Share

4. Lagi sensi?

Auteur: ayyona
last update Dernière mise à jour: 2021-04-17 23:44:57

Ayun langkah Lulu menuruni anak tangga berselisih dengan hentakan tungkai panjang milik Zeino yang setengah tergesa menaiki tangga. Tatapan mereka bertemu. Sambil mendongakan kepala pemuda yang sedang menggenggam sebuah gawai di tangannya itu menyampaikan tanya pada pemilik rumah.

“Zee ada di mana, Lu?” tanya Zeino pada gadis yang berpapasan dengannya itu.

“Masih di kamar. Lagi mandi,” jawab Lulu sambil menolehkan leher menunjuk arah kamarnya.

“Ini, dia dicariin Bunda,” jelas Zeino sambil menunjukan telepon genggam Zee yang ada di tangannya.

“Oh, ya udah sana aja, Kak. Kali aja udah selesai.” Perkataan Lulu seperti ijin untuk Zeino meneruskan niatnya.

Keduanya lalu melanjutkan langkah masing-masing. Mereka sama-sama bergegas menuju arah yang berbeda. Zeino langsung mengetuk pintu sesampai di depan kamar Lulu.

“Iya, ini gue udah kelar!” ujar Zefanya dari dalam kamar.

Alunan suara yang dibarengi sembulan kepala dari daun pintu yang terkuak menjadi pemandangan yang terpampang di hadapan Zeino.

“Eh, Kak Zeino. Maaf kukira Lulu. Dari tadi dia minta buru-buru aja,” ujar gadis yang terlihat santai setelah berganti pakaian. Ia lalu melangkah kel luar kamar sambil menutup kembali daun pintu yang menganga.

“Kenapa?” Zee berkata sambil merapikan helain rambutnya.

“Ini tadi handphone kamu bunyi. Kayaknya bunda nyariin.” Tangan Zeino terjulur dengan sebuah telepon genggam di sana.

“Hmm kenapa ya? Tadi pas di mobil aku udah kirim pesan ke bunda, kalo pulang kerja langsung ke sini,” ujar Zee dengan nada heran.

Benda pipih itu pun berpindah tangan. Belum merubah posisi masing-masing yang masih berdiri di depan kamar Lulu, Zefanya mencoba menghubungi kembali nomor yang telah masuk ke dalam daftar missed call.

Tak membutuhkan waktu lama setelah telepon pintar itu menempel di telinga kiri Zefanya, gadis itu langsung mendengar sapaan dari sang ibunda.

“Iya Bun. Uhum. Ga usah, Bun. Ini lagi mau barbeque di rumah Lulu. Iya, nanti sama Kak Zeino. Baik, Bun. Iya, hati-hati di jalan, Bunda. Love you.”

Sambil menekan tanda telepon berwarna merah di layar untuk mematikan sambungan, Zefanya berkata,”salam dari Bunda.”

Sepasang netra hitam itu bertemu. Zeino membalas salam yang disampaikan Zefanya dengan senyum tipis.

“Bunda lagi di jalan mau pulang. Nanyain mau beliin makan malam, apa ga,” lanjut gadis itu lebih jauh.

Sambil menaruh telepon genggam ke dalam kantong celana panjang yang dikenakannya, Zefanya beranjak mengikuti langkah Zeino yang telah terlebih dahulu menuju tangga. Keduanya terlihat turun beriringan dan langsung bergabung dengan pasangan lain yang berada di samping rumah.

Zefanya mendekatkan diri pada gadis-gadis yang tengah mengerumuni cemilan dan minuman. Sepertinya malam ini para pria yang bertugas membakar, mereka terlihat sibuk di panggangan. Zeino pun turut berbagi peran dengan yang lain.

Di sela-sela tangannya yang sibuk mengipasi dan membolak-balik potongan daging yang telah ditusuk, Zeino kerap mencuri pandang ke arah para gadis yang mengelilingi meja bundar. Tak perlu dicari tahu ke mana arah lirikan sepasang netra hitam itu. Bidikan retinanya itu menangkap gerak-gerik gadisnya yang terlihat bercengkrama tanpa beban. Bahunya berguncang setiap kali terbahak disertai garis matanya yang menyipit. Tak jarang gadis itu menutup mulut dengan telapak tangan menahan tawa.

Pemuda itu menyadari akhir-akhir ini mereka sering berselisih paham. Bahkan untuk hal yang sebetulnya tidak terlalu penting. Semuanya berawal dari kesibukan Zefanya dengan pekerjaan barunya yang memiliki jadwal yang tak menentu, hal itu membuat mereka berulang kali harus mengatur ulang janji untuk bertemu.

"Kalo gini caranya bisa hangus semua nih!” celetuk Dito yang mendapati sedari tadi Zeino sedang melamun.

Menyadari bahwasannya telah tertangkap basah, Zeino kembali menundukkan pandangannya pada panggangan. Dia tak menghiraukan sindirin Dito yang disambut gelak tawa Shandy dan Jeromy.

“Ada yang lagi bercabang pikirannya,” pancing Shandy.

Liukan anyaman bambu yang menjadi alat mengipas panggangan semakin kencang. Zeino sengaja berpura-pura sibuk tak mengubris celotehan teman – temannya itu.

"Shan, elo pilih mana? Cewek yang cerdas, mandiri atau yang manja dan imut gitu?” Dito meneruskan aksi untuk menggoda Zeino.

“Ya gue tetep pilih Rayesalah, mau dipiting gue ntar berani macem-macem ma dia.”

“Ah bilang aja, cuma Rayesa yang mau jadi pacar elo!” Cibiran Dito tertuju pada Shandy yang memang tak berkutik menghadapi pacarnya yang pernah ikut karate itu.

“Iyalah, kalah gue dari temen kita yang bisa gandeng kanan kiri,” seloroh Shandy yang tentunya tertuju pada pemuda yang kepanasan, sepanas bakaran di depannya.

“Bacot elo pada ya!”

Zeino melemparkan kipas sate pada kedua temannya yang masih terpingkal. Sayangnya anyaman bambu yang diberi tangkai itu mengenai Jeromy yang sedari tadi diam tak ikut menimpali, karena Shandy dan Dito dengan sigap mengelak.

“Lah, gue ga ngapa-ngapin malah ketiban pulung, sih!” Pemuda berkaca mata itu mengusap dahi tempat mendaratnya kipas sate tadi. Sementara Zeino hanya melengos pergi tanpa minta maaf. Ia lalu mengangkat potongan daging tusuk yang telah matang ke dalam piring.

Pemuda yang terlihat masih kesal itu berjalan menjauh dari candaan ketiga laki-laki yang membuatnya jengah. Menyeret langkah, ia mendekati Zefanya yang masih asyik bersenda gurau.

“Zee, ini makan dulu! Kamu lapar, kan?”

Tawa gadis itu terhenti saat melihat uluran piring berisi sate daging yang telah diberi bumbu kecap lengkap dengan irisan cabe rawit, mentimun dan tomat serta potongan lontong. Piring itupun berpindah tangan. Namun belum sempat ia mengucapkan terima kasih pada Zeino, pemuda itu telah beranjak menjauh. Tertangkap raut kesal di wajahnya.

Rayesa dan Lampita meyenggol lengan Zefanya yang sedang mereka apit. Mereka memberi isyarat seakan bertanya apa yang sedang menimpa pemuda yang sekarang sedang duduk sendirian di kursi taman. Sama halnya dengan Lulu yang kemudian memberi kode agar Zee menyusul Zeino.

“Biar aja, mau sebat kali.” Zefanya terlihat cuek mengira Zeino sedang ingin merokok.

“Ih, ga peka banget sih. Ayo sana! Ngapain kek. Makan berdua gitu. Gemes deh liat kalian!” Lulu memaksa temannya yang menurutnya tidak bisa membaca situasi itu.

Sikut-sikutan terjadi. Zefanya yang sudah biasa melihat Zeino dalam keadaan seperti itu tak terlalu ambil pusing dengan sikap pacarnya itu. Tapi karena ketiga temannya tak henti mendorongnya, akhirnya gadis itu pun beranjak. Dia mengikuti saran Lulu dengan membawa serta piring makan malamnya yang telah disiapkan Zeino beserta dua kaleng soft drink.

Kepulan asap rokok menyambut kedatangan Zefanya. Gadis itu menarik kursi yang tersusun berhadapan setelah tangannya bebas dari barang bawaan. Seiring hempasan tubuhnya di kursi kayu itu, Zeino menyudahi kegiatannya membakar lintingan tembakau yang baru saja dihisapnya beberapa kali. Lalu ia mengibas - ngibaskan tangan agar asap yang masih tersisa tak mendekati wajah gadis yang telah duduk di hadapannya.

“Kak Zeino makan ya, ini kebanyakan. Tadi aku nyemil pizza juga.”

Zeino memilih untuk meneguk isi kaleng soft drink sebelum mengambil garpu. Sedangkan Zefanya telah mengambil satu tusuk daging untuk mencicipi menu makan malamnya itu.

Dari kejauhan ketiga pasang muda-mudi lainnya melihat pasangan berinisial nama sama itu makan perlahan dalam sunyi. Lulu yang penasaran atas perubahan sikap Zeino berhasil mengorek kejadian di area panggangan beberapa saat yang lalu.

“Nyari gara-gara deh. Udah tau mereka lagi kurang akur, ini malah ngomporin,” protes Lulu setelah mendengar cerita Dito.

“Tau nih, kalo sampai Zee dengar trus salah sangka gimana?” Rayesa ikut menimpali.

“Zee udah tau kayaknya. Mereka pernah kegep lagi di kafe berdua. Tapi Zee biasa aja. Ga marah ga cemburu tuh.” Shandy membela Dito.

“Lagi pada ngomongin siapa, sih?” Dengan lugunya Lampita bertanya.

Lulu lalu membisikan sesuatu di telinga Lampita. Gadis itu terlihat mengangguk pelan sambil membulatkan bibirnya.

“Oh, anak maba yang keganjenan itu?”

Ssstt!!

Lulu dan Rayesa serentak meletakan telunjuk di bibir mereka.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (1)
goodnovel comment avatar
taripoe
Selalu menampilkan sesuatu yg beda.. Like like like like like like kak ay
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Zee 'n Zeino   101. Epilog

    Untuk apa menunggu, jika yang kau mau telah ada di hadapanmu. Untuk apa menunda jika hanya bersamanya kau merasa bahagia. Untuk apa meragu jika hanya dia yang ada di hatimu. Untuk apa bersama jika tak ada ikatan yang sah dan nyata. Kali kedua sepasang anak manusia itu membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Sesaat setelah pembukaan showroom berbulan-bulan yang lalu, mereka sepakat untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Memenuhi komitmen pekerjaan dan meresmikan ikatan cinta setelahnya. Sekarang ketika menjalani hubungan jarak jauh, keduanya berusaha mempersingkat jarak. Dan upaya itu bersyarat, harus berlabel sah jika tetap memaksa. Memang lebih cepat dari apa yang mereka rencanakan. Tentu belum semua sempurna seperti angan. Namun apa tolak ukur sempurna itu perlu ketika ada rasa terpenuhi dengan apa yang ada di tangan? Keraguan karena ketakutan akan terulang sejarah pahit dari orang-orang terdekat, tak seharusnya menjadi pemata

  • Zee 'n Zeino   100. Menyambut Mentari, Melepas Senja Berdua

    Di sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Zeino, Zee tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Bukan karena grogi, ia sudah sering berkunjung ke sana, tapi kali ini Zee tak bisa menghalau kecemasannya. Kepergok oleh orangtua Zeino saat mereka sedang berpelukan, membuat Zee gundah dan malu. Zeino berusaha menenangkan Zee. Genggaman jemarinya tak lepas meski sebelah tangannya harus memegang kemudi. Zeino sendiri tak bisa menerka apa yang akan dilakukan oleh papanya, hingga meminta mereka menyusul ke rumah. Sesampai di kediamannya, Zeino melangkah pasti dengan tak membiarkan Zee menarik genggaman jemarinya. Keduanya memasuki ruang tamu namun tak menemukan Handoko di sana. Seorang pelayan yang datang menghampiri memberitahu jika mereka diminta menunggu di ruang kerja. Pilihan ruang kerja sebagai tempat bertemu tentu memberi kesan berbeda. Zee merasakan ada hal serius yang akan dibicarakan. Dan tentu akan ada hubungannya dengan kejadian di kan

  • Zee 'n Zeino   99. Kenyataan LDR

    “Kamu pasti tahu, untuk membuka cabang showroom di daerah utara, penjualan harus setengah break even point dulu. Kalau tidak, harus ada sumber dana lain.” “Pa, modal kita yang terpakai hanya setengah. Karena yang di sini ada kerjasama dengan Pak Sony. Zei, mau ijin Papa untuk pakai dana yang tesisa untuk memulai buka cabang di wilayah utara.” “Belum cukup Zei. Harga tanah dan bangunan di wilayah utara cukup tinggi. Apa mau kerjasama lagi dengan Pak Sony.” “Kali ini cukup kita saja, Pa.” “Lalu kamu mau dapat tambahan modal dari mana?” “Waktu kunjugan ke kantor lisensi, ada pihak bank yang menawarkan kredit usaha. Beberapa hari ini Zei pelajari, bunganya cukup rendah. Zei akan coba ini, Pa.” Handoko tak langsung menanggapi. Pria paruh baya itu meraih cangkir berisi kopi hitam di atas meja. Menyeruput perlahan lalu menaruh kembali cangkir porselen itu ke tempat semula. “Coba kamu buat proposalnya. Papa mau pelajari

  • Zee 'n Zeino   98. Perubahan

    Memenuhi janjinya, Zee menerima kunjungan Batara Bramantyo di restoran hotel sambil sarapan. Gadis itu tak sendiri, tentu Zeino ada di sampingnya. Keduanya menempati sebuah meja yang berkapasitas empat orang. Dua buah kursi masih belum ditempati. Tak lama berselang sejak kedatangan mereka, seorang pria datang mendekat. Pria itu dibalut stelan baju kerja formal lengkap dengan jas dan dasi yang senada. Terlihat ia mengedarkan pandangan ke suluruh penjuru restoran. Ia mengukir senyum begitu menemukan sosok yang dicarinya. Pria yang tak lain adalah Batara Bramantyo itu disambut dengan baik oleh sepasang muda-mudi yang terlihat berdiri sambil menyapa dengan senyuman. “Selamat pagi, Pak Batara.” Zee menyapa terlebih dahulu. Lalu menyusul Zeino mengakat tubuhnya dari kursi. Mereka saling berjabat tangan. “Pagi. Apa kabar kalian?” Percakapan basa-basi sekedar pembuka bicara itu berlangsung singkat. Mereka sepakat untuk melanjutkan bincang santai sambi

  • Zee 'n Zeino   97. Mencari Celah

    Kecenderungan anak laki-laki akan lebih dekat pada ibu daripada ayah, sepertinya berlaku pada Zeino. Pemuda yang sangat irit bicara apalagi mengungkapkan isi hati pada orang lain itu, perlahan memang lebih terbuka pada Utari, sang ibu. Tentu sikapnya itu tak lepas karena tanggapan Utari yang bisa disebut sangat menerima kehadiran Zee sebagai orang terdekatnya. Malam ini sebelum berangkat menenuhi undangan perusahaan lisensi, Zeino berbincang dengan Utari di sudut taman rumah. Hanya ada mereka berdua. Handoko masih ada kegiatan di luar bersama rekan bisnisnya. “Jadi karena alasan Talita akhirnya kamu membawa Zee ikut serta?” tanya Utari yang kemudian mendengar tentang Talita yang mengadu pada mamanya tentang Zeino yang tak berangkat bersama. Tentu saja Silvia langsung menghubungi Utari untuk merubah semua rencana Zeino. “Salah satunya karena itu, Ma. Ini juga sekalian mau meyakinkan Zee tentang pilihan tempat kerjanya yang baru nantinya.” “Zee jadi pin

  • Zee 'n Zeino   96. Penolakan

    “Jadi, elo tetep pindah kota?” Kedua bola mata Rayesa semakin membulat mendengar cerita Zee. “Kak Zeino ngijinin?” tanyanya lagi. Terlihat Zee menganggukan kepala. “Serius?” Kali ini terlihat raut tak percaya terpampang di wajah Lulu. “Bakal LDR-an 2 tahun?” Lampita ikut menimpali. “Iya.” Akhirnya Zee bersuara tak hanya sekedar menggoyang kepala turun naik. “Tujuh ratus tiga puluh hari loh, Zee. Ga bakal ketemuan, gitu?!” timpal Lampita setelah bermain hitung-hitungan dengan jemarinya. “Ya ga gitu juga kali ngitungnya. Emang jadi TKW ga pulang-pulang 2 tahun. Kan ada hari libur, cuti. Aku bisa pulang. Ato Kak Zeino yang nyamperin.” Zee dan teman-teman gengnya menyempatkan diri untuk bertemu di sela-sela kesibukan masing-masing. Lulu yang masih harus memutar otak untuk mendapat restu, Rayesa yang sudah mulai bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi dan Lampita yang menjalankan bisnis onlinenya. Mereka mengh

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status