Seorang gadis berusia 21 tahun bernama Zefanya Ayunda, yang biasa dipanggil Zee oleh teman-temannya, termasuk gadis yang beruntung. Walaupun dibesarkan oleh orangtua tunggal yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam kesederhanaan, namun dia bisa melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di sebuah universitas yang ditempuhnya dalam waktu tiga setengah tahun. Bahkan setelah tamat ia langsung mendapatkan tawaran kerja sebagai Guest Relation Officer di sebuah hotel bintang lima di kotanya.
Berbeda dengan jalan karirnya yang terus menanjak, kehidupan percintaan Zefanya tak semulus jejaknya di bangku kuliah dan dunia kerja. Zee yang telah berjanji pada ibunya dan diri sendiri bahwa ia tidak akan pacaran selama sekolah menengah, dengan susah payah menahan rasa suka yang mulai tumbuh di hatinya pada seorang teman sebaya yang bernama Abian Zahran. Zee memendam rasa suka itu sejak duduk di bangku kelas 11 sampai hari kelulusan.
Kata orang masa SMA akan menjadi masa yang tak akan terlupa. Zee ingin menorehkan sebuah kenangan indah di akhir masa remajanya. Setelah dinyatakan lulus, dengan segala pertimbangan dan pemikiran matang, Zee memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya ketika mereka selesai mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan memasuki universitas.
Namun Zee harus merelakan cinta pertamanya di masa putih abu-abu itu pergi. Abian Zahran sang pujaan hati harus menempuh pendidikan di kota lain. Abian yang bercita-cita bekerja di bidang perminyakan diterima di sebuah universitas di kota yang berbeda. Sementara Zee sendirinya masih tetap berada di kota kelahirannya.
Mimpi anak bungsu dari dua bersaudara itu untuk dapat kuliah di universitas negeri kandas. Dia gagal merebutkan bangku kuliah di jurusan kedokteran yang terbatas. Seorang paman yang sangat dekat dengannya memberi pandangan lain. Adik laki-laki dari ibunya itu memberi gambaran tentang peluang kerja yang lebih besar di sektor pariwisata.
Akhirnya Zee yang mandiri dan ingin cepat mendapat pekerjaan agar tak membebani ibunya, memutuskan untuk mengambil tawaran beasiswa dari sebuah universitas swasta terkenal dan mengambil jurusan Bahasa Inggris. Dia juga mengikuti beberapa kursus komputer singkat sebagai penunjang keahliannya untuk memasuki dunia kerja. Ia tak mau menunggu satu tahun lagi untuk melanjutkan pendidikannya dan mencoba peruntungannya lagi.
Hubungannya dengan Abian yang masih seumur jagung itu pun harus berakhir. Pemuda yang semuran dengan Zee itu beralasan ia tak ingin terjebak dalam ikatan dan hubungan jarak jauh yang mungkin saja akan mengganggu konsentrasi mereka dalam kuliah.
Walaupun long distance relationship terdengar romantis, namun ia sendiri tak yakin akan bisa menjalaninya. Abian berusaha realistis, tak terpengaruh oleh indahnya kisah LDR seperti yang didengungkan oleh sebuah lagu populer remaja. Akan banyak salah paham dan kegalauan yang akan mereka hadapi.
Bahkan Kecanggihan alat komunikasi pun tak menjadi pertimbangannya untuk melanjutkan hubungan mereka. Hingga pada saat perpisahan laki-laki itu mengutip penggalan lagu, jika mereka jodoh, pasti suatu saat akan bertemu. Jodoh tak 'kan ke mana, bukan?
Ketika kuliah, Zee yang memang sangat aktif, mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah lembaga kursus bahasa asing. Hal itu membuatnya tak sempat memikirkan untuk memiliki pacar seperti teman-temannya yang lain. Kepergian cinta pertamanya juga turut andil dalam membentuk opini di dalam hati gadis berambut lurus itu, bahwa terlalu dini untuknya memulai lagi memupuk rasa pada laki-laki lain.
Merasa lelah dicap sebagai cewek cupu tak laku karena tak punya pacar, di tahun kedua masa kuliahnya, Zefanya menerima saja dijodoh-jodohkan dengan Zeino Ardhana, salah seorang senior di kampusnya.
Perjodohan itu berawal dari keisengan Lulu teman sekelasnya yang terkenal di antero kampus karena pergaulannya yang luas dan lintas angkatan serta jurusan. Inisial nama mereka, Zefanya Ayunda dan Zeino Ardhana, yang sama-sama ‘ZA’ menjadi bahan celetukan gadis periang itu.
“Inisial nama sama nih, jangan-jangan kalian jodoh!” Begitu candaan Lulu pada mereka ketika sedang berada di kantin.
Kesibukan Zee yang harus kuliah sambil bekerja serta kursus komputer membuatnya tak selalu bisa menghabiskan waktu bersama Zeino. Sehingga hubungan Zee dan Zeino tak seperti pasangan lain yang terlibat romansa di satu kampus di mana mereka akan seperti anak kembar, di setiap momen akan selalu terlihat berdua.
Sangat jarang mereka menghabiskan waktu hanya berdua saja. Lebih sering mereka pergi bersama teman-teman yang lain untuk menghadiri acara kampus atau sesekali menghadiri pesta dan hang out.
Ketika hanya berduapun, mereka akan mengikuti kegiatan normal pasangan lain seperti pergi makan, nonton atau sekedar menepi di pantai melihat matahari terbenam. Namun itu juga bisa dihitung dengan jari.
Hubungan mereka mengalir begitu saja, tanpa ada riak atau letupan – letupan emosi. Nyaris datar. Bahkan Zee lupa, apakah mereka pernah mengungkapkan kata cinta. Seingatnya sejak Lulu gencar menjodoh-jodohkan, entah kenapa gadis yang nyaris tak banyak kata itu menurut saja ketika harus duduk di dekat Zeino saat mereka sedang di kantin atau café. Zeino pun begitu, ia seakan sudah otomatis mendapat ijin untuk menjemput atau mengantar Zee pulang.
Begitulah perjodohan antar geng di kampus terjadi. Lulu yang sedang dekat dengan Dito kemudian mereka juga memasang - masangkan anggota gengnya yang lain. Sehingga penggabungan dua kelompok itu menjadi empat pasang muda - mudi. Lulu – Dito, Rayesa – Shandy, Lampita – Jeromy dan tentunya pasangan yang terakhir yang berhasil dicomblangin Lulu adalah Zefanya – Zeino.
Di semester akhir kuliah, hubungan Zee dan Zeino sempat diterpa isu miring. Terdengar bisik – bisik jika Zeino sedang bermain mata dengan seorang junior pada saat kegiatan pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru. Saat itu Zee tak menghiraukan. Ia menganggap itu sebagai angin lalu. Biasalah para senior keganjenan menggoda anak baru. Zee pun tak pernah meminta penjelasan lebih jauh atas rumor tersebut, meski ia pernah memergoki Zeino sedang berada di café dengan si junior itu.
Zeino yang termasuk lamban dalam menyelesaikan sisa SKS yang harus dipenuhinya untuk syarat kelulusan, terpaksa mengangkat topi atas kelulusan Zee yang lebih cepat darinya sebagai senior walau berbeda fakultas. Bahkan gadis yang berstatus pacarnya itu kemudian langsung diterima bekerja dengan jabatan yang cukup bergengsi di sebuah jaringan hotel bertaraf internasional di kota mereka.
Pekerjaan baru yang diterima Zee membuat gadis manis berkulit kuning langsat itu semakin sibuk. Hal itu membuat Zeino merasa makin terabaikan. Apa lagi pacarnya yang biasa berpenampilan sederhana, sekarang harus tampil modis dan trendi mengikuti tuntutan pekerjaan. Tentu saja Zee semakin menjadi pusat perhatian. Resiko jabatan sebagai Guest Relation Officer yang harus menyambut tamu penting dan ikut andil dalam acara-acara besar membuatnya wajib bekerja bahkan di hari libur sekalipun.
Zee sangat menyukai dunia baru dan pekerjaannya itu. Ia seakan menemukan alam yang berbeda. Berinteraksi dengan berbagai kalangan dan bertemu dengan orang – orang penting membuka wawasannya lebih luas. Namun hal itu tak sejalan dengan pemikiran Zeino. Laki-laki itu merasa Zee telah berubah. Gadis itu bukan Zee yang dulu, yang tak banyak bicara, penurut dan sederhana. Zee yang selalu patuh jika Zeino melarang atau memintanya untuk melakukan sesuatu.
Perbedaan pola pikir, keadaan yang berubah serta rapuhnya dasar hubungan mereka membuat keduanya semakin sering terlibat silang pendapat. Dari sinilah konflik hubungan kedua anak manusia yang tak jelas kapan hari jadiannya itu dimulai.
Di sudut sebuah gerai kopi kekinian yang terletak tak jauh dari pinggiran bangunan hotel megah, duduk seorang pemuda yang terlihat memainkan pemantik api di tangannya. Segelas coffee latte yang dipesannya belum tersentuh sama sekali. Sebatang rokok yang sedari tadi terselip di bibirnya juga belum menyala. Acap kali ujung mata pemuda itu melirik ke arah pintu kafe ketika ada yang mendorong belahan kaca tempered yang menimbulkan bunyi gemerincing itu.Zeino telah menunggu kehadiran Zee hampir satu jam lamanya. Pemuda itu mulai terlihat kehilangan kesabaran. Ia kemudian meraih telepon genggam yang tergeletak di meja di sebelah gelas minuman dingin berkafein yang belum dicicipi.Menekan nama pertama di daftar panggilan keluar, raut wajahnya semakin kusut karena sambungan suaranya tak berbalas. Dalam beberapa kali helaan napas, gawai mahal itu kemudian kembali menjadi teman sebungkus rokok dan segelas coffee latte
Seiring Zeino yang mendaratkan tubuhnya di belakang kemudi, Zefanya merogoh tas jinjingnya. Jemarinya meraih telepon genggam yang diselipkan di sela kantong. Sejurus kemudian, gadis itu terlihat sibuk mengutak-atik benda pipih yang sedang menyala. Tatapannya terlalu fokus pada layar hingga ia tak memerhatikan pemuda di sebelahnya sedang memandang ke arahnya.Zefanya tersadar ketika mengalihkan pandangan ke depan dan mendapati jika mereka masih di parkiran kafe. Kendaraan roda empat yang mereka naiki belum bergerak. Gadis yang menoleh ke samping kanan sambil menaruh kembali telepon genggamnya ke dalam tas, mendapati tatapan Zeino yang tertuju padanya. Kedua tangan pemuda itu mencengkram setir, mesin mobil telah menyala.“Ada apa?” tanya Zee.Tak ada jawaban lisan dari pertanyaan singkat itu. Yang terjadi selanjutnya adalah tangan Zeino yang membuka sabuk pengaman yang telah terpasang di tubuhnya. Lalu dengan c
Ayun langkah Lulu menuruni anak tangga berselisih dengan hentakan tungkai panjang milik Zeino yang setengah tergesa menaiki tangga. Tatapan mereka bertemu. Sambil mendongakan kepala pemuda yang sedang menggenggam sebuah gawai di tangannya itu menyampaikan tanya pada pemilik rumah. “Zee ada di mana, Lu?” tanya Zeino pada gadis yang berpapasan dengannya itu. “Masih di kamar. Lagi mandi,” jawab Lulu sambil menolehkan leher menunjuk arah kamarnya. “Ini, dia dicariin Bunda,” jelas Zeino sambil menunjukan telepon genggam Zee yang ada di tangannya. “Oh, ya udah sana aja, Kak. Kali aja udah selesai.” Perkataan Lulu seperti ijin untuk Zeino meneruskan niatnya. Keduanya lalu melanjutkan langkah masing-masing. Mereka sama-sama bergegas menuju arah yang berbeda. Zeino langsung mengetuk pintu sesampai di depan kamar Lulu. “Iya, ini gue udah kelar!” ujar Zefanya dari dalam kamar. Alunan suara yang dibarengi sembulan kepala dari daun pintu ya
Zefanya, gadis yang telah berganti tampilan itu kembali menjadi penumpang. Ia duduk tenang di sebelah Zeino yang sedang mengendarai mobilnya. Perjalanan sunyi tanpa kata memaksa lantunan suara merdu penyanyi dari playlist yang diputar merajai ruang itu. Kesal di dada yang memaksa Zeino untuk memilih memulangkan Zefanya lebih awal dari waktu yang diperkirakan.Candaan Dito yang mengungkit kebersamaannya dengan seorang mahasiswa baru beberapa waktu yang lalu membangkitkan emosi Zeino. Dia seakan dijadikan terdakwa atas tuduhan mendua. Padahal Zefanya sendiri mengetahui dan tidak pernah membesarkan masalah itu. Pacarnya itu cukup mengerti dengan penjelasan singkat yang ia sampaikan. Jika dia dan Talita, juniornya di kampus, hanya kebetulan bertemu. Lagi pula gadis yang baru memulai perkuliahan itu adalah anak dari kolega orang tuanya. Sehingga tak heran jika mereka sudah terlihat akrab.“Ayo habiskan. Setelah itu kita pulang.&rdq
Lampu penerangan di sepanjang jalan yang menjadi jalur lintas Zefanya menuju tempat kerjanya masih menyala. Jam digital di pergelangan tangan kirinya menunjukan angka lima menit sebelum jam enam pagi, ketika gadis dalam balutan jaket berbahan jeans itu berpamitan pada ibundanya untuk berangkat kerja. Temaram suasana kota menjelang kehadiran sang surya di ufuk timur. Semringah raut wajah gadis yang dipenuhi semangat untuk menunaikan kewajibannya.Suatu hal tak pernah disesali oleh Zefanya dalam dua bulan belakangan ini, keputusannya menerima perkerjaan yang membuat pola hidupnya berubah. Seperti saat ini, ketika hari Minggu kebanyakan penduduk bumi bermalasan untuk membuka mata, ia sudah berada di atas motor matic-nya untuk mengais rejeki. Ketika sekelompok remaja melintas sambil berlari bersama di hari libur, Zee akan menjadikan tugasnya sebagai GRO yang akan mondar-mandir di lobby hotel sebagai sarana olah raganya. Gadis itu tak akan menaruh c
Tubuh Zefanya masih terpaku di depan kanopi kafe. Kebingungan atas kehadiran Zeino di depannya membuatnya salah tingkah. Apa lagi tatapan pemuda itu terlihat sangat tidak bersahabat memandang ke arah Sammy yang sedari tadi berada di dekatnya.Belum hilang keterkejutannya, seorang pemuda lain yang baru keluar dari arah kafe semakin membuat Zefanya terpana.“Kak Jeromy!” sapa Zee yang hampir tak percaya melihat pacar Lampita itu.“Eh, Zee. Kebelet tadi, numpang ke toilet.” Dengan wajah cengengesan pemuda berkaca mata itu berkata sambil menggaruk rambutnya.“Hmm, Bang Sammy duluan aja, ya. Aku mau ketemu temen dulu,” ujar Zee pada Sammy.Tentu saja gadis itu tak ingin berlama dengan pria yang pasti akan dipertanyakan oleh Zeino.“Oh, ya udah. Bye, Zee!” pamit Sammy yang bernama asli Samuel.Tak
Sebuah motor sport berwarna hitam legam meluncur membelah jalan aspal yang menuju area salah satu kampus universitas swasta terkenal di kota. Begitu kuda besi itu berhenti di pelataran parkir, kedua pengendara yang masih mengenakan helm turun bergantian dari sadel. Begitu penutup kepala itu terbuka, terlihat pasangan muda-mudi yang berinisial sama ‘ZA’ itu segera merapikan rambut dan tampilan mereka sebelum melanjutkan langkah ke tujuan.Menepati janjinya, hari Senin ini Zefanya yang sedang libur bekerja menemani Zeino untuk melakukan bimbingan skripsi. Gadis itu memang sengaja mempersembahkan hari libur yang seharusnya untuk beristirahat dari lelah bekerja untuk memperbaiki hubungannya yang sedang kurang harmonis dengan Zeino.Walaupun sebenarnya ia sendri belum mengerti standar harmonis yang seharusnya seperti apa. Karena jika dirunut sejak mereka dijodohkan, hubungan mereka seperti air yang mengalir mengikuti alur yang mereka
Melengkung senyum di wajah Zeino yang telah ditutupi helm ketika sepasang tangan gadis di boncengan merengkuh pinggangnya. Ada rasa yang ingin meledak di hatinya ketika teringat bagaimana reaksi Zefanya ketika melihat Talita berada di dekatnya. Berbeda dengan saat ia dan adik kelasnya itu tak sengaja kedapatan sedang berada di café oleh pacarnya itu, kali ini Zee menampakan rasa memilikinya. Gadis itu tanpa malu-malu bergelayut manja di lengannya dengan tatapan lurus pada perempuan yang menghampiri.“Ternyata kamu bisa cemburu juga ya, Zee,” gumam Zeino.Kuda besi hitam legam itu terus melaju meninggalkan sorak – sorai anggota geng lainnya yang sengaja menjadikan pasangan ZA itu sebagai objek candaan. Kedatangan Zefanya ke kampus yang baru ditinggalkannya beberapa bulan, tentu saja masih mendapat sambutan yang hangat dari teman-temannya yang sedang berusaha merampungkan studinya. Termasuk dari para dosen yan