All Chapters of Kontrak Dalam Cinta: Chapter 11 - Chapter 20
64 Chapters
Fobia Gelap
Lyra merasa tercekik. Ia memiliki fobia terhadap kesendirian di tengah gelap. Berulang kali jarinya meraba tembok, sementara tangan lain memegangi dada. Rasa cemas membuatnya lupa untuk menyalakan sorot ponsel. Kaki jenjangnya pun menabrak tempat sampah di sudut ruangan, membuat keseimbangan goyang. "Aaa!" teriaknya saat merasakan sebuah benturan. Beruntung, seseorang menangkapnya sebelum jatuh ke lantai. Gemuruh petir kembali datang. Sekelebat cahaya menyambar langit, membuat ruangan terang untuk beberapa saat. Lyra langsung memeluk tubuh di depannya. Ia berusaha yakin bila itu adalah sang suami yang akhirnya teringat akan dirinya. "Tenanglah, aku sudah meminta supir untuk mengecek sambungan listrik. Ayo, bangun," ajaknya lembut sambil memegangi lengan Lyra. "Ti-tidak, aku terlalu takut." Wanita itu sampai menggigil, ia sama sekali tak memiliki kekuatan untuk beranjak dari posisi. Bahkan kakinya lemas. "Baiklah, jangan khawatir." Vindra lantas mendekap putri Burhan. Ia bersadar p
Read more
Teror Sang Mantan
Surya bersinar amat terang, menembus sela-sela gorden yang terbuka separuh. Pagi itu, sepasang sejoli beranjak untuk pulang ke rumah pribadi. Lembut Vindra memegangi sang istri dan menuntunnya menuju balkon. Ia menarik kursi, memastikan jika Lyra tak mengalami kesulitan berarti untuk duduk. "Tunggulah di sini, aku akan ambil sarapan." Usai mengatakan hal tersebut, anak Malik menuju pintu. Asistennya telah menanti di depan kamar bersama seorang pelayan yang bertugas mengantarkan makanan. Meja beroda pun didorong Vindra menuju balkon. Sejenak dirinya terperanjat kala mendapati sosok putri Burhan yang duduk terpejam, menikmati petrikor yang memberi rasa tenang. Namun, jantungnya malah berdebar kencang. Adik Romi seperti melihat malaikat berbaju tidur putih. Segera pria berpostur tegap itu mengalihkan fokus. "Apa kau yakin hanya makan salad? Aku menyuruh mereka memasak beberapa menu. Ada nasi goreng kesukaanku juga."Lyra membuka netra. "Ya, sayuran memiliki kadar lemak dan karbohidrat
Read more
Sebatang Kara
Sigap investor itu mengambil kertas tersebut, lalu membacanya. Seulas senyum pun menghiasi wajah yang berseri. "Anda sangat teliti, Pak. Saya menyukai projek ini." "Terima kasih, jadi kita sepakat?" balas Vindra turut tersenyum pula. "Tentu saja, hubungi sekertaris saya jika ada berubahan dalam kontrak." Kedua pria berjas itu pun bangkit dan berjabat tangan, diikuti oleh anggota rapat lain. Romi sekilas melirik berkas yang tergeletak di depan Andrian, jelas menunjukkan jika 80% tanah di Desa Kembang telah sang adik miliki. Itu berarti kesempatan Grason's Company untuk mengambil alih lahan luas tersebut menjadi kian besar. Memang itu berita yang bagus. Namun, tetap saja gundah kian menerkam hati Romi. Putra Diana menatap adiknya yang tampak sumringah. Ia merasa jika usahanya dalam menarik perhatian investor kali ini pun gagal, anak kesayangan Malik sudah pasti akan memonopoli kekuasan yang harusnya menjadi bagian Romi. Namun, tak masalah, sejak awal Romi memang tak begitu tertarik
Read more
Di Balik Kebenaran
"Aduh, Anak cantik. Jangan menangis." Kakek memberi tisu pada Lyra. "Maaf, ya. Aku malah membuat Kakek panik. Aku pulang saja kalau begitu. Permisi." Buru-buru Lyra bangun. "Tunggu, Nak. Kenapa pulang? Ayo, minum dulu tehnya." Istri Vindra menyeka air mata, lalu duduk kembali. Mereka pun mulai berbagi cerita dengan akrab. Suana kekeluargaan amat kental, sekalipun belum lama kenal. Akan tetapi, usaha tersebut membuat pasangan renta itu menerima kontrak penjualan dan resmi pindah minggu depan. Sayangnya, hal ini justru membuat Lyra sedih. Ia merasa telah memperdayai mereka. Nuraninya tak mampu melakukan itu, putri Burhan lantas mengakui segalanya. Tentang rencananya beserta sang suami yang hendak menarik empati dengan akting. Namun, mitra bicara malah tersenyum. Mereka mengaku jika telah mengetahui semuanya. Berkata jika di umur seperti ini, tak ada yang ingin mereka pertahankan, melainkan sekadar ingin tahu bagaimana cara orang-orang kaya membujuk. Mereka pasti menolak jika dipaksa
Read more
Penyambutan Model Baru
Lyra masih berkeras hati. Sejak kembali dari restoran, ia tak lagi banyak bicara. Apalagi ketika berduaan di kamar, mereka terlihat seperti pasangan yang dipaksa menikah, padahal tak saling kenal. Melihat hal ini, Vindra tentu merasa khawatir. Akan tetapi tak banyak yang bisa diperbuat. Keesokan harinya, mereka bertolak pulang ke kediaman pribadi. Sudah cukup menghabiskan hari di rumah mertua, putri Burhan kini merasa bebas. Kalimat pertama yang diucapkan adalah seruan untuk membeli ranjang baru. Oleh karena itu, siangnya kamar pengantin langsung terisi dua kasur yang bersebelahan, tetapi tersekat jarak tiga langkah. "Kau masih marah, Ra?" tanya Vindra sembari memakai kaos kaki. "Tidak, kenapa juga harus marah?" "Baguslah kalau begitu, kupikir kau marah karena aku tak membatalkan kerja sama." Lyra yang berkutat dengan maskara pun memilih untuk fokus dalam menghias diri, lalu menjawab dengan ogah-ogahan, "Itu urusanmu. Aku tak akan ikut campur lagi." "Tepat sekali, kuharap kau
Read more
Pembalasan
Seulas senyum tipis menghiasi wajah ayu Lyra. Ia berjalan dengan elok menuju stage, di mana juniornya menanti dengan ceria. Ia naik, menjabat tangan wanita bergaun putih ketat itu lalu memeluknya. Hal ini tentu menjadi momen yang amat menenangkan. Istri Vindra pun berbisik lirik, "Jangan takut, aku hanya akan mengisi harimu dengan kemalangan." Violet tercengang. Ia menarik tubuh agar lepas dari dekapan tersebut. Putri Burhan kembali tersenyum sumringah, mendekatkan bibirnya ke microphone. "Ini kesempatan yang tidak biasa aku dapatkan. Jadi, aku ingin mengucapkan selamat datang kepada Violet untuk keberhasilannya bergabung di J.D Entertainment. Selamat, ya, akhirnya kamu ada di sini, pasti bukan suatu hal yang mudah. Benar, 'kan?" Tunangan Axe langsung mengangguk dengan senyum setengah terpaksa. Ia menggosokkan kedua telapak tangan yang sebenarnya tak dingin dan berharap agar sang rival segera turun dari podium. Seketika kepercayaan dirinya runtuh begitu saja, seolah angin topan barus
Read more
Penyatuan
"Camilanmu datang, Nyonya," kata Alvindra yang berpakaian bak pelayan. "Hah, apa-apaan kamu?!" Lyra langsung menekuk kaki dan menutupi bagian depan tubuhnya dengan tangan. Ia terkejut setengah mati sampai membuat air di bak tumpah sebagian. Dalam hati wanita itu memaki. Ingin rasanya menghukum sang pelayan begitu selesai mandi. Akan tetapi, Lyra mengurungkan niat. Sebab, mustahil pekerjanya meninggalkan ia dengan sengaja. Dilihat sekilas pun, sudah pasti ini murni ide konyol sang suami. Mungkin ingin balas dendam karena tadi Lyra mengabaikan panggilannya kala baru pulang, pikirnya. "Kamu malu, ya." Pria berhidung mancung itu meletakkan nampan di meja samping bath up. "Aku ini suamimu lo. Masa sudah lupa?" Ia mengambil handuk yang tersampir, lalu memberikannya pada putri Burhan yang masih berendam. Meski itu hanyalah handuk kecil yang biasanya dipakai guna mengelap wajah, tetapi cukup untuk menutup dada Lyra. "Ayuk bilang jika kau sedang cemas, coba katakan apa yang membuat istri
Read more
Merpati Muram
"Malam ini akan menjadi yang pertama untuk kita," kata Alvindra dengan mantab. "Apa maksudmu?" Lyra menjauhkan diri beberapa senti. "Kita pernah tidur di malam pertunangan Axe. "Jangan sebut nama itu, aku jadi marah. Tapi aku tak melakukan apa pun padamu, justru kau yang selalu berusaha menodaiku. Kau meraba tubuhku sambil memaki. Aku sampai heran kau bermimpi bertengkar atau yang lain," jawab Alvindra sambil tertawa kecil. "Kau buas, ya, Cantik." "Maksudmu aku masih ...." Pria bertubuh kekar itu mengangguk. "Kau masih suci, polos, naif, dan tak punya pengalaman. Aku bisa merasakannya tadi. Jujur saja, aku tak berniat merendahkanmu, tapi kupikir telah terjadi sesuatu antara kau dan pria itu. Kalian menjalin hubungan begitu lama dan mulai menggila saat putus. Apa pria jahat itu tak pernah berusaha menyerangmu?" "Bukan seperti itu, Axe memang pernah beberapa kali menciumku, tapi bukan berarti kami akan melampaui batas." Putri Burhan menunduk dengan suara yang makin lirih. "Itu b
Read more
Mundurnya Jinju
Dokter memastikan keadaan putri Burhan dengan teliti. Mulai dari pengecekan detak jantung, suhu tubuh, dan tekanan darah. Sang pasien pun diminta untuk beristirahat selama dua hari karena suhu tubuhnya mencapai 39,2°C. Namun, bukan Lyra namanya jika langsung setuju dan berdiam diri di rumah. Tepat sepuluh menit saat dokter kembali, ia langsung mempersiapkan diri untuk bekerja. Bahkan Alvindra yang berkata akan menemaninya pun berangkat ke kantor sebelum istrinya sempat diperiksa. Beruntung hal itu tak menganggu Lyra sama sekali. Ia merasa jika tak perlu mempermasalahkan sesuatu yang tak berguna. Mengenakan kemeja santai dengan warna pink, ia meminta sopir untuk mengantar. Tanpa alasan dirinya merasa tak nyaman dan benar saja. Saat tiba, ia terheran melihat kerumunan di depan ruangan Rendra. Mereka terlihat seperti pengantre sembako yang marah karena tak menadapat jatah. Susah payah bertanya, tapi tak ada yang mau menjelaskan situasi. Akh
Read more
Langit Merah Muda
Semuanya berkumpul di sebuah ruangan untuk makan bersama. Terlihat kehangatan yang erat antara pegawai J.D Entertainment. Sang model junior pun tertawa sumringah saat menanggapi lawakan teman semeja. Sayangnya, tidak semua orang menikmati waktu bersantap, mereka yang memihak Jinju lebih memilih untuk menarik diri dari kerumunan.  "Coba lihat itu, Ra. Dasar tidak tahu malu, dia malah cengas-cengis begitu," ucap Meta sambil menatap Violet.  "Biarkan saja, jangan kotori bibirmu dengan membicarakan wanita itu." Istri Vindra berusaha menahan geram, sekalipun hati terasa panas.  "Sumpah deh, apa yang dilihat Rendra darinya? Badannya sih oke, tapi bukan berarti dia bisa menjadi bintang. Haah, aku selalu kesal sejak melihat dia di sini." "Sabarlah, Bos pasti memiliki alasan bagus untuk membuang Senior dan memilih si ulat." Meta menghela napas panjang. "Ya, sudah kalau kau
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status