All Chapters of Dear Gavin (INDONESIA): Chapter 11 - Chapter 20
70 Chapters
BAB 10
Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, aku memilih untuk tidak pergi keluar untuk mengikuti Gavin lagi, tetapi aku tetap mencari kabar tentang dia di Ingram yang ternyata tidaklah mudah. Nyaris semua sosial medianya tidak pernah up to date.Huft!Bila bukan karena Ayah, aku juga tidak akan diam saja.“Krista!” panggil Audrey yang membuatku memutar bola mata.Sejak tadi Audrey mengajaku untuk pulang cepat-cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan Evan yang sejak tadi menunggu di gerbang.“Aku sudah dengar ketika kau memanggilku sekali, jangan berteriak-teriak,” desahku sembari mensejajarkan langkah dengan Audrey yang jalan terburu-buru hendak lari.Melihat kepala Evan yang selalu berputar ke arah sini, aku yakin dia sedang menunggu Audrey melewatinya, dan benar saja, sebelum kami melangkah keluar, Evan memanggilku karena bila dia memanggil Audrey pasti tidak begitu ditanggapi.Terkadang aku lelah dengan hubungan
Read more
BAB 11
Tatapan mataku dan Gavin saling bertemu. Langkahnya terhenti ketika menyadari kehadiranku dalam ruangan.Sekilas sekelebat emosi bermain di wajahnya yang rupawan, entah memang salah lihat atau mungkin saja benar bahwa dia juga memendam rindu, tetapi raut mukanya berubah keruh ketika matanya menangkap sosok Evan yang duduk di hadapanku.Sengaja untuk memancing reaksi, aku pun menyentuh telapak tangan Evan sedikit mesra yang dibalas Evan dengan sentuhan biasa.Sebelah alis Gavin naik sedikit, tetapi tidak kentara.Hatiku bersorak penuh kemenangan, karena ternyata dia menyadari keberadaanku dan gerakan kecil yang baru saja kulakukan.“Apa ada sesuatu di wajahku?” tanya Evan yang duduk membelakangi Gavin, seolah-olah fokusku padanya.Kali ini senyumku melembut seketika, sengaja bersikap sensual yang lagi-lagi terdengar suara gelas jatuh dalam restaurant.Ya ampun! Kemana pun aku pergi, selalu saja ada orang-orang yang kehilang
Read more
BAB 12
 “Gavin, Baby, kenapa lama sekali?”Aku mendelik tajam pada wanita yang tadi bersama Gavin di resturan.Berani-beraniya dia memanggil Gavin dengan Baby.Wanita itu membalas tatapanku sama sengitnya.Melihat ada kemungkinan perkelahian, Gavin mendengus dan menarikku ke sisi tubuhnya, dan dia berkata pada si Jalang di hadapanku dengan suara rendah dan dingin.“Sebaiknya kau masuk ke dalam, urusanku masih belum selesai di sini, Reni.”Kulihat perubahan wajah wanita di hadapanku dengan menakjubkan. Ekspresi bersahabatnya menjadi keruh, dengan kulit wajah berubah merah padam.“Namaku Ralin, bukan Reni!” sergah wanita tersebut dengan kaki menghentak ke tanah sebelum akhirnya berbalik masuk ke dalam restaurant kembali.Kulirik Gavin yang menatap wanita itu tidak peduli, dan baru kusadari bahwa fokusnya masih tetap padaku.“Kenapa kau sengaja merubah nama wanita itu?” tanyaku
Read more
BAB 13
Mobil yang Gavin kendarai berjalan mulus di atas aspal.Aku melirik ke arahnya yang terlihat begitu konsentrasi hingga tidak ada waktu menatap ke arahku. Kali ini aku mencoba untuk menyalakan musik dari radio seperti sebelumnya, tetapi sampai dua buah judul lagu diputar, tidak sekali pun dia menyela. Membuatku yakin jika dia membiarkanku berbuat sesuka hati.“Kau mau berkencan denganku besok?”Aku tidak peduli bila melemparkan pertanyaan yang sama seperti sebelum-sebelumnya, karena tidak ada salahnya mencoba. Mungkin saja dia menyetujui kali ini.Gavin hanya melirikku sekilas sebelum menatap fokus ke depan. Dia pun menaikan volume suara musik hingga membuat gendang telingaku sedikit berdengung.Astaga, apa dia sengaja agar aku tidak mengajak bicara?Kubiarkan alunan musik dari radio, dan kutoel lengan tangannya yang menyetir.Dia melirikku lagi dengan ekspresi sedikit sebal.Uwu …. Tampannya!Tanpa ped
Read more
BAB 14
Aku pulang ke rumah dalam keadaan kecewa karena Gavin meninggalkanku begitu saja. Padahal bila dia mau, aku akan mengundangnya masuk dan mengajak makan malam bersama.Dia rugi sendiri karena pergi tanpa permisi, sehingga tidak sempat mendengar tawaranku makan di rumah.Hhhh … jika dia di sini, aku kan jadi bisa memasak sesuatu dan menunjukan padanya bahwa aku kandidat pasangan hidup yang sempurna, diidamkan banyak pria, serta rebutan para mertua. Cantik, cerdas, berasal dari keluarga yang hangat dengan berlimpah kasih sayang, dan mau belajar untuk memuaskan pasangan.Lihatkan, siapa saja pasti akan melamarku detik ini juga jika saja aku membuat pengumuman di Ingram atau Koran Pagi, tetapi sikap keras kepala Gavin membuat bakatku jadi terbatas di matanya.Ya ampun, mengapa Tuhan tega mengutukku jatuh cinta pada Freezer berjalan seperti dia!Setelah menaruh tas dan kunci di kamar, aku langsung menghubungi Audrey. Mengusir pikiran tentang Gavin
Read more
BAB 15
Aku mendengar suara tembakan yang berasal dari luar, dan dengan tenaga yang tersisa, aku pun bersembunyi di antara kumpulan jaket sedangkan kedua tangan penuh memegang sepatu boots berbahan cukup keras untuk membuat kepala seseorang berdarah-darah.Dalam keadaan panik, aku mendengar seseorang memanggil.Ya Tuhan, apakah si pembunuh tahu namaku?Masih diselimuti ketakutan, aku mencoba mengecilkan diri dengan meringkuk di sudut lemari, sedang kedua tangan yang tadi memegang sepatu menahan mulutku yang entah mengapa terisak menahan tangis.“Mommy,” bisikku dengan bulir air mata yang jatuh mendarat di pipi.Kepalaku bersandar pada dinding, dan adrenalin yang tadi menguasai, perlahan melebur dan mengakibatkan tubuhku menjadi lemas tiba-tiba hingga aku kesulitan mengangkat kepala dengan tubuh gemetar, sedang mataku menjadi berat.Kemana para polisi, mengapa mereka tidak kunjung tiba?Keheningan yang tadi kurasakan, berubah menja
Read more
BAB 16
Mataku terasa berat saat kami keluar dari mobil. Bahkan Gavin sampai harus memapah setengah jalan dan berakhir dengan menggendongku hingga ke kamar. Kepalaku menyandar dada bidangnya sekaligus mencari kehangatan dikarenakan udara malam yang berhembus dingin.Aku sudah tidak peduli akan tidur dimana, bagiku bisa berada satu atap dengan Gavin saja sudah cukup.Aahhh … lama-lama aku membeli parfum yang dia pakai dan menyebarkan di seluruh ruangan agar terus bisa merasakan kehadirannya di sisiku saat kami berjauhan.“Apa kita akan tidur di kamar yang sama?” tanyaku sembari memainkan dasinya yang sudah tidak berbentuk.Kudengar dia mendengus dan mengabaikan pertanyaanku, karena kurang dari lima menit kemudian pertanyaan tersebut terjawab.Tidak, kami tidak tidur dalam satu kamar yang sama.Ugh! Aku masih belum puas bersamanya!“Krista, lepaskan lilitan di leherku, sesak,” ucapnya dengan wajah memerah, yang ku
Read more
BAB 17
Setelah menangis hingga mataku berubah menjadi bengkak, Gavin pun membawaku ke dapur dan kami makan es krim bersama. Eerrrr … lebih tepatnya hanya aku yang makan es krim, karena sejak tadi dia tidak menyentuh mangkuknya sedikit pun.Gavin hanya duduk diam di seberang meja sedangkan aku menikmati es krim rasa vanilla yang dia ambilkan dari kulkas. Dia bilang es krim itu dibeli oleh asisten rumah tangga yang selalu datangs etiap tiga kali seminggu. Katanya, dia perlu meluruskan agar aku tidak berpikir bahwa Gavin suka es krim.Padahal aku tidak peduli bila dia suka atau tidak, karena aku akan menghabiskan semua setiap kali berkunjung ke sini di masa depan nanti.Mmm … aku tidak tahu kalau es krim merek eskimo rasanya bisa seenak ini.Apa karena berasal dari kulkas Gavin jadi rasanya berbeda?Tanpa sadar aku juga menjilati lelehan es yang mengalir di jari, dan saat itulah aku mendengar suara menggeram yang asalnya dari pria di hadapan.
Read more
BAB 18
Aku terbangun ketika jam sudah menunjukan pukul Sepuluh pagi. Untuk sesaat aku terdiam dalam posisi duduk dan mendengarkan pergerakan seseorang dalam apartemen.Siapa lagi jika bukan Gavin.Dan setelah tidak terdengar suara sedikit pun, aku segera bangkit dari kasur.Dengan penampilan sehabis bangun tidur yang membuat rambutku acak-acakan ke segala arah serta tubuh hanya dibalut kemeja putih Gavin yang kujadikan piyama, aku pun turun ke lantai bawah. Tanpa peduli dengan kaki jenjang yang tidak dibalut celana, serta kemeja yang hanya sebatas paha, aku melenggang begitu saja ketika menuruni tangga.Untung saja suasana di apartemen terasa hangat, sehingga kaki telanjangku tidak kedinginan.Baru saja aku sampai di lantai bawah ketika indraku mencium aroma biji kopi panggang. Aroma wangi tersebut membawa langkahku hingga ke dapur, dan saat itulah aku menemukan Gavin sedang memunggungi, tampak sibuk dengan mesin di hadapan.Kepalanya menoleh sedik
Read more
BAB 19
Aku tidak menghiraukan tatapan tajam yang dilempar oleh si Jalang Nayla. Gesturku yang santai ketika menghadapinya membuat si Jalang semakin panas.Sengaja aku mengotak-atik rambut yang tergerai dan bersikap seolah-olah baru saja menghabiskan malam yang panas, walau pun aku tidak mengerti seperti apa malam panas itu. Nanti aku akan bertanya pada Om Jaxon, karena dia tampaknya jauh lebih paham urusan percintaan di atas ranjang.“Halo, selamat pagi,” sapaku dengan suara semanis madu. “Ada yang bisa kubantu?” tanyaku pura-pura lupa dengan wajahnya.Dia mendelik semakin tajam, sedang kedua lubang hidung tampak kembang kempis.Huh, apa dia pikir aku tidak bisa membalas? Lihat, siapa yang sekarang tidur di ranjang ... kamar tamu Gavin.Yeah, meski tidak di ranjang yang sama, setidaknya kami berada satu atap semalaman.Karena Jalang di depanku hanya diam dengan mata melotot merah, aku pun mencoba mencairkan suasana. Kasihan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status