All Chapters of SWEET CAKE: Chapter 71 - Chapter 80
132 Chapters
Besok di Labirin
Deru napas lirih yang teratur, terdengar saling bersahutan. Dua insan yang telah menghabiskan waktu selama berjam-jam dengan saling memberi kenikmatan itu kini terlelap, mengistirahatkan raga yang penuh dengan peluh sisa-sisa kenikmatan yang beberapa saat lalu menerbangkan mereka hingga ke langit ketujuh.Geliat pelan si wanita membuat kelopak mata yang membungkus netra pekat si pria perlahan terbuka. Hal pertama yang pria itu lihat adalah surai halus yang bersandar di dada bidangnya. Sebuah senyum tipis tercetak dari bibir si pria ketika satu tangannya bergerak mengusap surai si wanita.“Kau memang yang terbaik, Sweet Cake,” ujar pria itu lirih yang menyerupai gumaman.Bukannya segera bangun, Zen justru mempererat pelukannya pada tubuh polos Lea yang terbungkus selimut tebal berwarna putih, senada dengan sprei yang telah kusut di bawah tubuh mereka. Hingga akhirnya pria itu kembali terlelap.Beberapa saat kemudian, ketika Zen masih terbuai da
Read more
Tak Ada Jalan Mundur
Ucapan Zen tentang apa yang akan terjadi esok hari di labirin membuat Lea tidak bisa tidur hampir semalaman. Wanita itu terus memikirkan apa yang akan dilakukan Zen di sana.“Apa ini ada hubungannya dengan orang yang mendalangi semua kecelakaan yang terjadi?” gumam Lea saat Zen meninggalkannya untuk urusan pekerjaan bersama Arthur. Entah pekerjaan macam apa yang pria itu lakukan di tengah malam seperti itu.Wanita tersebut melihat jam yang ada di atas nakas. Sebentar lagi matahari akan terbit dan kedua matanya tidak mau terpejam. Hati Lea terus gelisah karena firasat buruk yang dia rasakan tentang kejadian di labirin.Untuk itu Lea memutuskan turun dari ranjang dan melenggang ke kamar mandi. Memosisikan diri di bawah kucuran air dari shower, wanita itu membasahi seluruh tubuhnya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Rasanya jauh lebih baik sekarang,” ujar Lea di depan cermin yang ada di walk in closet.Dengan hanya mel
Read more
Tak Akan Mati dengan Mudah
Ketika roda dari kursi yang diduduki Lea behenti bergerak, wanita itu berpura-pura tidak tahu bahwa mereka berhenti di dalam sebuah ruangan kosong dengan sebuah lampu gantung yang berada di tengah-tengah ruangan. Jangan lupakan lorong sepi yang membawa mereka menuju ruangan tersebut. Tak ada penjaga yang tampak melintas. Terlebih lagi, ruangan ini berada di dalam sebuah ruangan lain yang lebih besar. Lea mulai berpikir bahwa ini akan menjadi sebuah perjuangan yang sulit untuknya. Wanita itu memperkirakan kemungkinannya untuk keluar dari ruangan itu dalam keadaan hidup hanya akan  berada dalam kisaran tak lebih dari 25%. Ya, 25% dengan mengandalkan keberuntungan. Antara Matt yang menemukannya sebelum mati di tangan siapa pun bedebah ini atau Zen kembali ke mansion di saat yang tepat.“Apa kita sudah sampai?” tanya Lea berpura-pura bodoh.“Sudah, Nona. Kita sudah sampai,” jawab si pelayan.“Tapi … kenapa di sini terasa han
Read more
Pembohong Besar
Tidak! Ini bukan saatnya untuk pasrah dan menyerah dengan keadaan. Mengharapkan bantuan yang belum tentu datang, rasanya sama saja dengan menyerahkan nyawa pada Heather.“Tidak … aku tidak boleh menyerah,” desis Lea.Wanita itu mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk bangkit. Lea tengah mengumpulkan semua kekuatan yang dia miliki ketika Heather menjambak rambutnya dan memaksa kepalanya menengadah.“Gigih sekali kau melindungi wajah itu, Jalang Kecil! Khawatir Aberdein akan mencampakkanmu, hah?” Heather tesenyum miring dengan embusan napas keras yang menerpa sisi wajah Lea.Sebenarnya bukan wajah, melainkan kepala. Sejak pukulan dan tendangan itu mendarat di tubuhnya, wanita tersebut menelungkupkan lengan di sekitar kepala dengan lutut ditekuk ke perut, meringkuk seperti bayi.Seseorang pernah berkata padanya seperti ini, “Ketika sedang bertarung, yang perlu kau ingat adalah … kepalamu adalah nyawamu.”
Read more
This is Hell
Kebingungan yang dirasakan Clint dan Lea semakin menjadi. Mereka masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Zen.“Tunggu dulu,” ucap Clint menginterupsi kebingungan yang ada, “apa yang kau maksud dengan Lea melakukan bagiannya dengan baik? Apa kau sedang merencanakan sesuatu di luar rencana yang sudah kita buat?” selidiknya.Lea yang semula memusatkan pehatian pada ucapan Clint, kini beralih melihat pada Zen dengan tatapan menuntut penjelasan. Namun … sebentar! Rencana? Rencana apa lagi yang mereka buat di luar sepengetahuan Lea? Ah, ternyata mereka sudah membuat rencana bersama sebelum kejadian pagi ini nyaris merenggut nyawa wanita itu. Tak heran jika Clint sama sekali tidak terkejut dan terkesan biasa saja saat tahu bahwa Lea dapat melihat. Rupanya mereka memang sudah bicara sebelumnya.“Apa itu benar? Kau … kalian sengaja merencanakan semua ini?” timpal Lea seraya menunjuk pria-pria yang ada di ruanga
Read more
The Monster in You
Saat itu juga Lea merasakan sendi-sendi di tubuhnya melemah. Kakinya terasa sangat lemas hingga tak mampu lagi menopang tubuhnya sendiri. Wanita itu terjajar ke belakang, sementara Zen sama sekali tak bergerak dari tempatnya.“Lea ….” Dengan sigap Clint menangkap tubuh Lea yang nyaris ambruk. “Kau tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian.Lea tak menjawab. Wanita itu masih terlalu syok dengan apa yang dia ketahui. Ryn? Rasanya masih sulit untuk dipercaya jika gadis itu yang melakukan semua ini. Lea memang merasa Ryn sedikit menyebalkan, tapi dia tidak pernah berpikir bahwa gadis itu mampu melakukan hal yang dapat membahayakan nyawa orang lain.“Kenapa, Lea?” Ryn tersenyum melihat reaksi wanita itu. Lalu dia melihat pada sang kakak yang tampak setengah mati menahan diri untuk tidak membunuhnya. Ryn tertawa, kemudian gadis itu kembali melihat pada Lea yang tampak pucat pasi. “Kau sudah melihat seperti ap
Read more
Evil but Fragile
Semua yang tertinggal di ruang bawah tanah itu lemas melihat apa yang baru saja terjadi, bahkan Arthur sekalipun. Mereka terdiam di tempat, menyaksikan Ryn yang terjatuh dengan napas tersengal karena nyaris kehabisan darah.Clint mengerjap cepat sembari menggeleng kepala. “Bawa dia ke ruang perawatan!” perintahnya pada Arthur saat menyadari bahwa dia harus segera melakukan sesuatu atau Ryn akan benar-benar tewas kehabisan darah.Seperti baru saja kembali dari dimensi waktu yang berbeda, Arthur tergagap lantas berlari ke arah Ryn dan melepas rantai yang mengekang tangan dan kaki gadis itu. Meski sudah sering melihat darah, namun pria itu tetap bergidik ngeri saat melihat luka di tangan Ryn yang menganga lebar. Arthur melepas kaus yang dia kenakan lantas mengikatkannya pada luka gadis tersebut. Setelah itu, dia membopong Ryn keluar dari sel untuk dibawa ke ruang perawatan.“Ayo, aku harus mengobati kalian berdua.” Clint membantu Lea untuk b
Read more
Mate Merindukan Alpha
Wanita itu duduk termenung di balkon dengan pandangan mengarah pada labirin yang tampak hijau segar karena paparan sinar matahari pagi yang tampak berkilau. Menempati kamar luas itu seorang diri, Lea semakin terbiasa. Hingga semua luka yang dia derita pulih, Zen belum juga kembali. “Sudah terlalu lama kau pergi, Zen. Kumohon … kembalilah. Aku merindukanmu,” bisik Lea pada angin, berharap sang angin akan menyampaikan pesan itu pada pria yang sangat dia rindukan. Lea menundukkan kepala dengan mata memejam, meresapi segenap kerinduan yang kian menyiksa batinnya. Dia tidak tahu di mana Zen berada sejak kejadian di ruang bawah tanah itu. Dia pernah bertanya pada Arthur dan Clint, bahkan Leon, orang-orang yang menurutnya paling dekat dan memiliki kemungkinan untuk mengetahui informasi tentang Zen, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengetahuinya. Mungkin tahu, hanya saja … mereka tak ingin memberitahu Lea, atas perintah Zen tentunya. Kepala wanita itu terangka
Read more
I'm A Dead Man
Lima buah peti ukuran sedang berisi puluhan senjata api, baik laras panjang maupun laras pendek lengkap dengan berbagai jenis peluru, hampir selesai dipindahkan ke Dust in the Wind—nama sebuah kapal kecil—yang sudah bersandar di dermaga sejak beberapa jam lalu. Begitu semua peti berhasil ditransfer, dua orang yang tampak mengawasi sejak tadi langsung mendekat ke arah kapal.“Berhati-hatilah. Aku dengar Pemerintah di negaramu sedang gencar memberantas segala bentuk perdagangan ilegal,” pesan Zen pada seorang pria yang baru pertama kali membeli senjata darinya.Biasanya Zen tidak pernah seperti ini terhadap pemain baru. Apalagi jika orang itu berasal dari negara berkembang yang mungkin saja sedang merencanakan pemberontakan. Terlalu riskan untuk bertransaksi dengan orang-orang baru seperti ini. Mental yang lemah bisa membahayakan bisnis yang dia bangun di atas lautan darah dan ratusan jasad selama bertahun-tahun.“Aku mengerti. Depart
Read more
Aku Mencintaimu
Tidak ada saat di mana Zen sangat ingin menghajar Clint selain saat ini. Meneror dengan telepon lalu mengatakan bahwa ada seorang wanita yang mencoba mengakhiri hidup dan berakhir dengan kondisi yang sangat lemah. Perjalanan selama lebih dari 24 jam yang diisi dengan kecemasan dan perasan tidak tenang, rasanya sia-sia setelah Zen melihat apa yang sebenarnya terjadi di mansion, bahwa sang sahabat telah membohongi dirinya.“Matilah aku, Art,” gumam Clint dengan meminimalisir gerakan bibir.Di sebelahnya, Arthur pun merasa nyawanya berada di ujung tanduk. Baru saja, beberapa detik lalu, dirinya ikut tertawa ketika Clint menceritakan apa yang pria itu lakukan terhadap Zen. Menyesal? Ya, dia menyesal karena ikut menertawakan sang tuan. Namun di sisi lain, dia juga merasa senang karena sang tuan akhirnya kembali. Berkat keisengan Clint, akhirnya Zen menampakkan batang hidungnya di mansion.“Umh … aku … ada sesuatu yang harus kukerjakan,
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status