“Jeni, apa Papa bisa bicara sebentar sama kamu?”
Jeni memalingkan wajahnya, ia tidak tahu harus senang atau apa sekarang, pasalnya Rengga atau papa Jeni sering kali menyakiti dirinya dan mamanya dulu, bahkan terakhir Jeni bertemu denganny adalah saat kelulusan sekolah menengah pertama.
Setelah itu orang tuanya bercerai dan ia tidak pernah bertemu dengannya lagi, meski Jeni tahu mamanya masih berhubungan baik kembali dengan papanya saat dirinya kuliah semester awal-awal, tapi tetap saja laki-laki yang berdiri di depannya sekarang tidak pernah ingin menemuinya lagi.
“Untu apa?” tanya balik Jeni dengan gayanya yang acuh tak acuh.
“Papa disuruh oleh Mama kamu.”
Jeni membelalak tak percaya, kemudian ia mengangguk dengan terpaksa.
“Baiklah, kita bicara di luar saja.”
Rengga mengangguk, laki-laki keturunan Rusia yang sudah menjadi warga negara Indonesia itu pun kemudian mengikuti putrinya kelua
“Percayalah! Mama tidak marah sama kamu, mama kamu mungkin hanya terkejut kenapa kisahnya sama persis dengan kehidupan kami dulu.”Jeni terdiam, ia menghapus air matanya dan berusaha tenang kembali karena si kecil di dalam perutnya kembali berulah, perutnya kram, Jeni mengelus perutnya pelan-pelan.“Iya Pa, terimakasih.”“Sama-sama. Ayo habiskan makanannya.”“Enggak Pa, aku sudah kenyang. Aku sebenarnya tadi mau ke kampus, ada janji dengan dosen pembimbing.”“Tidak
Jeni memalingkan wajahnya pura-pura tidak tahu dan dia menatap ke luar jendela, Louis juga memperhatikan ekspresi Jeni yang berubah juga teringat ancaman ayah Jeni.“Sial, bisa-bisanya aku terperangkap oleh Jeni, sepertinya aku harus menjauhi Renata sampai keaadan membaik, aku tidak mau mati konyol di tangan ayah Jeni,” batin Louis.Setelah memikirkannya, Louis kemudian mematikan ponselnya dan tidak menerima panggilan Renata.“Jen, apa ada yang ingin kamu beli? Kita mampir ke supermarket sekalian, aku harus ke kantor setelah ini.”“Tidak, makanan di kos masih penuh,” balas Jeni acuh tak acuh tanpa memandang Louis.“Baiklah, aku akan langsung mengantarmu ke kos.”Jeni tak menjawab, ia masih tidak ingin melihat Louis.“Aku janji akan menjauhi Renata juga mengganti namanya di ponselku, aku minta maaf.”“Ya, itu terserah kamu.”Jeni tidak bicara apapun l
“Sudahlah, turuti saja permintaanku, jangan sampai kamu menyakiti Jeni atau mengecewakannya,” tegas Aditya Saloka.Monica melengos, dalam hati ia begitu muak dengan sikap suaminya, maka ia memilih untuk meninggalkan semuanya dan pergi ke kamarnya.Sementara Jeni tampak murung saat Tania dan Tamara juga berpamitan padanya, ada perasaan takut yang segera menyerang dirinya, juga ia teringat Steven.“Apakah Steven di sana tahu kalau hari ini aku dan Louis menikah?” batin Jeni.Jeni termenung sesaat, sampai suara khas Aditya Saloka yang tegas dan berwibawa mencapai telinganya.“Jeni, apa yang kamu lakukan di sini?”Jeni terkejut, ia memaksakan senyum dan kemudian menggeleng.“Ayo masuk! Anggap saja rumah ini juga rumah kamu.”Jeni mengangguk dan ia melangkah berat masuk ke rumah Louis, untung saja Louis segera datang dan menggandengnya ke kamar.Tiba di kamar, Jeni melongo tak p
“Tentu saja Louis akan berpihak padaku,” timpal Renata dengan seringai jahat di wajahnya.Jeni memucat, apalagi tangan Louis perlahan melepas dari tangannya dan ekspresinya berubah menakutkan, Jeni ditarik dengan kasar oleh Louis masuk ke apartemennya dan tubuhnya dihempaskan begitu saja di tempat tidur, hingga Jeni meringis kesakitan dan memegangi perutnya.“Apa yang akan kalian lakukan padaku?” Tanya Jeni ketakutan.“Tentu saja menyingkirkanmu, Louis tetaplah milikku Jeni.”Jeni menangis dan ia memohon pada Tuhan agar diberikan pertolongan detik itu juga.“Louis, aku mohon, tolong jangan seperti ini, ada anak kamu di dalam perutku Louis,” pinta Jeni memohon.“Aku tidak peduli Jeni, aku tidak mau menanggung beban terlalu berat dengan kehadiran anak itu, aku sudah cukup tertekan dengan pernikahan kita kemarin.”Ucapan Louis sukses membuat Jeni menangis tersedu-sedu, ia jadi t
Steven syok mendapati Jeni yag tidak sadarkan diri dengan tangan dan kaki yang terikat.Ia dengan panik melepaskan ikatan itu dan ia memeluk Jeni dengan erat.“Jeni bertahanlah!”Steven menggendong Jeni dan membawanya ke rumah sakit.Karena panik, Steven melajukan mobilnya dengan kecepatan yang begitu tinggi, agar Jeni segera mendapat pertolongan.“Bagaimana keadaan teman saya dan janinnya Dok?”“Beruntung semuanya baik-baik saja, hanya saja teman anda kelaparan sehingga kehilangan kesadarannya.”Steven meraup wajahnya frustasi, entah kenapa ia tak habis pikir dengan Louis. Dimana letak pikirannya sehingga membiarkan istrinya yang sedang hamil sampai kelaparan dan pingsan.“Kalau begitu terimakasih Dok.”Dokter mengangguk dan pergi setelah memberi suntikan pada Jeni.Steven menyuruh suster untuk menjaga Jeni, sementara dirinya mencarikan makanan juga cemilan sambil m
Apa Louis ini sudah gila?Jeni terus mengutuk Louis dalam hati dan ia kemudian memutuskan untuk memblokir nomor Louis.“Semoga kamu tidak mewarisi apapun sifat buruk ayahmu,” ujar Jeni sambil terus mengelus perutnya yang sudah membuncit.Mengabaikan Louis yang tidak jelas, Jeni memutuskan untuk berisitirahat sebentar, semakin bertambahnya usia kandungannya, maka semakin ia merasa sering sakit punggung, tapi ia bersyukur karena sekarang ia sudah bisa makan apapun tanpa harus mual.Jeni terbangun saat hari sudah siang. Ia pergi mandi dan setelahnya ia mengecek bahan-bahan makanan di dapur. Terkejut, entah kapan Steven menyiapkan semuanya, namun semua bahan mentah untuk memasak tersedia begitu lengkap, begitu juga buah-buahan, susu dan lainnya semuanya ada di dalam kulkas.Jeni jadi sangat bersemangat, sudah lama sekali ia tidak memasak. Maka ia berinisiatif untuk masak sup ayam juga menggoreng frozen food yang ada.Setelah semuanya
Steven menyuruh para petugas keamanan bubar dan ia menggiring Louis untuk ikut bersamanya.“Aku tidak ingin membuang waktuku hanya dengan duduk-duduk bersamamu. Aku ingin Jeni sekarang.”Steven tersenyum mengejek, “Untuk apa lagi kamu mencari Jeni? Apa kamu tidak puas sudah membuatnya sangat menderita ha?”“Dia istriku Stev, kamu tidak tahu apa-apa tentangnya.”“Aku lebih tahu semuanya, bahkan harusnya kamu berterimakasih padaku. Kalau saat itu aku tidak datang tepat waktu, Jeni pasti sudah tidak bisa selamat.”Louis mendesis geram.“Baiklah, aku mengaku salah. Tapi tolong kembalikan Jeni padaku, aku mohon padamu Stev.” Louis memohon, tentu saja semua ini demi jabatannya di Saloka Group.“Tidak!”Louis membeliak, ia tidak menyangka Steven akan begitu posesive pada perempuan yang masih menyandang sebagai istri sahnya.“Dia istriku!”
“Steven, stop! Aku memang salah karena memang dari awal aku belum siap bertanggung jawab dan menikah di usiaku yang sekarang, tapi bukan berarti kamu bisa menekan Mami dan Papi seenak kamu.”Steven menyeringai, menarik salah satu alisnya ke atas.“Bukannya yang aku katakan tadi sudah jelas? Aku juga memberikan banyak pilihan, aku rasa dengan jabatanmu sebagai Dirut Saloka Group sekarang harusnya kamu bisa lebih bijak menyikapi masalah ini.”Louis menatap Steven dengan penuh amarah, ia mengepalkan tinjunya dengan erat dan rasanya ia ingin memukul Steven tanpa ampun.“Baiklah, tolong jangan bertengkar. Saya setuju dengan permintaan kamu Stev, asal kamu bisa tutup mulut sehingga itu tidak akan menghalangi jalan saya untuk maju sebagai gubernur. Lagipula anak Jeni juga keturunan Saloka, dia berhak mendapatkannya.”Monica dan Louis tercengang.“Saya setuju dengan pemikiran Om dan karena syarat saya telah