Semua Bab Embrace Fate: Bab 31 - Bab 40
176 Bab
31. Chat yang Bikin Melambung
“Uncle, Itu dokter yang merawat Catherine!” bisik Esme pada pamannya yang terduduk lesu di sampingnya. Sudah satu jam lebih mereka menunggu, tapi tim dokter belum juga keluar. Uncle Rod sampai tidak mengingat hal lain lagi, kecuali menunggu kabar tentang Catherine. Dan saat mendengar ucapan Esme, Uncle Rod langsung bangkit dan menghampiri dokter. “Bagaimana, Dokter?” Sang dokter menghela napasnya seraya melepaskan kacamata yang bertengger di atas hidungnya. “Putri Anda berhasil tertolong. Efek obat di dalam darahnya telah berhasil kami bersihkan. Kita hanya perlu menunggu dia tersadar saja.” Seketika Uncle Rod lemas karena terlalu bahagia. Tetapi wajahnya mulai merekah hidup kembali. “Boleh saya lihat dia, Dok?” “Ya, silakan. Tapi dia masih belum sepenuhnya sadar. Silakan ditemani agar saat sadar dia tidak merasa down lagi.” “Iya, Dok. Iya.” Bertiga, mereka masuk ke ruang perawatan Catherine. Kondisi gadis itu cukup memilukan d
Baca selengkapnya
32. Malaikat Pencabut Nyawa
Darren tak hentinya menatap ponsel yang ada di tangannya. Jantungnya berpacu lebih kencang mendapati pesan dari Esme yang menyatakan sebuah janji bahwa gadis itu takkan mengganti nomor ponselnya. Dan setelah beberapa pesan balasan untuk Esme dan akhirnya gadis itupun membalasnya dengan sebuah ‘good night’, pria itu lekas berkemas untuk perjalanannya malam itu juga. Dia tak bisa menunggu lebih lama lagi. Penerbangan menuju Miami selama 15 jam lebih dilalui Darren dengan tak sabaran. Rasanya pesawat yang ditumpanginya ini bergerak sangat pelan. Hingga saat dia tiba di Miami, Darren bergegas menuju kantornya. Hari baru beranjak siang saat itu. Dan kehadiran Darren di sana cukup menyita perhatian rekan-rekannya. Apalagi pakaiannya hanya berupa kaos oblong dan celana jeans selutut. “Hei, Darren! Kau sudah pulang?” sapa Michael yang kebetulan keluar dari ruangannya menuju mesin kopi. Darren hanya menepuk bahunya tanpa menjawab. Langkahnya mantap dan tergesa menuju
Baca selengkapnya
33. Akan Kulakukan Apapun. Apapun!
Pintu kamar hotel yang gelap dan pengap itu akhirnya terbuka. Sosok pelayan hotel masuk ke dalamnya, membawa troli dorong yang berisikan peralatan bersih-bersih. Hal pertama yang dilakukan pelayan laki-laki itu adalah menyalakan lampu. Begitu kamar terang dan pelayan itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, tatapannya terhenti pada sosok pemuda yang terikat di atas kursi. Kepala pemuda itu terkulai dan tampak darah berceceran di sekujur pakaiannya. Seketika si pelayan menjerit keras. Polisi datang sepuluh menit kemudian. Mereka melepaskan ikatan Hale dan membawa pemuda itu ke rumah sakit. Beruntung nyawanya tertolong. Tapi, adanya sebotol heroin di saku celananya, membuat Hale dipantau pihak berwenang. Saat sembuhnya nanti, dia akan segera diproses pihak berwajib sebagai pemakai narkoba. Beberapa temannya yang lain, saat mendengar berita Hale, tidak berani datang menjenguk. Sempat ada yang mencoba, tetapi langsung mendapatkan interogasi yang k
Baca selengkapnya
34. Gaun Merah Berbelahan Rendah
Darren memandangi pantulan dirinya di cermin. Dia memakai sebuah hoodie yang berwarna abu-abu. Resleting hoodie itu dia rekatkan setengah dan bagian topinya dia pasangkan di atas kepalanya, hingga seluruh keningnya tertutupi. Dia tidak memakai kacamata hitam, tapi dengan bagian topi hoodi yang terpasang rendah, rasanya tidak mungkin ada yang akan mengenalinya dengan mudah. Wajahnya bahkan tidak terlalu jelas terlihat jika hanya dilirik sekilas.Setelah yakin penampilannya tidak mudah dikenali, Darren mengambil ponselnya dan menuju titik koordinat di mana nomor ponsel Esme terlacak.Darren tiba di sebuah rumah sakit swasta terbesar di kota itu. Dia masuk dan mengitari seluruh lantai yang ada, hingga dia melihat sosok pengawal yang menjaga sebuah kamar perawatan intensif di lantai lima.Dua pengawal berjaga di kanan dan kiri pintu. Darren tidak mengenali mereka, tapi sangat janggal melihat ada kamar yang dikawal seketat itu, kecuali memang dari pihak kepolisian. T
Baca selengkapnya
35. Mafia Norak!
  “Selamat malam, Tuan Bandares. Maafkan aku terlambat.” Esme menoleh dan mendapati sosok yang menjulang tinggi, penuh senyum berlebihan dan menggelikan. Mulutnya mengemut pipa rokok dan tatapannya menjelajah ke seluruh ruangan. Dengan beberapa pria yang merupakan pengawalnya berjalan di belakangnya, sosok itu menuju meja mereka dan duduk tepat di hadapan ayahnya. “Selamat malam, Nicky. Ini putriku, Esmeralda. Dan Esme, kenalkan ini rekan kepercayaan Dad. Namanya Nicky Meizzo, penerus kartel Signaloa.” Esme menyambut uluran tangan pria bernama Nicky itu dengan was-was. Benaknya menerka-nerka apa sebenarnya rencana ayahnya mengajaknya makan malam, bersama sosok Nicky yang keriangannya meletup-letup? Setelah jabat tangan yang terasa menjijikkan karena sosok Nicky ini terus memandangi Esme dengan raut yang seakan meneteskan air liur, mereka semua duduk dan menunggu makanan disajikan. Marco dan NIcky terus berbicara mengenai bisnis me
Baca selengkapnya
36. Langit Runtuh di Hidup Esme
Lebih dari satu minggu yang lalu …   Esme menunjukkan kemarahannya pada pengaturan ayahnya atas pernikahannya dengan Nicky Meizzo dengan mengurung dirinya di dalam kamar. Dia tidak keluar untuk makan. Dia bahkan membanting semua barang-barang, memastikan Rosa tahu kalau dia marah. Marah besar. Semua dilakukannya agar Rosa melaporkan keadaan emosinya yang tidak stabil kepada ayahnya.  Akhirnya, pintu kamarnya diketuk tegas setelah seharian penuh kemarin dia mogok makan. Rencananya akan melanjutkan mogok makannya hari ini. Tapi ternyata, siang ini, ayahnya sudah tak bisa mengabaikannya lagi. ESme tersenyum menang saat pintu kamarnya terbuka dan sosok ayahnya muncul dari balik sana. Esme tidak menoleh. Dia tetap berbaring telungkup di atas kasurnya. Dia tidak mau menggubris ayahya. “Aku dengar kau marah-marah?” Suara ayahnya terdengar tenang dan datar. Tidak heran, ayahnya sudah terlatih untuk tidak menunjukkan emosi saat berbicara.
Baca selengkapnya
37. Kabari Aku
 Kepergian ibunya, mengantarkan Catherine dan keluarganya datang berbelasungkawa ke rumah Esme. Gadis itu menyambut Catherine dengan perasaan bercampur aduk. Dia berduka. Dia rindu. Dan dia juga senang.Selain Catherine dan orangtuanya, yang juga hadir lagi adalah Enrique, kakak lelakinya. Enrique sempat mengamuk karena tidak diberitahu akan kondisi ibunya saat sakit. Esme merasa bersalah telah melupakan kakaknya waktu itu. Tapi dia tidak ingin mengganggu Enrique. Dia tahu kakaknya sibuk. Dan Esme juga tidak menyangka kondisi ibunya berubah drastis.Kini setelah berkumpul lagi dengan Enrique, satu-satunya hal yang ingin dia lakukan pada Enrique hanyalah mengadu akan keputusan ayah mereka yang memintanya menikah dengan Nicky Meizzo.“Kau baik-baik saja, kan, Esme?” tanya Enrique saat telah satu minggu kematian ibu mereka. Rumah kembali sepi. Hampir seluruh sanak keluarga telah kembali ke kehidupan mereka lagi. Hanya Enrique yang masih tin
Baca selengkapnya
38. Merayu
  Esme memikirkan ide Catherine.”Tidur dengannya, kemudian bujuk dia membawamu lari. Kawin lari!” Tidur dengan Darren? Untuk bisa tidur dengan pria itu, jelas mereka harus bisa terlibat aktivitas mesra yang intens. Siapa yang akan memulai itu semua? Darren kelihatannya kaku dan bukan tipe perayu wanita. Lalu, diakah yang harus memulai kemesraan mereka? Eew! Memikirkan semua itu perutnya terasa bergejolak. Akan bagus jika Darren bisa terpancing dan mengikuti permainannya, namun, jika sudah dia yang harus memulainya dan Darren malah menolaknya? Mau ditaruh di mana wajahnya ini? Diliriknya Catherine yang nyenyak tertidur di sampingnya. Ah, sudahlah, ide Catherine tidak perlu dipikirkan terlalu sungguh-sungguh. Sepupunya itu pastilah hanya asal ceplos saja! Ponsel di atas nakas tiba-tiba berbunyi. Esme meraihnya. Darren yang mengirimnya pesan. Tumben sekali pria itu begitu intens berchatting ria dengannya. Darren: Hei! Kau lagi apa?
Baca selengkapnya
39
“Aku minta imbalan,” kata Marco pada keponakannya, Catherine. “Imbalan apa, Uncle? Uangmu lebih banyak dariku,” jawab Catherine penuh candaan. Marco tersenyum, kemudian melanjutkan. “Aku ingin kau membujuk Esme agar mau menikah dengan Bos Signaloa, dan pastikan dia tidak melarikan diri atau berbuat sesuatu untuk mengacaukan pernikahannya itu. Jika sampai semua kacau, kau pun akan kena hukuman dariku.” “Urgh, Uncle. Kenapa galak begitu? Kok aku jadi ikutan kena?” protes Catherine mengeluarkan gaya manjanya. “Ya, karena kau sudah kuserahi tanggung jawab itu. Dan kau menukarnya dengan jalan-jalan hari ini. Bagaimana?” Catherine pura-pura berpikir keras atas tawaran Uncle Marco. Kemudian dengan gaya manjanya dia bertanya, “Bos Signaloa dengan Uncle, siapa yang lebih keren?” “Haiizz! Kenapa kau bertanya seperti itu?” “Ya, kan aku mau tau donk siapa yang kudukung. Kalau masih kerenan Uncle sih ya mending gak usah lah. Masa Esme denga
Baca selengkapnya
40. Gift
 Darren menatapn ponselnya. Dadanya sudah menggemuruh sendiri melihat peluang yang telah dinanti-nantikannya sejak lama kini terpampang jelas di depannya. Dengan mata berkilat-kilat, dia membalas pesan dari Esme kemudian meletakkan ponsel di meja kerjanya.“Don Signoraz akan ke London minggu depan,” katanya pada 3 rekannya yang lain: Michael, Trisha, dan Jaymie. Ketiga rekannya itu telah dikirimkan oleh Inspektur Arnold untuk membantunya melacak dan merencanakan penangkapan Marco Bandares. Dengan kedatangan ketiga rekannya itu, apartemen sewaan Darren kini telah disulap menjadi kantor dadakan.“Lalu bagaimana rencana kita?” tanya Michael dengan pandangan masih tertuju erat pada layar yang menampilkan rekamana CCTV yang diam-diam dipasang Darren di sekeliling kediaman Marco. Memang, dia tidak bisa memasang kamera pengintai di dalam rumah, tetapi setidaknya keadaan di luar rumah bisa mereka kuasai.“Michael,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
18
DMCA.com Protection Status