Share

4. KESEDIHAN DI WAJAH DOKTER ANNA

"Kalau boleh tahu, bagaimana saya bisa dibawa kesini, dokter? Siapa saja yang tahu kalau saya ada disini?"

"Kamu benar-benar tidak ingat sama sekali ya?" Tanya dokter Anna sambil memegang dahiku.

"Sebentar! Kamu tahu siapa namamu kan, dek?" Tanyanya lebih lanjut.

Aku menggelengkan kepala, bukan tidak tahu siapa diriku, hanya saja, aku tidak tahu terbangun dalam tubuh siapa. Ini sebuah misteri yang aku sendiri belum tahu jawabannya.

Dokter Anna membuka berkas yang dibawanya dan mambacakan 'data'ku, "Nama kamu Zaha Kurniawan, usia 18 tahun. Sekolah di SMA negeri xx kelas 12. Nama ibu, Fitri dan kamu memiliki seorang saudara perempuan, Zanna Kirania Fitri. Ingat?" Terang dokter Anna sambil menatapku dan melihat reaksiku.

"Zaha?" Lirihku pelan.

'Apa ini sebuah kebetulan? Bagaimana bisa, Aku terbangun dalam tubuh yang sangat asing bagiku, namun memiliki nama yang sama? Astaga! Lelucon macam apa yang sedang dimainkan semesta dengan takdirku? Bahkan untuk menikmati kematian pun, Aku tidak bisa?' Pikirku tidak mengerti.

Dokter Anna duduk di samping tempat tidurku, dengan ramah menjelaskan tentang kecelakaan yang menimpaku sebelumnya, atau tepatnya, kecelakaan yang menimpa remaja yang raganya sekarang ku tempati.

"Hmn, perlahan mungkin Kamu akan bisa mengingat semuanya."

"Seminggu yang lalu, kamu kena tabrak oleh sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang wanita, detail persisnya mungkin kamu bisa tanyakan pada polisi yang menangani masalah ini nantinya."

"Untungnya, ayah dari wanita tersebut mau bertanggung jawab dan mau menanggung seluruh biaya pengobatanmu hingga pulih."

"Mungkin memorimu terhalang karena gegar otak akibat kecelakaan itu. Kalau dari hasil rontgen, tidak ada masalah dengan syaraf otak."

"Namun beberapa hari yang lalu, kami sempat khawatir karena detak jantungmu berhenti beberapa saat. Kami pikir akan kehilanganmu saat itu." Jelas dokter Anna menceritakan apa yang terjadi padaku pasca kecelakaan.

"Jantung saya berhenti? Jam berapa itu dokter?" Tanyaku coba memastikan.

"Jam 11.25 malam, tepat saat gerhana bulan 2 hari yang lalu."

'Hmn, itu cukup menjelaskan misteri aneh yang terjadi padaku saat ini. Lalu, jika aku terbangun dengan tubuh ini, lalu bagaimana nasib diriku yang jatuh ke dalam jurang saat itu?'

Kebetulan TV yang sedang nyala dalam ruangan sedang memutar sebuah berita yang sedang heboh-hebohnya, yaitu berita tentang diriku yang telah membunuh perwira tinggi kepolisian.

Para perawat yang sedang menemani dokter Anna sangat antusias dengan berita tersebut. Entah bagaimana dalam berita tersebut bisa menginformasikan dengan lengkap informasi tentang diriku.

Namun disana, aku diberitakan sebagai aktor teroris yang telah lama merencanakan untuk melakukan aksi kejahatan, termasuk berita tentang aksi pembunuhan lainnya.

Dalam berita itu, aku benar-benar di framing sebagai penjahat sadis yang layak untuk dihukum mati. Dalam berita itu juga menginformasikan, bahwa pasukan gabungan Polisi dan TNI berhasil menembak mati diriku sebelum akhirnya jatuh ke jurang.

Aku merasa marah dengan semua kebohongan yang disampaikan dalam berita tersebut, padahal orang yang ku bunuh adalah orang yang layak untuk mati karena kejahatan yang telah dilakukannya.

"Kalian bisa matikan berita itu!" Perintah Dokter Anna yang tampak memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap konten berita tersebut.

Selain diriku, ternyata dokter Anna adalah orang yang tidak setuju dengan apa yang disampaikan oleh si pembawa berita.

"Eh, iya! Maaf, dokter. Berita ini sangat heboh akhir-akhir ini. Padahal terorisnya ganteng loh! Tapi, kok ya bisa jadi pembunuh sadis begitu ya?" Heran salah seorang perawat yang bernama Shinta. Sepertinya semua orang yang menonton berita sampah seperti itu telah termakan mentah-mentah dengan isi berita yang disampaikan.

Begitulah media, mereka kebanyakkan hanya menyampaikan berita yang telah di setting untuk kepentingan penguasa, atau hanya untuk kepentingan mereka semata.

"Bisa kalian tidak membahas itu disini?" Tanya dokter Anna lagi tidak senang.

Sekilas ku perhatikan, ada gurat sedih di wajahnya, mungkin itulah alasan kenapa ia terlihat agak murung ketika baru masuk ke dalam ruangan ini.

'Apa Anna bersedih karena kematianku?'

Kalau iya, mungkin hanya dia lah yang bersedih atas kematianku. Disaat semua orang justru bersuka cita atas kematian 'teroris' itu, paling tidak itulah cap yang menempel pada diriku saat ini.

"Hei, kenapa kamu malah diam?" Tanya dokter Anna padaku sambil coba memaksakan senyumnya. Bagaimana pun, berita barusan tampak cukup mempengaruhi moodnya.

"Ehm, tidak apa-apa, dokter! Oh ya, apa keluargaku ada kesini, bu dokter?" Tanyaku coba mengalihkan topik.

"Sore tadi mereka kesini. Mereka sangat senang, begitu mengetahui kalau Kamu sudah sadar. Kalau malam begini, biasanya tidak ada yang menunggu. Mungkin mereka lagi ada kerjaan, saya kurang tahu." Jawab dokter Anna.

"Ada lagi yang bisa saya bantu untukmu, dek?" Tanya Dokter Anna sebelum keluar dari ruangan.

"Tidak ada, dokter. Dokter jangan bersedih ya!" Ujarku spontan sambil menatap matanya yang tampak masih menunjukkan sedikit gurat kesedihan.

"Eh, ma-maksudnya?" Tanya Dokter Anna sedikit grogi ketika tatapannya beradu pandang dengan mataku.

"Gak ada maksud apa-apa, dokter! Hanya harapan dari seorang pasien yang telah dokter rawat dengan sepenuh hati."

"Dokter orang baik yang telah banyak membantu banyak pasien seperti saya. Jadi, saya akan senang jika melihat dokter yang merawat saya berbahagia." Entah kenapa, kata-kata itu begitu saja meluncur dari mulutku. Tampak dokter Anna sedikit mengerutkan keningnya mendengar ucapanku barusan. Mungkin ia pikir, kalimat seperti terdengar aneh keluar dari mulut remaja seperti 'diriku'.  

"Memang menurut kamu, saya lagi tidak bahagia begitu?" Tanyanya sambil berusaha tersenyum.

"Perasaan dokter, hanya dokter sendirilah yang tahu." Jawabku singkat.

Raut wajah dokter Anna sesaat terlihat berubah, sebelum dia berhasil menguasai dirinya kembali.

"Ternyata kamu pintar juga bermain kata-kata, hihihi. Sekarang, kamu istirahat yang cukup yah, dek! Mungkin besok atau lusa, kamu sudah bisa kembali ke rumah." Ujar Dokter Anna.

"Ya, terimakasih Dokter."

Selanjutnya, dokter Anna berlalu diikuti oleh kedua perawat yang mendampinginya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hasan Shiddiq
🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status