All Chapters of Merajut Asa: Chapter 21 - Chapter 30
97 Chapters
21. Psikosomatis
Melangkah ke luar dari konter imigrasi Bandara Soekarno Hatta, sekujur tubuh Jovita dipenuhi keringat dingin. Sejak di pesawat, kepalanya terasa nyeri sebelah, ulu hatinya pun seperti ditusuk-tusuk. Obat pereda sakit yang diberikan oleh pramugari sama sekali tidak membantu. Seingatnya, ia belum pernah merasa tidak keruan seperti ini. Tidak hanya fisik, tapi juga emosi. Baru kali ini, pulang menjadi momen yang meresahkan baginya. Sambil mengambil bagasi, ia berpikir keras bagaimana menghadapi Ezra. Pikiran yang terus memenuhi otaknya selama penerbangan. Ia harus menahan diri, berpura-pura tidak tahu tentang perselingkuhan Ezra hingga saat yang telah direncanakannya. Namun juga tidak sudi jika lelaki itu menyentuh tubuhnya, sesuatu yang pasti dilakukan suaminya. Kali ini tampaknya ia akan mengalami kesulitan bermain peran, tidak seperti yang biasa dilakukannya saat mengisi seminar atau berhadapan dengan banyak orang. "Mommy!" panggil seorang anak perempuan yan
Read more
22. Menguak Rahasia
"Aku belum bisa menjemputmu siang ini, masih ada sidang. Bagaimana jika pulang agak sore dari rumah sakit, aku akan menjemputmu selesai dari pengadilan," ujar Ezra saat siang itu Jovita meneleponnya. Jovita sengaja memberi tahu secara mendadak kepulangannya kepada Ezra, meski sudah sejak kemarin mendapat informasi dari Dokter Yasmin. Ia punya rencana yang sudah disusunnya sendiri. "It's okay, Bear. Joko akan ke sini sekalian menjemput Vanya pulang sekolah. Mungkin kami mampir ke toko buku sebentar sesuai janjiku pada Vanya. Lagi pula jam sidangmu kan tidak bisa dipastikan kapan selesainya," sahut Jovita. Memang itu yang diinginkannya, pulang tanpa Ezra. "Astaga, Honey! Kamu baru keluar dari rumah sakit, apakah tidak bisa ditunda ke toko bukunya?" protes Ezra. "Kasihan Vanya. Dia kan belum bisa paham kondisi kita, aku tidak mau dia merasa diabaikan dan dinomorduakan," sindir Jovita halus. "Lagi pula dokter bilang aku sudah se
Read more
23. Selingkuh
Jovita mengatur napas saat mendengar mendengar suara kunci pintu dibuka. Suara riang seorang perempuan yang dibuat kekanak-kanakan menyapa berbarengan dengan terbukanya pintu, "Chagia, kamu ..." Perempuan itu tak sanggup meneruskan kalimat, wajahnya pucat seketika begitu melihat sosok yang berdiri di mulut pintu. "Aku istri Chagia-mu," sahut Jovita dengan senyum terulas di bibir. Ia berusaha tenang meski ritme jantungnya melonjak cepat. Amelia mematung. Jovita mengamati perempuan di hadapannya. Tubuh Amelia lebih kecil darinya, setinggi rata-rata wanita Indonesia sekitar 158-159 cm dan berat badan yang sepertinya tidak mencapai 50 kg. Wajah bulat perempuan ini dipoles riasan yang sedikit berlebihan sehingga membuatnya terlihat lebih tua dari usia seharusnya
Read more
24. Kotak Pandora
Tubuh Jovita bergetar hebat saat taksi melaju ke luar dari areal apartemen. Ditariknya napas perlahan, lalu pelan-pelan diembuskan. Dilakukannya berulang kali hingga tubuhnya lebih rileks. Setelah merasa mampu menguasai diri, ia meraih ponsel. Terdapat beberapa panggilan tidak terjawab dari Ezra. Ia segera mengirim rekaman barusan ke Bayu, sebagai tindakan antisipasi bila ponselnya disita, termasuk rekaman pembicaraan dengan Amelia sebelumnya. Sebuah panggilan masuk, kali ini dari Bayu. "Halo, Bay," sapa Jovita. "Kamu barusan mengirimku rekaman? Kamu nekat datang ke sana sendirian?" Bayu langsung menghujani dengan pertanyaan tanpa b**a-basi. Suaranya terdengar cemas. "Ya, barusan aku menemui perempuan itu."
Read more
25. Tersandera
  Jovita berusaha menenangkan diri. Dengan menahan sakit, ia duduk bersila di atas tempat tidur, meski rusuknya terasa remuk. Ia mengatur napas, memberi asupan oksigen bagi prefrontal cortex¹-nya agar dapat mengendalikan emosi. Setelah tubuhnya lebih rileks, ia mengidentifikasi emosi yang dirasakan. Takut kehilangan Vanya dan marah terhadap Ezra adalah emosi yang dirasakannya. Kemarahan yang disebabkan karena suaminya itu selangkah lebih cepat mengambil tindakan yang merugikan dirinya. Tindakan yang luput diperhitungkannya karena ia kurang menggunakan banyak sudut pandang. Keterbatasan sudut pandang sebab ia terlalu percaya diri akan kemampuannya mengatasi masalah. Selama ini, ia dengan mudah menangani persoalan, bahkan sering dijuluki sebagai problem solver yang andal. Gelar yang membuatnya meremehkan tindakan Ezra. Kali ini, ia mengakui kekalahannya.
Read more
26. Pola Asuh
Bel rumah berbunyi, Ezra beranjak menuju jendela untuk melihat siapa yang datang. "Mami," ujarnya setelah melihat BMW 3 series berwarna merah berhenti di luar pagar. Ia menoleh ke arah istrinya. "Apakah kamu menelepon Mami?" Jovita menggeleng. Ia tidak meminta ibu mertuanya untuk datang. Ezra bergegas turun membukakan pintu untuk ibunya. Beberapa menit kemudian dia sudah kembali ke kamar bersama seorang wanita berusia 65 tahun. Banyak orang yang tidak akan bisa menebak usia perempuan itu dari penampilannya. Pesona kecantikan masih terlihat jelas di wajahnya yang minim kerutan. Rambut hitamnya disanggul, tubuh langsingnya berbalut busana anggun, tindak tanduknya elegan. Ria Dharmawan, ibunda Ezra yang memiliki profil istri pejabat sejati. "Halo, Vita Sayang," sapa Ria begitu memasuki kamar.
Read more
27. Penyelamatan
"Di mana Vanya? Apakah ia tidak pulang malam ini?" tanya Jovita lirih sambil kembali mengenakan pakaiannya dengan sisa tenaga yang tersisa. Kondisi tubuh yang belum fit setelah keluar dari rumah sakit, hajaran bertubi dari Ezra, dan paksaan untuk melayani hasrat seksual membuat tubuh Jovita benar-benar remuk. Belum lagi kenyataan untuk menerima perselingkuhan Ezra serta prinsip seks bebas yang dianut suaminya itu mengakibatkan dirinya merasa lemah tak berdaya. "Tidurlah, aku janji kamu bisa menemuinya besok." Ezra memeluk pinggang Jovita dari belakang. "Aku ingin berdua saja denganmu malam ini," bisiknya lirih. Jemarinya mengelus lengan istrinya dengan lembut. Bulu tengkuk Jovita berdiri, tubuhnya kian lunglai mendengar ucapan dan belaian suaminya. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya malam ini. Siang tadi setelah puas menghajar fisiknya, Ezra melanjutkan den
Read more
28. Membuka Diri
"Pagi, Sayang," sapa Jovita begitu Vanya bangun dari tidurnya. Semalam sekembalinya ia dari melakukan pemeriksaan di rumah sakit, putri semata wayangnya itu sudah tertidur lelap. "Mommy," ucap Vanya dengan senyum terkembang saat melihat wajah ibunya. Ia melihat ke sekelilingnya dengan air muka kebingungan. Ini bukan kamarnya. "Vanya sedang di rumah Nana," jelas Jovita. Nana adalah panggilan Vanya untuk nenek dari pihak ibunya. "Oh ...," ujar Vanya sambil mengucek-ucek matanya. "Mommy hari ini jemput Vanya sekolah." Ia teringat janji ibunya kemarin. Jovita tersenyum lebar, daya ingat anak memang luar biasa. "Hari ini Vanya tidak usah sekolah dulu ya, kita main di rumah Nana saja." Ia tidak ingin Ezra tiba-tiba mengambil paksa anaknya dari sekolah.
Read more
29. Janji-janji
"Pak, ada Pak Ezra. Apakah diperkenankan masuk?" tanya Asep, petugas keamanan di kediaman Irwan melalui telepon. Irwan menghela napas, cepat atau lambat menantunya itu pasti akan datang. Ia menoleh ke arah Jovita yang sedang bermain bersama Vanya dan istrinya di ruang keluarga. "Jov, ada Ezra. Kita sampaikan rencanamu seperti yang tadi siang sudah kita diskusikan bersama Pak Arifin. Kamu siap?" Jovita mengangguk. Semakin cepat masalah ini disampaikan, semakin cepat ketenangan ia dapatkan. Ia kemudian meminta ibunya untuk mengajak Vanya ke kamar. "Pak Ezra boleh masuk, Sep," instruksi Irwan kepada petugas keamanan rumahnya. Beberapa menit kemudian, Ezra memasuki ruang tamu, di mana ayah mertua dan istrinya telah duduk menanti. Ia melihat ketegangan di wajah kedua orang itu. D
Read more
30. Dukungan Lain
"Bert, apakah kamu punya waktu sebentar. Ada yang ingin kusampaikan," ujar Jovita kepada Albert setelah rapat rutin koordinasi setiap hari Senin usai. Ini adalah hari pertamanya kembali bekerja sepulang dari Melbourne yang dilanjutkan dengan izin sakit selama seminggu. Jovita memutuskan untuk memberi tahu kepada Albert mengenai kondisi rumah tangga yang sedang dihadapinya kepada partner sekaligus atasannya itu sebagai antisipasi dampak terhadap pekerjaan. "Tentu. Tentang apa, Jo?" tanya Albert merapikan dokumen di hadapannya. "Masalah pribadi sih, Bert," sahut Jovita lirih. Ia tidak mau masalah ini diketahui banyak orang. Albert menatap Jovita. Wajah rekannya ini terlihat serius. "Bagaimana kalau kita membahasnya sambil makan siang di luar. Sekalian aku mau cari kado untuk Karen. Mungkin kamu bisa membantuku. Seleramu kan berk
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status