Semua Bab Betelgeuse: Bab 31 - Bab 40
72 Bab
31. Perubahan Iklim
Isla menggenggam kuat tangan milik Rhys yang membekap mulutnya. Langkah kaki itu perlahan mendekat bersamaan dengan hujan yang turun. "Kita kehilangan jejak mereka, kemungkinan mereka belum terlalu jauh dari sini." Herc berujar seraya menatap sekelilingnya. Hujan yang turun membuat bau Rhys terhalangi dan menyulitkan pencariannya dan juga Hugo. "Ayo pergi ke tempat lain, Hugo!" Detak jantung milik Isla berdegup lebih kencang dari biasanya, bahkan hingga membuat dadanya terasa sesak. Setelah memastikan kalau Herc dan juga Hugo telah pergi dan semuanya sudah aman, Rhys segera melepaskan tangannya. "Kau baik-baik saja? Apa masih sanggup berjalan?" tanyanya seraya membantu Isla berdiri."I-iya, aku masih bisa— argh!" Tubuh Isla langsung ambruk di saat ia berusaha berjalan. Untungnya Rhys dengan cepat segera menahan tubuhnya yang hampir limbung."Kita harus segera menemukan tempat aman setidaknya untuk malam ini. Huj
Baca selengkapnya
32. Perubahan Iklim (2)
Kedua mata Isla perlahan terbuka dan ia masih mendapati dirinya di gua tempat semalam ia dan Rhys tempati. "Kau sudah sadar?" Rhys menatap Isla yang baru saja terbangun. "Kau ... tidak tidur?" ujar Isla yang mendapati Rhys masih terjaga. "Aku tidak boleh tidur untuk memastikan kalau semuanya aman dan tidak ada serangan. Kita tidak tahu pergerakan Kai dan juga yang lainnya. Selain itu, ini adalah hutan dan kita tak tahu apa saja yang ada di sini," jelas Rhys.Rhys terjaga semalaman demi keselamatan mereka dan itu membuat Isla merasa kalau dirinya hanyalah sebuah hambatan di sana. Ia merasa kalau keberadaannya di sana hanyalah akan menjadi sebuah beban."Aku tidak menganggapmu sebagai beban sama sekali, jadi tolong berhentilah berpikiran seperti itu."Deg!Kedua mata Isla membulat saat mendengar ucapan Rhys barusan. "Kau bisa membaca pikiranku?"Rhys menghela napasnya pelan, "Maaf karena tidak memberitahumu," uj
Baca selengkapnya
33. Pencarian Rhys & Isla
Dengan sekuat tenaga Isla melangkahkan kakinya melewati salju yang semakin tebal. Dengan laju yang semakin pelan, ia berhenti di belakang sebuah pohon besar dan menatap ke belakangnya. Jika memang ada yang mengikutinya, hal itu akan sangat mudah karena Isla meninggalkan jejak kaki di sepanjang hutan. "Apa Rhys benar-benar bisa datang menyusulku?" gumam Isla. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan kembali melangkahkan kakinya. Entah pergi ke mana dia, untuk saat ini dia harus bisa bertahan sendirian dan menghindari Kai dan juga yang lainnya. Angin yang berembus semakin kencang dan suhu di sekitar semakin turun. "Jika terus seperti ini, tubuhku akan mengalami hipotermia. Aku tak bisa mati begitu saja di sini tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana pun, aku harus bertahan. Rhys memerlukan bantuanku dan aku tak bisa meninggalkannya sendirian setelah yang ia lewati semua ini." Bersamaan dengan itu tubuh Isla terjatuh. Samar-sama
Baca selengkapnya
34. Pertolongan Tao
Isla membuka kedua matanya dan ia mendapati dirinya di sebuah ruangan. Gadis itu menatap ke sekitarnya dan mencoba bangkit dari posisinya namun seluruh tubuhnya terasa sakit, entah kenapa. Ia menatap beberapa luka yang terlihat sudah mengering di kedua tangan dan juga kakinya."Kau sudah sadar?" ujar seseorang.Isla mencari sumber suara itu dan ia terdiam selama beberapa saat ketika menyadari kalau Tao-lah yang barusan berbicara."Kau ... yang membawaku ke sini?" tanya Isla. "Kau tidak sadarkan diri setelah diserang oleh badai salju milik Aric," jawab Tao. Ia masih berdiri membelakangi Isla. Pria itu menatap lurus ke depan, tepat ke sebuah ladang rumput di luar sana."Lalu Rhys? Di mana Rhys?" Isla mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan pria itu di sana namun ia tak menemukannya. "Aku tidak bertemu dengannya," ujar Tao."Lalu kenapa kau membawaku ke sini dan tidak membunuhku saja tadi? Teman-temanmu yang lain beru
Baca selengkapnya
35. Keluarga
Kedua mata Isla hampir saja menutup sebelum ia benar-benar jatuh ke permukaan tanah namun yang terjadi adalah ia merasa kalau seseorang berhasil menahan tubuhnya yang limbung.Isla kemudian menolehkan kepalanya dan menatap Tao yang entah kapan bergerak menyusulnya. "Kenapa kau mengikutiku?" ujar Isla seraya melepaskan tangan milik Tao yang masih berada di pinggangnya. Tak ada satu pun kalimat yang merupakan jawaban dari Tao. Pria itu hanya terdiam menatap Isla yang juga menatapnya, sebelum akhirnya gadis itu memilih memutuskan kontak mata mereka berdua."Jika kau memang tak ada niat untuk menghabisiku seperti semua teman-temannmu, maka tinggalkan aku di sini dan berpura-puralah kalau kau tak bertemu denganku sebelum teman-temanmu yang lain melihatnya dan mereka salah paham. Kau akan mendapatkan masalah. Pergilah," titah Isla. Gadis itu lalu kembali melangkahkan kedua kakinya pergi dari sana, meninggalkan Tao yang tak kunjung juga mengeluarkan
Baca selengkapnya
36. Ke Mana Isla?
Bel pintu dibunyikan selama beberapa kali, berharap si pemilik rumah akan merespon dan keluar. Namun hingga beberapa menit setelahnya, pintu itu tak menunjukkan adanya pergerakan sama sekali dan dari dalam tak terdengar suara langkah kaki mendekat menuju pintu.Teresa membuang napasnya pelan lalu menatap Alex yang berada di sebelahnya, "Kurasa tak ada orang di sini," ujarnya."Apa mungkin Isla dan ibunya mendadak ada keperluan? Tapi Isla bisa saja menghubungimu, kan. Ini semakin aneh," ujar Alex. "Isla selalu menghubungiku jika ada sesuatu dan dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Jadi aku merasa kalau ada yang tidak beres di sini." Teresa menatap pintu di depannya. Kemudian gadis itu tak sengaja melihat sebuah retakan di permukaan tanah yang terletak tidak jauh dari posisinya dan Alex."Ada apa?" Alex segera berjalan mengikuti langkah Teresa saat gadis itu berjalan ke suatu tempat. "Lihatlah, tanah ini terbelah seperti sehabis dilanda
Baca selengkapnya
37. Kegelisahan Teresa
"Aku sudah tidak kuat lagi." Isla menjatuhkan kedua lututnya di atas permukaan salju. Bibirnya sudah terlihat semakin pucat seiring dengan semakin turun suhu tubuhnya. Angin yang bertiup cukup kencang dan seolah mengiris setiap permukaan kulitnya. Kedua tangan Isla mengepal kuat salju-salju di sekitarnya. Ia tak berhasil menemukan Rhys dan pria itu pun tak berhasil menyusulnya, entah apa yang telah terjadi. Namun di tengah perasaan putus asanya, Isla melihat sesuatu yang berada di kejauhan. Kedua matanya lalu menyipit, mencoba mengenali objek itu sebelum akhirnya ia bangkit dan dengan sekuat tenaga gadis itu bangkit dari posisinya dan berlari ke sana."RHYS!" Isla langsung mengangkat tubuh Rhys yang sudah dingin. Gadis itu menjatuhkan air matanya saat pria yang ada di pangkuannya itu benar-benar tak meresponnya sama sekali. Ia menyentuh salah satu pergelangan tangan daj juga leher milik Rhys, memeriksa apakah masih terdapat denyutan nadi
Baca selengkapnya
38. Blue Eyes
Isla perlahan berjalan keluar dari kamarnya dan ia berjalan mendekati sebuah pintu yang lain yang terletak tidak jauh dari posisi kamarnya. Gadis itu terdiam selama beberapa saat di depan ruangan itu sebelum akhirnya ia mengetuk pelan permukaan pintu itu setelahnya, namun tak terdengar adanya respon sedikit pun."Apa dia belum sadar?" Isla membatin. Ia lalu perlahan memegang handle pintu dan menggerakkannya ke bawah, membuat pintu itu perlahan terbuka hingga gadis itu bisa melihat keadaan di dalam sana secara langsung. "Rhys?" panggilnya pelan. Ia melihat Rhys yang masih terbaring di atas tempat tidur dengan luka-luka yang membalut tubuhnya. "Lukanya parah sekali," batin Isla. Gadis itu menelan ludahnya sebelum akhirnya ia duduk di pinggiran tempat tidur milik Rhys agar bisa melihat keadaan pria itu secara lebih dekat.Dengan jarak yang dekat, ia bisa melihat wajah Rhys yang begitu terlihat lelah. "Maaf karena tak bisa membantumu,
Baca selengkapnya
39. Pelindung
Isla menghidupkan ponselnya dan gadis itu mendapat banyak sekali notifikasi yang masuk, terutama dari Teresa. Persis seperti dugaannya sebelumnya, Teresa berusaha meneleponnya selama berkali-kali dan gadis itu juga mengiriminya banyak pesan.Karena tak tega membiarkan sahabatnya diselimuti rasa cemas yang cukup besar terhadapnya, akhirnya Isla pun memutuskan untuk membalas pesan yang dikirimkan oleh Teresa. Hingga kurang dari lima menit, ponsel milik Isla berbunyi pertanda adanya sebuah panggilan yang masuk ke ponselnya. Gadis itu lalu mengeceknya dan ternyata benar, kalau itu adalah telepon masuk dari Teresa."Halo?" Isla menempelkan ponselnya di sebelah telinga. "Isla? Apa ini benar-benar kau, Isla?" tanya Teresa yang berada di seberang sana, berusaha meyakinkan karena Isla yang pergi menghilang entah ke mana selama beberapa hari dan secara mengejutkan gadis itu membalas pesan yang pernah dikirimkannya beberapa hari lalu. Isla terkikih pelan
Baca selengkapnya
40. Badai
"Dilaporkan bahwa akan terjadi badai dari arah barat menuju ke arah Swedia dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Diperkirakan badai ini akan melintas dalam kurun waktu satu hari. Pemerintah menghimbau agar masyarakat pergi ke tampat yang aman demi keselamatan masing-masing dan berlindung di ruangan bawah tanah.""Ini tidak bagus." Isla mencebikkan bibirnya. Maria yang duduk tepat di sebelahnya hanya memandangi layar TV sebelum akhirnya wanita itu membuang napasnya pelan. "Ingat, Isla. Jangan pergi ke mana pun mulai nanti malam dan tetaplah berada di rumah. Kita akan berlindung di ruang bawah tanah," ujar Maria.Isla mendengkus pelan, "Aku benci musim panas kali ini. Kita bahkan seperti tak diizinkan liburan di pertengahan tahun ini. Padahal tahun-tahun sebelumnya tak pernah seperti ini," ujarnya."Mungkin jika besok pagi badai itu benar-benar akan mengamuk saat sampai di negeri ini, semua sekolah kemungkinan akan diliburkan." Maria membawa gelas-gelas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status