Share

Malam Ketahuan

Penulis: NomNom69
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-02 11:43:11

Malam pun tiba, rumah terasa sepi setelah makan malam. Tante Sarah langsung menuju kamarnya, meninggalkan Luki yang masih duduk di meja makan. Sebelum masuk, ia sempat menoleh dan memberi peringatan singkat.

“Jangan begadang main game lagi, Luk,” ucap Tante Sarah tegas.

“Iya, Tan… cuma sebentar kok,” jawab Luki asal.

“Hm, jangan lupa besok pagi bantu belanja ya,” tambahnya lalu menutup pintu kamar.

Luki menghela napas panjang, lalu naik ke kamarnya sendiri. Ia menyalakan lampu kamar seadanya dan langsung merebahkan diri di kasur. Ponselnya segera ia buka, game favoritnya tampil di layar.

“Ah, mending di kamar aja,” gumam Luki sambil menekan layar.

“Kalau di bawah, pasti udah disuruh matiin lampu,” batinnya.

“Kalau tau aku masih main, bisa marah lagi tuh,” ia nyengir sendiri.

Suara klik dan musik game memenuhi kamar. Sesekali Luki mengumpat kecil saat kalah. Jempolnya bergerak cepat, mencoba menutupi rasa bosan yang menyeruak.

“Aduh, kalah mulu lawan bocah beginian,” umpatnya pelan.

“Gas lah,” ia mendesis.

“Anjir, hampir aja… tinggal dikit lagi padahal,” katanya sambil menendang kasur.

Namun di sela-sela permainan itu, pikirannya melayang. Ingatan tentang kejadian siang tadi muncul begitu saja. Saat ia membantu Tante Sarah memijat bahu, momen itu sulit ia lupakan.

“Gila… kenapa gue masih kepikiran itu,” gumam Luki sambil berhenti sejenak.

“Bahu tante lembut banget, rasanya beda,” pikirnya.

“Eh, jangan mikir aneh-aneh, ntar malah kebawa lagi,” ia menggeleng pelan.

Wajah Tante Sarah saat memejamkan mata kembali terbayang. Gerakan napasnya, desahan kecil yang terdengar, semua terasa nyata di kepala Luki. Sekuat apapun ia coba mengabaikan, ingatan itu selalu menyeruak.

“Ya ampun, kenapa harus keinget sekarang,” Luki menghela napas.

“Gara-gara mijit tadi nih,” ia menutupi wajah dengan tangan.

“Tapi kok rasanya kayak ada sesuatu yang beda…” batinnya bergetar.

Game di tangannya hampir terabaikan. Fokusnya bercampur antara layar ponsel dan bayangan siang tadi. Luki berguling ke samping, menatap layar dengan tatapan kosong.

“Udahlah, main aja biar lupa,” gumamnya.

“Tapi makin di cuekin, makin suges njir,” pikirnya frustrasi.

“Duh… gimana kalau besok dia minta pijit lagi,” ia menghela napas berat.

***

Malam itu rumah sudah sunyi. Jam dinding menunjukkan pukul setengah sebelas, tapi Luki masih bermain game. Rasa haus membuatnya beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air.

Saat melewati lorong, matanya menangkap sesuatu yang janggal. Dari kamar Tante Sarah, terlihat cahaya tipis keluar melalui celah pintu yang tidak tertutup rapat. Tumben… biasanya jam segini Tante udah tidur, batinnya.

Luki melangkah pelan, mendekati pintu itu. Degup jantungnya semakin kencang, bukan karena takut, tapi penasaran. Ia menunduk sedikit, mencoba mengintip lewat celah sempit.

Saat itu juga, matanya membelalak. Ia melihat siluet tubuh Tante Sarah di ranjang, dasternya tersingkap sebagian. Bahunya bergerak pelan, kepalanya terangkat sedikit dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Suara samar terdengar, lirih tapi cukup jelas bagi Luki yang berdiri dekat pintu. Napas tercekat di tenggorokannya, membuat tubuhnya seolah membeku. Ia sadar betul apa yang sedang dilakukan tante jandanya itu.

“Ahh…” desahan tipis itu membuat Luki buru-buru menutup mulutnya sendiri. Wajahnya memanas, darah mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Astaga… aku nggak boleh lihat ini. Tapi… matanya enggan beralih.

Tangannya bergetar, keringat dingin muncul di pelipis. Fantasi-fantasi yang tadi siang muncul kini kembali menyerbu kepalanya. Namun kali ini jauh lebih nyata, karena yang dilihatnya bukan imajinasi.

Luki buru-buru menelan ludah. Wajahnya panas, napasnya terasa sesak. Ia tahu seharusnya tidak boleh mengintip, tapi kakinya seperti tertancap di lantai. Hanya ketika suara lirih itu terdengar semakin jelas, barulah ia mundur perlahan dengan jantung berdebar.

Luki menempelkan tubuhnya ke dinding, matanya tak lepas dari celah pintu kamar. Tante Sarah tampak berbaring dengan napas tersengal. Jemarinya bergerak cepat, membuat desahannya semakin keras.

Tubuhnya sedikit meliuk, sesekali pinggulnya terangkat mengikuti irama. Rambutnya berantakan, menempel di wajah yang basah keringat. Luki menelan ludah, dadanya berdegup kencang.

Suara seprai diremas terdengar samar, membuat Luki makin sulit menahan diri. Tangannya mencengkeram kusen pintu, hampir gemetar. Pandangannya seperti terkunci pada setiap gerakan Tante Sarah.

"Aahh… ya Tuhan…" desah Tante Sarah pelan.

"Hhh… lebih dalam…" suaranya terputus-putus.

"Ohh Shit… ahh…" bibirnya bergetar.

Luki memejamkan mata sejenak, mencoba menguasai diri. Namun suara itu terus memanggilnya, membuat tubuhnya semakin panas. Ia kembali membuka mata, menatap tanpa bisa berpaling.

Tubuh Tante Sarah menegang, kakinya sedikit terangkat. Gerakan tangannya makin cepat, hampir tak terkendali. Luki merasa napasnya ikut berpacu dengan ritme itu.

"Yaahh… bentar lagi… ahhh…" erangannya makin keras.

"Ya… yaa… Eehhmm…" suaranya meninggi.

"Hhh… Keluar... Ahh…" ia hampir berteriak.

Luki masih menempel di dinding, menatap celah pintu dengan dada berdegup kencang. Nafasnya terasa berat, seiring tubuh Tante Sarah yang terus bergerak. Hasratnya bangkit, membuat pikirannya tak karuan.

Bayangan itu menelanjangi sisi dirinya yang selama ini terpendam. Tante Sarah, janda yang selalu terlihat anggun, ternyata masih menyimpan hasrat yang nyata. Setiap lenguhannya membuat Luki kian terperangkap.

Peluh di tubuh Tante Sarah memantulkan cahaya redup kamar. Rambutnya berantakan, bibirnya terbuka menahan nikmat. Luki menggigit bibir, tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.

“Astaga… Tante Sarah?” batin Luki gemetar.

“Aku… nggak boleh ketahuan,” ia menahan napas.

“Tapi… kenapa susah banget berhenti ngeliatin…” pikirnya lagi.

Gerakan Tante Sarah semakin cepat, pinggulnya ikut terangkat. Suara seprai yang diremas terdengar jelas, membuat Luki makin tegang. Setiap detail terasa seperti memanggilnya lebih dekat.

Jantung Luki berdebar tak terkendali, tangannya mencengkeram kusen pintu. Ia tahu ini salah, tapi tubuhnya seperti menolak untuk berpaling. Dirinya terjebak dalam godaan yang sulit dilepaskan.

“Hhh… lebih cepat…” rintih Tante Sarah.

“Ya Tuhan… ini nyata banget,” Luki menelan ludah.

“Kalau dia tahu aku di sini… habis aku,” pikirnya panik.

Terlalu larut, Luki tak sadar kakinya bergerak. Jari kakinya membentur pintu, menimbulkan suara yang cukup keras. Seketika itu juga, Tante Sarah berhenti dan menoleh ke arah pintu.

Mata mereka bertemu. Luki membeku, wajahnya memerah hebat, tak bisa lagi menghindar. Tante Sarah menatapnya dengan kaget, tubuhnya masih setengah terbuka, sementara Luki terperangkap dalam rasa malu dan hasrat yang tak terbantahkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Gladys x Pingsan

    Malam pun tiba, suasana kota mulai tenang dan lampu-lampu jalan perlahan menyala. Luki melajukan mobilnya pelan menuju rumah Tante Sarah. Hatinya masih belum tenang sepenuhnya — bayangan wajah kesal Gladys di kantor tadi terus terlintas di kepalanya. Tapi janji tetap janji, dan Tante Sarah bukan orang yang mudah menerima alasan. Begitu sampai di depan rumah, Luki sempat menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu. Tak lama kemudian, Tante Sarah muncul dengan senyum hangat di wajahnya. Rambutnya tergerai, dan malam itu ia mengenakan gaun santai berwarna krem yang membuatnya terlihat anggun tapi tetap menggoda. “Akhirnya datang juga,” ucap Tante Sarah lembut, senyumnya menenangkan tapi ada sedikit nada menuntut di baliknya. “Iya, Tante. Maaf agak telat, tadi rapatnya molor dikit,” jawab Luki sambil menunduk sopan. Tante Sarah hanya mengangguk dan mempersilakannya masuk. Meja makan sudah tertata rapi dengan hidangan yang masih hangat—ada sop ayam, ikan bakar, dan segelas jus jer

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Gladys x Tante Sarah

    Tiba di kantor, suasana pagi terasa canggung.Gladys masih diam sejak di mobil, pandangannya hanya tertuju ke layar komputer.Luki yang berdiri di depan pintu ruangannya pun menarik napas sebelum masuk.“Dys, hari ini jam sepuluh kita ada meeting sama klien,” katanya pelan.Gladys hanya menjawab singkat, “Hmm.”Suasana kembali hening, hanya terdengar bunyi kipas pendingin ruangan.Luki mencoba mencairkan suasana. “Kamu mau kopi atau teh?”Gladys masih menatap layar. “Kopi. Yang pahit.”Luki mengerutkan dahi. “Tumben kopi pahit?”“Biar sesuai sama mood aku,” jawab Gladys datar.Luki hanya mengangguk, memilih tak menimpali.Ia keluar dari ruangan, menuju pantry untuk membuat kopi hitam tanpa gula.Beberapa menit kemudian, ia kembali.“Ini kopinya,” ucapnya singkat, meletakkan cangkir di meja.Gladys mengambilnya tanpa bicara, lalu meneguk satu kali.“Paittt banget!” keluhnya spontan, menatap Luki tajam.Luki menatap bingung. “Kan kamu yang minta kopi pahit.”Gladys mendengus. “Dasar kam

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Pagi yang Manis

    Tante Sarah menarik Luki kembali ke sofa. Dengan cepat, ia membalik posisi, membuat dirinya berada di atas Luki. Lengan Sarah mencekik leher Luki, mengunci ciuman mereka. Sarah menyingkap daster satinnya dan mengambil alih kendali penuh. Posisi penuh kuasa itu membuat Luki tak bisa berbuat banyak selain menikmati. Luki hanya bisa mencengkeram pinggul Sarah. Tarikan napas Luki tercekik, sangat pendek dan tajam karena terkejut. "Masih pagi udah senafsu ini, Tan!" Desisan Raka teredam di bahu Sarah. Sarah tidak peduli dengan protes itu. Ia menentukan ritme dengan gerakan pinggul yang kuat. Ia membungkuk, menggigit kecil telinga Luki, sambil terus bergerak. Desahan Sarah memanjang, cepat, dan semakin liar. Ia berusaha bicara, tetapi yang keluar hanyalah gumaman yang terpotong-potong. "Mmm... Ah... ya... cepat!" Gumaman itu adalah sisa dari kontrolnya yang runtuh. "Terus Sayang! Aaaahhh.. Y-yaaa.. Begitu..." perintah Sarah, suaranya parau. Desahan Sarah mencapai klimaks. Ia melengk

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah    Pagi x Tante Sarah

    Masih dengan mata setengah terbuka, Luki menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Nama Tante Sarah terpampang di sana. Ia sempat ragu untuk mengangkat, tapi akhirnya menyerah. “Halo, Tante…” suaranya serak, baru saja bangun tidur. “Luki, bisa ke rumah Tante pagi ini?” suara di seberang terdengar mendesak, bahkan sedikit gemetar. “Pagi ini, Tan? Sekarang jam lima… Kan aku harus berangkat kerja, pagi—” “Luki, tolong. Sekarang aja. Kamu izin aja berangkat siang. Tante butuh kamu,” potong Tante Sarah cepat. Nada bicaranya membuat Luki terdiam. Ada sesuatu yang terasa aneh, nada panik yang jarang sekali ia dengar dari tantenya itu. “Emangnya kenapa, Tan? Ada apa?” “Pokoknya kamu ke rumah dulu. Tolong banget.” Telepon langsung ditutup tanpa sempat Luki membalas. Ia menghela napas, lalu menatap jam di dinding. Masih terlalu pagi untuk drama seperti ini. Tapi nada suara tante barusan membuatnya gak enak hati. Akhirnya ia bangkit dari kasur, mencuci muka, lalu menyeduh kopi instan

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Emosi Rizal

    Luki duduk di sofa dengan tubuh agak bersandar, pandangannya sesekali mengarah ke pintu. Jam dinding menunjukan hampir pukul sepuluh malam. Suasana apartemen terasa tenang, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar pelan. Ia meneguk sisa kopi di cangkirnya, mencoba menenangkan diri sebelum percakapan penting itu dimulai. Beberapa menit kemudian terdengar ketukan di pintu. Luki segera bangkit dan membukanya. “Yo, masuk Zal.” Rizal melangkah masuk, menepuk bahu Luki. “Susah banget cari alamat lu, bro. Untung lu kirim share loc.” “Hehe, ya maklum, baru pindah sini juga,” jawab Luki sambil tersenyum tipis. Ia segera menyiapkan dua cangkir kopi panas dan mengajaknya duduk di ruang tamu. Rizal menatap Luki dengan penasaran. “Jadi, apa sih yang penting banget sampe ngajak gue kesini malem-malem gini?” Luki menarik napas dalam, lalu meletakkan ponselnya di meja. “Ini soal Annisa, Zal.” Mendengar nama itu, ekspresi Rizal langsung berubah serius. “Kenapa? Jangan bilang ada

  • Terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Tentang Bowo x Kumpul

    Luki duduk di sofa ruang tengah dengan segelas kopi hitam di tangan. Asap tipis naik perlahan dari cangkir, menebarkan aroma hangat yang bercampur dengan bau lembut parfum ruangan. Malam terasa tenang, hanya terdengar suara jam dinding berdetak pelan. Tak lama, Tante Sarah keluar dari kamar mandi dengan rambut masih setengah basah. Ia mengenakan baju santai berwarna lembut, lalu berjalan menghampiri Luki dan duduk di sampingnya. Tubuhnya bersandar manja di bahu Luki, sambil memainkan jari ke lengan Luki. “Merokok sekarang kamu ya,” ucapnya pelan sambil tersenyum. Luki menoleh sekilas, lalu hanya membalas dengan senyum tipis. “Iya, Tante. Ya gak sering juga sih.” Mereka terdiam sejenak, menikmati suasana hening itu. Hingga akhirnya Tante Sarah membuka pembicaraan. “Oh iya, kamu penasaran soal Mas Bowo, kan?” katanya tiba-tiba. Luki menatapnya, sedikit terkejut. “Iya, Tante. Aku cuma penasaran aja, soalnya namanya pernah disebut sama Om Albert.” Tante Sarah mengangguk pe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status