CYRUS POV
Tok tok tok
"Masuk" jawab ku dingin karena aku sudah tahu siapa orang di balik pintu itu.
"Emperor memanggil saya?"
Aku menatapnya tajam. "Wah Valerie, wah. Jika aku tidak mengenal mu maka aku tidak akan segera mengetahui niat busuk mu masuk kedalam castle ini" wanita yang ku benci itu menatap ku dengan bingung. "Kau tidak perlu berpura-pura bingung seperti itu Valerie, kini aku tahu segalanya"
"Sebenarnya apa yang-"
Ku cengkram rahangnya hingga wajahnya seketika memerah menahan sakit.
"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan saat fajar tadi? Katakan kepadaku, untuk apa kau bersembunyi-sembunyi menemui orang dari luar castle? Bahkan dengan lancangnya kau membiarkan orang itu masuk ke taman di castle ku ini dan berbicara dengannya dari balik pohon besar tempat aku di serang kemarin"
"A-apa yang emperor katakan? Aku tidak melakukan apapun" ujarnya.
Cengkraman ku yang semakin erat membuat wajahnya semakin memerah. "Akan ku pastikan untuk menemukan semua bukti kejahatan mu itu dan mengusir mu dari sini sesegera mungkin"
Ku hempaskan hingga ia terjatuh ke lantai dengan tidak berdaya. Dia terus menundukkan kepalanya meski aku berdiri di hadapannya kini.
"Sekarang enyahlah dari sini, dan tunggulah waktu yang tepat sampai aku mengusirmu secara tidak terhormat dari negeri ku ini sampai tidak akan ada negeri yang mau menerima kau meski kau memohon kepada mereka"
Valerie bangkit -masih dengan kepala tertunduk-, dan sosoknya menghilang ketika pintu ruangan ku di tutup rapat olehnya.
Sekali berkhianat maka akan terus menjadi pengkhianat. Kesempatan kedua hanyalah kebodohan dimana kita memberikan kesempatan lain baginya untuk terus melakukan pengkhianatan. Orang seperti itu harus segera di singkirkan dari sisi kita selamanya.
Aku harus mencari informasi lebih lagi mengenai orang-orang yang berkhianat di dalam castle ku ini. Hanya ada satu cara, yaitu berbaur dengan masyarakat sekitar, dari rakyat yang baik hingga rakyat paling buruk sekalipun.
******
Dengan separuh wajah yang di tutupi topi, aku melangkah di antara rakyat ku dengan hati-hati. Khawatir jika aku salah melangkah maka akan ada yang mengenali ku di tengah kerumunan ini.
Merasa tidak mendapatkan apapun di pasar, target ku berpindah ke bahu jalan dimana banyak orang yang berjalan kesana kemari.
"Apa kau melihat emperor Cyrus? Dia terlihat mewah dengan pakaiannya kemarin" puji seorang wanita berpakaian bangsawan dengan payung di tangannya.
"Kau benar, aku hampir tidak menduga dulu dia berjualan roti dengan sepedahnya"
"Ya, ya. Waktu aku pertama kali bertemu dengannya sungguh aku berpikir dia pasti anak bangsawan yang tertukar dengan anak dari rakyat biasa"
"Hmphh.." suara ku yang menahan tawa membuat mereka berdua menoleh ke belakang untuk melihat ku.
"Oh, itu kereta kuda kita. Ayo, kita pulang" dua wanita itu menaiki kereta kuda mewah dan pergi dari sini.
Aku harap sikap ku tadi tidak membuat mereka merasa tidak nyaman. Sebaiknya aku lanjut mencari keberadaan penjahat yang bersekongkol dengan Valerine.
Sudah berjalan kesana kemari tapi masih tidak ada hasil, yang ada aku malah kelelahan dan kehausan. Mungkin akan lebih baik jika aku mampir ke toko bibi Selene, sekalian menyapa Konan dan Amaris.
Ku buka pintu tokonya dan munculah suara lonceng yang menandakan ada pelanggan yang datang. Ahhh aroma toko ini adalah aroma yang paling ku rindukan selama aku pergi berperang.
"Selama... Emperor?"
Sedikit ku naikan topi ku hingga kini wajah ku terlihat sepenuhnya dari depan.
"Amaris, bagaimana kabar mu?"
Senyuman lebar terlihat di wajahnya yang manis itu. Lalu dia berlari dan memeluk ku begitu eratnya hingga aku sedikit kesulitan bernafas.
"Kakak, kenapa kau baru datang sekarang?" tanyanya.
"Aku.." belum sempat menjawab pertanyaan Amaris, kini Konan berlari ke arah ku dan memeluk ku sama eratnya.
"Kakak"
"Astaga.." ujarku seraya mengusap kepala mereka dengan lembut. "Amaris, kini kau sedikit lebih tinggi. Dulu kepala mu di bawah dada ku tapi sekarang.." dengan cepat Amaris melepas pelukannya dan memukul lengan ku dengan begitu kencang. "Aw, aku rasa kau harus menjadi prajurit wanita di masa depan nanti"
"Oh" Konan melepas pelukannya dan membungkuk di hadapan ku. "Maafkan atas kelancangan kami emperor"
"Oh ayolah.." keluh ku bersamaan dengan Amaris.
"Jika dia tidak suka di panggil sebagai lord, lalu kenapa kau merusak suasana dengan bersikap seperti itu?" protes Amaris.
"Ya, kakak mu sangat benar" bela ku.
Konan kembali berdiri tegap dengan ekspresi jengkel. "Oh, ayolah"
Belum sempat percekcokan kami terjadi, bibi Selene datang mendamaikan kami semua.
"Sudah sudah, sebenarnya apa yang.." mata bibi Selene membulat bahagia melihatku berkunjung ke kedainya. "Cyrus.."
"Bibi" ujarku penuh kebahagiaan dan haru melihat bibi Selene kini sudah semakin tua.
Ku peluk wanita tua itu sebelum akhirnya ia melepas pelukan kami dan memukul lengan ku sama kuatnya dengan pukulan Amaris.
"Kemana saja kau? Apa kau sudah melupakan bibi mu ini?"
"Mana mungkin aku melupakan orang yang sudah ku anggap sebagai keluarga ku sendiri? Itu tidak mungkin"
"Baguslah jika kau menyadari itu" bibi Selene menatap kedua anaknya yang masih berdebat hanya karena cara mereka memanggil ku. "Lihatlah betapa bahagianya mereka melihat kau kembali"
Aku tertawa kecil melihat bahwa mereka masih tidak berubah.
"Kau kemari setelah sekian lama. Bibi memiliki resep roti yang baru, kau duduklah di salah satu kursi dan bibi akan kembali dengan secangkir susu hangat dan roti"
Aku melangkah ke kursi kosong di dekat jendela. "Susu? Aku bukan anak kecil bibi"
"Apa saat kau menjual roti, kau adalah anak kecil? Apa sekarang kau lebih menyukai susu para wanita itu di bandingkan susu sapi peternakan bibi?"
"Oh ayolah bi, kenapa bibi menyimpulkannya seperti itu?" tanyaku seraya tertawa dengan pemikiran bibi yang begitu vulgar.
"Ya, itulah citra mu di beberapa masyarakat"
Ya, aku mengetahui itu saat aku berjalan kemari. Beberapa orang bilang aku adalah seorang duke yang selalu pergi ke club ditengah malam dan bermain dengan banyak wanita di atas ranjang. Ucapan mereka memang tidak salah, karena itulah caraku untuk beristirahat setelah peperangan yang panjang.
"Kakak, kenapa kakak kemari sendirian? Dimana wanita kakak?" tanya Amaris yang duduk di seberang meja.
"Wanita ku ada banyak. Katakan, yang mana yang ingin kau ketahui?"
"Wanita yang mampu membuat jantung kakak berdebar hebat meski tidak menyentuhnya"
Aku terkejut mendengar ucapan Konan. "Hei kau anak kecil, darimana kau belajar kalimat itu? Menyentuhnya? Sini kau, biar ku pukul bokong mu itu"
Sembari tertawa geli, Konan pergi ke dapur untuk membantu ibunya, mungkin.
"Wanita yang selalu berhasil membuat kakak merasakan banyak hal dalam satu momen"
Ku tatap Amaris. "Tidak pernah ada wanita yang seperti itu di dalam hidup ku"
"Benarkah? Apa tidak pernah ada wanita yang mampu membuat kakak masuk kedalam matanya?"
Aku mulai kesal dengan arah pembicaraan ini. "Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan? Bukankah kau sudah tahu bahwa aku sudah selesai dengan semua perasaan itu?"
"Aku tidak tahu kalau kakak sudah mengakhirinya. Yang aku tahu kakak mencoba kabur darinya"
"Aku tidak kabur" tegasku.
"Kalau begitu kenapa kakak membunuh diri kakak sendir dengan pergi berperang dan bermain dengan wanita-wanita itu?"
Aku terdiam.. Terus terdiam.. Karena aku tidak tahu jawaban apa yang cocok untuk pertanyaan itu.
"Hadapilah dan lihatlah kebenarannya, bukan kabur darinya"
"Kebenaran yang ku lihat kini kembali terlihat pagi ini. Apa aku perlu melihat yang lain?" tanyaku.
"Dimana kau melihatnya? Apa kau melihatnya dari dekat? Kebenaran macam apa yang di lihat dari jauh?"
Lagi-lagi aku terdiam dengan pertanyaannya.
"Bahkan untuk mengetahui dia adalah lawan atau kawan, kakak harus melihat wajahnya"
Kenapa tiba-tiba Amaris mengatakan semua ini kepadaku? Apa dia mengetahui sesuatu? Apa ada yang dia ketahui dan tidak ku ketahui? Kenapa rasanya seperti ia tengah membela Valerie di hadapan ku?
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"
Amaris tersenyum lebar seakan aku baru saja menemukan kode yang ia sembunyikan di balik kata-katanya.
"Kakak jangan terkejut.."
To Be Continued
VALERIE POVDengan bantuan Cyrus dan Rayden, kami semua berhasil tiba di rumah dengan selamat. Perlahan tubuh Alessio direbahkan di atas tempat tidur. Rasa sakitnya pasti sudah berkurang akibat obat yang diberikan Alexa. Wajahnya kini tidak terlalu pucat, dan keringat dingin perlahan mulai berkurang. "Obat ini harus di minum dua jam sekali. Dan obat oles ini, sebisa mungkin di gunakan saat obat yang sebelumnya telah kering." Dua botol dengan cairan hijau diletakkan di atas laci. Yang membedakan hanya tekstur cair dan kental dari masing-masing botol. "Terimakasih," ujarku yang menemukan bahwa sejak tadi Alexa masih menatap Alessio dengan sedih. "Sebaiknya kita kembali." ujar Cyrus yang mencoba mengajak Alexa keluar dari kamar ku. "Tidak bisakah, aku disini malam ini?" pertanyaannya membuat semua orang sedikit terkejut. Bagaimana bisa seorang gadis tinggal bersama pria yang sudah menikah? Terlebih mereka hanya sebatas teman. Apa yang akan dibicarakan semua orang yang mengetahuinya?
Valerie POVSinar senja yang menyinari mereka, menambah keindahan dan keromantisan ketika mereka saling menatap. Ku sadari posisi ku saat ini. Siapa aku di dalam kehidupannya? Hanya seorang wanita yang pernah menyakiti hatinya begitu dalam, hingga ia harus menjauhkan diri dari semua orang.Sampai saat ini, aku masih menyesali hal tersebut. Tapi saat ini, hati ku yang sakit melihatnya."Mau sampai kapan kau menatap mereka?" suara Alessio dari sampingku. Sejak kapan ia berdiri disana?"Kau tidak punya pekerjaan? Enak sekali jadi dirimu, bisa bersantai saat yang lain sibuk memasak untuk makan malam." ia berlalu pergi melewati ku.Dengan cepat aku berjalan di sampingnya. Tak terima dengan apa yang baru saja ia katakan. "Bersantai? Aku bekerja sejak pagi, tapi kau yang datang di waktu yang tidak tepat. Jadi kau hanya melihat ku yang sedang beristirahat, bukan yang sedang bekerja." Tiba-tiba ia berhenti dan menoleh ke arahku. "Sejak kapan kau bicara panjang seperti ini?" Aku seperti s
CYRUS POV"Apa kau ingin melakukan hal buruk di wilayah ku?" Tawanya membuatku semakin kesal dan bingung. "Hal buruk? Bukankah aku adalah penyelamat di negeri ini? Bagaimana bisa kau ..." Ia menghela nafas. "Ini sudah musim semi. Banyak bunga yang baru terbentuk dengan warna yang indah. Dan aku rasa, kau adalah bunga itu." Entah karena terlalu banyak alkohol yang ku minum, atau memang ia berbicara omong kosong. Aku tidak dapat mengerti yang ia katakan. "Terserah kau saja, tapi ingat. Jangan lakukan hal yang tidak baik di dalam castle. Mungkin bagi mu, itu hanyalah tempat tinggal, tapi bagiku, castle layaknya kuil. Harus tetap suci dan bersih dari tindakan tidak pantas.""Ya, mari kita jaga wilayah masing-masing."Minuman keras ia teguk tanpa ragu. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang membuat siapapun yang melihatnya, akan merasa curiga kepadanya. Niat hati ku datang kemari untuk menghilangkan seluruh perasaan resah dan beban yang ku rasakan sejak beberapa terakhir, tapi dengan b
CYRUS POVTidak ku sangka, Alessio memang serendah itu. Bagaimana mungkin ia mengkhianati Valerie disaat seperti ini. Dia adalah suaminya, Valerie yang baru sembuh membutuhkan dukungannya, tapi dia malah bersama wanita lain. "Menjijikkan.""Apa ada yang salah?" Aku tersadar setelah mendengar suara Rayden. Kertas di tanganku sudah tidak berbentuk akibat kepalan kuat yang ku lakukan sejak tadi. "Apa sesuatu yang buruk tertulis disana? Emperor terlihat kesal." "Tidak." ku rapihkan kembali sebisanya. "Tidak ada apa-apa." Rayden hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. "Rayden," aku sempat ragu untuk mengatakannya. "Apa ... Kau dengar kabar dari Valerie?" "Kabar apa yang ingin emperor dengar darinya?" "Maksudku, ini sudah tiga hari sejak ia sakit. Menurutku, dia sudah baik-baik saja hingga dapat membantahku saat di rumah bibi, lalu kenapa ia tidak masuk bekerja?" "Aku bukan pengasuhnya, jadi cukup sulit untuk menjawab pertanyaan emperor." Aku tau dia hanya bercanda, tapi mat
CYRUS POV "Apa yang kalian lakukan?!" Valerie keluar rumah dengan penuh amarah. "Apa kalian tau bibi sedang sakit saat ini!" Ku masukkan kembali pedang ke tempatnya. "Justru itu aku ingin melihatnya! Kenapa tidak ada satupun dari kalian yang mengerti?!" "Kami bukan tidak mengerti" Alessio berdiri diantara aku dan Valerie. "Kami sedang melindungi emperor di negeri ini dari penyakit mematikan" "Bibi adalah keluargaku" "Dan Bibi adalah penyelamatku" tungkas Alessio. "Bibi bukan hanya keluarga mu, tapi dia keluarga semua orang di sekitar sini. Banyak orang memohon untuk bisa menjenguk tapi kami menolaknya, lalu untuk apa kami membiarkan emperor masuk ke dalam? Bagaimana jika daya tahan tubuh emperor lemah hingga menyebabkan kematian? Apa emperor kami adalah seseorang yang sangat tidak bertanggung jawab?" Setelah keributan panjang, akhirnya kuping dan otak ku kembali bekerja. Aku mendengarkan semua ucapan Alessio. "Kami akan melaporkan perkembangan kesehatan dari bibi Selena, tapi em
CYRUS POVKedua mataku terbuka dengan jantung yang berdegup kencang, dan keringat yang membahasi seluruh tubuhku.Sebisa mungkin aku mengatur nafas dengan menyandarkan tubuhku di kursi yang sedang ku duduki. "Astaga" kepalaku mulai terasa berat meski keringat perlahan mengering akibat hembusan angin dari jendela yang terbuka. Tok tok tok"Masuk" jawabku seraya menopang kepala dengan kedua tangan. "Emperor.." "Ada apa?" tanyaku tanpa menoleh."Ini tentang virus yang menyebar di kota" dengan cepat aku menatap Rayden yang kini berdiri di hadapanku. "Penyebarannya begitu cepat hingga 89% warga sudah terkena virus tersebut. Bahkan.. Kurang lebih 150 jiwa meninggal dunia" "Meninggal?" dengan perasaan bingung, aku bangkit dari duduk. "Aku tidak mendengar kabar itu. Jumlah yang tidak sedikit untuk ditutupi" "Bukan ditutupi, tapi banyak yang tidak membicarakannya dan memilih fokus pada yang masih hidup" Rayden meletakkan laporan keluhan dari beberapa perdana menteri. "Beberapa menteri sud