Pagi harinya.
Matahari mulai membiaskan sinarnya ke dalam kamar Lula, ia mulai membuka pelan matanya yang masih buram menyesuaikan pandangannya dari bias matahari yang menyinari wajahnya.Lula mulai beranjak duduk dari tempat tidur kemudian menyandarkan punggungnya ke tepi tempat tidur. Ia meraih air putih diatas nakas yang sengaja ia siapkan sebelum tidur untuk ia minum saat dirinya bangun.Setelah semua nyawanya terkumpul, ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, Lula keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.***Lula mulai melangkahkan kakinya menuju lift yang biasa membawanya untuk sampai ke lantai 7. Sesampainya didepan lift, ia menyadari bahwa ternyata lift yang biasa ia naiki mati karena sedang dalam perbaikan. Terpaksa ia harus menaikki anak tangga sebanyak 7 lantai."Ahh sial!" umpatnya kesal karena membayangkan lelahnya harus menaiki beberapa tangga. Lula segera melepas sepatu hak tinggi yang ia pakai dan mulai menaiki anak tangga satu persatu.Membutuhkan waktu lebih lama untuknya sampai kekantor dengan berjalan seperti itu, baru sampai setengah jalan saja ia sudah merasakan kakinya sangat lelah."Hosh, hosh, hosh." Lula bernafas kasar karena kelelahan setelah sampai di lantai 7. Nafasnya tak beraturan.Lula mulai masuk kedalam kantor. Namun, ternyata ia sudah terlambat. Briefing pun sudah di mulai. Lula lebih memilih menunggu di lobby bersama reception hingga briefing selesai karena tidak enak harus mengganggu perhatian para karyawan ditengah-tengah briefing tersebut.Setelah dirasa briefing selesai, Lula masuk keruangannya. Tak lama kemudian, Pak Zack menghampirinya dan menanyakan perihal keterlambatannya."Kenapa terlambat La?" tanya Pak Zack tanpa basa-basi."Anu, maaf Pak. Tadi liftnya mati, jadi Lula terpaksa jalan kaki menaiki tangga untuk sampai keatas" jawabnya pelan."Lain kali berangkatlah lebih pagi!" nadanya terdengar tegas."Ba-baik Pak." jawabnya terbata. Atasannya itu paling tidak suka ada karyawannya yang terlambat."Oh ya, kamu sudah berkomunikasi dengan Pak Henry kan? sepertinya nanti dia akan menghubungimu kembali. Kalau ada apa-apa tentang kasusmu langsung hubungi dia aja gak apa-apa La. Jangan sungkan, dia orangnya baik kok." ucap Pak Zack."Iya Pak, maaf Lula sudah sangat merepotkan bapak." Lula memperlihatkan raut wajah bersalah."Semalam aku sempat berbincang dengannya dan dia bilang akan mengenalkanmu pada rekannya. Nanti kamu hubungi saja dia!" Titahnya."Baik Pak, makasih ya Pak.""Santai La!" Timpalnya sambil berlalu pergi dari ruangan Lula.***Siangnya saat jam istirahat, Lula dan Bianca pergi kemushola dan makan siang tanpa Fafa karena dia ada tugas dari kantor yang mengharuskannya pergi keluar perusahaan untuk menemui client.Mereka memilih tempat duduk ternyaman diujung foodcourt yang biasa mereka tempati disetiap jam makan siang sambil menikmati indahnya pemandangan kota yang terlihat dari lantai 6 gedung tersebut. Dari atas sana terlihat hiruk pikuk jalan raya serta gedung-gedung yang berjajar dipinggir jalan."Ahhh nyamanyaaa." gumamnya sambil menyandarkan punggungnya disofa empuk tersebut dan diikuti oleh Bianca. Ia tersenyum kearah Lula melihat tingkahnya.Tak lama kemudian, makanan yang mereka pesanpun datang. Mereka pun segera menyantap habis makan siangnya yang terasa begitu sangat lezat.Drrrrt. Drrrrrt. Drrrrrt.Ditengah asyiknya perbincangannya dengan Bianca, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Lula segera melihat kelayar ponsel bermaksud mencari tahu siapa yang menghubunginya. Terlihat nama Pak Henry tertera dilayar panggilan tersebut. Lula langsung menggulir tombol hijau dilayar ponselnya."Hallo Pak Henry selamat siang." sapa nya dengan nada ramah."Hallo La, La aku mau mengenalkanmu pada rekanku yang menangani kasus narkoba di POLTABES ya? biar dia yang mengambil alih menangani kasusmu, jadi kamu gak perlu menghubungi polisi yang kemaren datang ketempatmu lagi. Dengan begitu aku akan lebih mudah memantaumu dan juga rekanku tak akan berani macam-macam padamu." jelas Pak Henry padanya."Baiklah Pak kalau begitu, Lula akan mengikuti apa yang menurut bapak terbaik karena Lula tidak tahu apa-apa tentang hukum dan kasus seperti ini." jawabnya jujur."Aku akan memberikanmu nomornya, nanti kalian bertemu dan membahas kronologisnya ya!" seru Pak Henry."Baik Pak. Terima kasih." perasaan Lula sedikit lega, rasa gelisah nya kini sedikit memudar.Setelah perut terasa kenyang, mereka segera kembali kekantor. Baru saja mendudukan tubuhnya dikursi kerjanya yang ada disebelah Bianca, tiba-tiba Pak Zack datang menghampiri mereka."Gimana La, udah jadi hubungi Pak Henry?" tanyanya."Sudah Pak. Dia meminta Lula untuk ketemu dengan rekannya." jelasnya."Yasudah, kalau dia sudah memberikan nomor rekannya, segera saja hubungi dia!" titah Pak Zack."Ini saya sudah menghubunginya Pak. rencananya kami bertemu nanti sore sepulang kerja.""Ketemu dimana? kalau bisa jangan jauh-jauh dari area kantor dan kosmu, atau nanti kamu ajak Bianca aja untuk menemanimu." kata beliau khawatir."Bi. Nanti kamu temani Lula ya! kamu tahu kan anak kecil seperti dia butuh pengawasan orang dewasa seperti kita? hahahaha." ucap Pak Zack sambil terkekeh kearah Lula dan Bianca."Aaaahhh Bapak." Lula mengerucutkan bibirnya."Iya, nanti biar saya antar Pak." jawab Bi dengan ekspresi meledek Lula.***Setelah jam kerja usai, Lula dan Bi segera menuju mobil yang berada di parkiran lowerground. Mereka berdua segera melajukan mobil menuju lokasi pertemuannya dengan rekan Pak Henry.Setelah 30 menit melawan kemacetan dijalanan kota istimewa ini, akhirnya mereka sampai pada sebuah bangunan berlantai 3 yang menyediakan aneka minuman berkafein yang lumayan ramai pengunjung. Mereka mencari tempat duduk dilantai 1 dan belum melihat tanda-tanda datangnya orang yang akan mereka temui.Lula dan Bi memperhatikan satu persatu setiap pengunjung yang datang sambil bertanya-tanya."Itu bukan ya?" tanyanya pada Bi ketika melihat ada lelaki yang berjalan kearah meja mereka."Ah bukan." ucap Lula dan Bi bersamaan ketika melihat lelaki itu hanya berlalu melewati meja mereka.Tidak hanya sekali dua kali mereka menebak-nebak setiap orang yang masuk kedalam bangunan itu. Mereka masih setia menunggu kedatangannya hingga 30 menit berlalu mereka habiskan didalam bangunan tersebut untuk menunggu.Setelah sekian lama menunggu, akhirnya mereka mendapati seorang pria dengan tubuh tinggi dan kekar berjalan menuju meja mereka berdua. Dia menatap kearah Lula dan menanyakan namanya."Mba Lula?" sapanya sambil menyunggingkan senyuman."Iya benar." jawabnya dengan mata berbinar karena penantiannya akhirnya datang juga."Saya Frank Mba, rekannya Pak Henry." jelasnya sambil mengulurkan tangannya bermaksud ingin menjabat tangan Lula.Lula segera menyambut tangannya dan segera mempersilahkannya duduk. Sebelum duduk tak lupa ia juga menjabat tangan Bianca.Tidak langsung masuk ketopik pembicaraan, mereka membuka obrolan dengan berbasa-basi dan memesan minuman terlebih dahulu pada pelayan yang ada di lantai tersebut untuk mencairkan suasana canggung ditengah pertemuan mereka.Mereka membahas sedikit masalah pekerjaan dan sekali dua kali melontarkan candaan. Sambil menunggu pesanan datang untuk menemani jalannya perbincangan mereka.Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.