, menyalip beberapa kendaraan lagi yang ia rasa menghalangi jalannya ketika membelah jalan tol.Mamanya tak membuat soal tidak mengizinkannya menginjak lantai rumah. Ia sudah mencoba sampai lebih dulu di kediamannya, tapi ternyata wanita itu menelepon satpam. Melarangnya untuk masuk. Alhasil ia harus rela diusir dari rumahnya sendiri.Parah, kan?!“Bisa-Bisanya gue nggak boleh ketemu Navara!” Dumel Gallen, memukul stir mobilnya. Ck! Seumur-umur hidup Gallen, ia berpisah dengan Navara hanya ketika pulang dari rumah ibu mertuanya. Itu pun sesaat saja— karena setelahnya, Gallen akan mencoba terus mencari segala cara agar mereka berduaan. Makanya mereka dinikahkan oleh tetangga.Sampai di depan gerbang tinggi kediaman sang opa, Gallen menekan klaksonnya. Ia terlihat tidak sabaran. Menekannya panjang membuat penjaga lari tergopoh-gopoh.“Lama banget sih lo,” teriak Gallen sambil melongokkan kepalanya. Ia sedang ke

  • Young Marriage    25

    Mulut laknat Gallen menimbulkan petaka. Di Hari pertama keduanya kembali bersekolah, teman satu angkatan menghujat kebocoran informasi yang mereka dapatkan. Pihak sekolah pun bereaksi keras terhadap aduan yang mereka terima. Setelah jam ujian selesai, Navara serta Gallen dipanggil menghadap, guna memberikan klarifikasi terkait pergaulan bebas keduanya.“Nav, tenang. Kamu mending fokus ke ujian kita.”“Tenang kamu bilang, Len?”Sungguh Navara tak habis pikir. Bagaimana dirinya bisa fokus, jika kedatangannya untuk melaksanakan ujian pertama, justru disambut hujatan teman-teman seangkatan mereka. Semua karena Gallen. Pria itu tak ada habisnya membuat ulah.“Lagian kamu ngapain pake cerita ke Boy sama Sahrul sih, Len?! Apa pentingnya ngasih tau mereka kalau kita udah ke tahap itu?!” bentak Navara, tak lagi dapat mengendalikan kontrol dirinya.Ia kecewa— sangat kecewa. Gallen seperti anak kecil. Pemuda itu tak pernah bisa dewasa dalam menyikapi apa pun. Seharusnya dia tahu jika tidak semua

  • Young Marriage    24

    Bulu halus disekujur tubuh Navara bangkit berdiri. Gadis muda itu terus memejamkan mata, dengan gidikkan yang tak pernah berhenti.Gallen memang sudah tidak waras. Bisa-Bisanya pemuda itu mengajaknya menonton film dewasa. Seumur hidupnya, baru kali ini Navara melihat bagaimana proses bercinta seseorang. Benar-Benar menjijikan. Terlebih ketika dua alat reproduksi manusia dipampangkan tanpa sensor.Astaga! Navara ingin menangis rasanya.“Ay, buka dong matanya. Kita belajar bareng.”Bisikan ditelinga kanannya membuat Navara meremang. Suara berat Gallen semakin membuatnya merinding disko. Ia tahu kalau Gallen sudah berhasrat setelah dua film porno mereka saksikan. Namun mentalnya yang semula siap, justru menguap begitu saja. Ia jijik dengan proses tersebut.“Kamu harus ikutan belajar, Ay. Biar kita pro, terus nggak salah-salah.” Menggigit bibir bawahnya, Navara merasakan sensasi berbeda ketika tangan Gallen meremas salah satu bukit kembarnya. Darah di dalam tubuhnya seakan mengalir begit

  • Young Marriage    23

    “Selamat datang di Indongapert, Mas!” Pekik petugas minimarket ketika pelanggan yang baru saja memasuki kiosnya, menyambar barang belanjaan orang lain. Pelanggan tersebut adalah Gallen. Ia berniat membeli seluruh persediaan alat pengaman dan tak berniat membaginya kepada siapa pun.“Punya gue ini!” Seru Gallen mengamankan salah satu brand pengaman, yang akan diserahkan pembelinya pada kasir minimarket. “Apaan-Apaan lo?! Gue duluan! Lagian itu masih banyak!” tunjuk orang itu ke arah rak display. Dia berusaha mengambil kembali barang belanjaannya. “Ck! Lo aja pindah Indomaret laen, Bro! Semua yang ada disini mau gue borong!” Ucap Gallen terdengar sangat mengesalkan. “Mbak bungkus, kalau masih ada stok di gudang sekalian aja,” titahnya membuat semua mata terbelalak. “Woy, Mas! Mau lo apain dah kondom sebanyak itu?” “Ya buat ena-ena sama bini gue-lah! Ya kali gue tiupin satu-satu biar jadi balon,” sengit Gallen. Pertanyaan yang cukup bodoh menurutnya. Kontrasepsi dibuat apa kalau buk

  • Young Marriage    22

    “Ay,” panggil Gallen. Pemuda itu ingin mengadu sekaligus membahas mengenai masalah rumah tangga mereka.“Cacingnya tabrakin dulu ke tembok dong!” Pintanya agar Navara tak lagi bermain. Gallen heran, ada banyak permainan seru, tapi kenapa istrinya masih bertahan memainkan cacing yang tidak bisa berubah jadi naga itu.“Apa?!”Gallen tersenyum saat ponsel Navara diturunkan. Gimana dirinya mau tidak cinta setengah mati, sedang mode serius pun, Navara tetap memprioritaskan dirinya. Definisi nggak salah jatuh cinta sih ini.Sebelum membuka sesi curhat dong mah-nya, Gallen terlebih dahulu mencari posisi enak. Pemuda itu membaringkan tubuhnya melintang melawan arah ranjang dengan berbantalkan paha Navara.“Masa ya, Ay. Tadi Abang tuh sempet nanya, kita udah ML apa belum.” Gallen memulainya. Berharap setelah ini dirinya dapat mendapatkan haknya yang tertunda.“Main Mobile Legend? Kan aku nggak bisa, Len.”Gemas akan jawaban sang istri yang berbeda server dengan maksud kalimatnya, Gallen mengu

  • Young Marriage    21

    “Gimana kabar kamu?!”Gallen menjawabnya singkat. Seperti apa yang abangnya lihat, ia baik-baik saja. Lubang telinga, mata, hidung sampai ubun-ubunnya tetap utuh. Tidak berkurang walau kakak lelakinya itu jarang pulang.Jawaban singkat sang adik membuat Sergio mendengus. Ia tahu adiknya memang manusia baperan tingkat dewa, apalagi kalau itu menyangkut Navara. Gallen selalu takut kalah saing. Padahal apa yang perlu ditakutkan, Navara saja sudah dia nikahin.Ck! Bocil memang meresahkan. Pikirannya yang rumit merepotkan diri sendiri. Seperti kasus Gallen contohnya.“Masih ngambek gara-gara omongan Abang tadi?!”‘Pake nanya segala! Percuma kuliah di Harvard kalau IQ-nya tetep jongkok!’ Dumel Gallen dalam hati. Jari-Jarinya tetap fokus, menggulirkan aplikasi hiburan yang ramai digunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini— yang jelas aplikasi tersebut bukan OnlyFans.“Kamu udah gede, Gallen. Masa yang begituan aja ngambek, sampai nggak mau diajak ngomong..”“B aja tuh. Gallen nggak ngambek.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status