Semua Bab Pesona Sang CEO: Bab 71 - Bab 80
90 Bab
Season 2. Bab 1. Mati Rasa
Ciuman hangat lekat di pipi dan kening Jessy yang mengemaskan, dengan perasaan berat dan terpaksa Devi memberikan tubuh bocah perempuan itu dipelukan seorang pengasuh. “Mama janji nanti mama ke sini lagi jam makan siang.” Sepucuk kertas Devi keluarkan dari dalam tas, kemudian ia berikan pada pengasuh itu. “Saya sudah tulis semua makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh Jessy. Oh ya...jangan lupa kalo ada apa-apa segera hubungi saya.” “Oh iya Buk. Siap.” Pengasuh itu menurunkan Jessy dari pelukannya, karena bocah itu memaksa turun setelah melihat ke dalam ruangan besar di sebarang pintu. Binar mata Jessy benar-benar bersinar cerah ketika melihat sebuah play ground dengan banyak wahana bermain. Terlihat beberapa anak seusia Jessy sedang bermain ke sana kemari ditemani para pengasuh berseragam yang sama. Dan tanpa menunggu lama Jessy langsung berlari masuk ke dalam play ground. Terpaksa pembicaraan Devi dan pengasuh itu hanya sampai di situ. Karena pengasuhi itu harus mengikuti Jessy
Baca selengkapnya
S2. Bab 2. Kecebong Hasil Berburu Jessy.
Semua tentang Jessy sudah diatur oleh Devi tanpa ikut campur orang lain termasuk baby sister. Karena sejak Jessy masuk rumah sakit waktu itu, Devi benar-benar tidak memiliki keinginan untuk mencari baby sister baru.Bagi Devi jika perusahan dengan karyawan puluhan orang bisa diatur sedemikian rupa. Mengapa seorang bocah yang masih kecil tidak bisa ia urus? Terlebih lagi ia darah daging sendiri pasti semua akan jauh lebih mudah menyesuaikan.Toh dengan jasa day care (penitipan anak) bisa sedikit membantunya. Dan hal itu sudah Devi perhitungkan matang-matang, karena Jessy tidak akan selamanya berada di penitipan anak. Ia akan tumbuh dewasa dan jauh lebih bisa mandiri.Mimpi Devi sebagai orang tua tunggal Jessy, tidak terlalu muluk-muluk. Ia tidak mengidamkan Jessy menjadi bintang kelas atau mewakili sekolah mengikuti olymiade fisika atau matematika. Ia hanya ingin Jessy menjadi sosok perempuan mandiri, mampu beradaptasi dengan dunia yang tak pasti.Oleh sebab itu sejak usia lima tahun J
Baca selengkapnya
S2. Bab 3. Kehadiran Pak Yo
Jessy terus bertumbuh, dengan wajah berbentuk oval, mata lebar dan hidung mancung. Devi mengakui dalam hati kecil, jika bentuk hidung mancung itu tidak ia miliki bahkan orang tua Devi sendiri memiliki hidung mekar.Jelas. Hidung mancung mata bulat; mengingatkan sosok Goman. Ayah biologis Jessy, tapi perasaan itu tidak berlebihan mendominasi karena Devi mengerti dalam status sosial dan agama sekalipun. Jessy adalah anaknya.Saat ini bocah itu telah duduk di kelas enam sekolah dasar. Bentuk wajah menawan semakin tampak, dengan tubuh tinggi dan badan montok. Jika diperhatikan Jessy sosok paling tinggi di sekolah.Gundukan di dada yang mulai terlihat menonjol. Walaupun gundukan itu tidak sebesar punya wali kelas atau Devi. Akan tetapi dalam dua bulan terakhir setiap kali mandi memandang dan meraba harta berharga itu Jessy benar-benar merasa lain. Padat, berisi dan semakin muncung.Kegelisahan mulai muncul, sebenarnya setelah Jessy berfikir dan menerung ia mengerti jika dada seorang peremp
Baca selengkapnya
S2. Bab 4. Ledakan Amarah Jessy
Jessy bukan benci atau tak suka dengan Pak Yo. Ia hanya sedikit tidak terima dengan keputusan Devi. Selama ini nyaris semua hal dilakukan dengan Devi. Berangkat dan pulang sekolah selalu dengan Devi, kini tiba-tiba hadir Pak Yo secara spontan. Tanpa bicara apa lagi diskusi dengan Jessy. Pria paruh baya itu kini mengantikan peran Devi. Bagi Jessy hal itu sungguh menyebalkan. Bocah itu sulit sekali mengerti mengapa orang dewasa seperti Devi, kadang bertingkah semaunya. Tanpa peduli perasaan orang lain. Dalam diam, Jessy berhasil menyembunyikan kejengkelan yang ia rasa. Ia tetap biasa saja dengan Devi, ia tak bisa marah dengan orang yang telah melahirkan dirinya. Tapi Jessy limpahkan kemarahan kepada Pak Yo. Dengan diam, enggan memasang wajah manis selama nyaris satu bulan. Dan selama itu ia tidak pernah bicara dengan Pak Yo. Justru ia berharap dengan sikap itu, Pak Yo tidak tahan lalu berhenti bekerja. Sayangnya hidup tidak sederhana di senetron yang pernah dilihat Jessy. Pak Yo tidak
Baca selengkapnya
S2. Bab 5. Buah Jatuh Tidak Selalu Dekat dengan Pohon
Jessy bangun tidur dengan kondisi tubuh sangat segar, badan terasa ringan. Beban di pundaknya terasa jauh lebih ringan setelah ujian nasional berlalu. Kini saatnya ia mulai bersantai setelah melewati tiga tahun di sekolah menengah pertama. Setidaknya sekarang ia memiliki waktu untuk santai sejenak. Melepas buku pelajaran dan materi yang membuat penat di kepala. Dan melakukan beberapa hal yang ia sukai. Entah pergi ke perpustakan sepuasnya atau membeli koleksi ikan. Dan yang paling penting ia harus mempersiapkan semua hal yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan setingkat SMA. Akan tetapi hal itu mudah saja, ia sudah menentukan kemana ia akan melanjutkan sekolah. Jauh-jauh hari sebelum ujian nasional berlangsung. Ia akan melanjutkan ke sebuah sekolah dengan sistem belajar biasa-biasa saja. Artinya ia tidak akan masuk sekolah dengan sistem full day. Enam tahun sekolah dasar dan tiga tahun sekolah menengah pertama. Dengan sistem belajar yang begitu padat. Dipaksa setiap siswa harus
Baca selengkapnya
S2. Bab 6. Pria Misterius
“Ingat, kemana pun pergi selalu kabari Mama.” Devi mencium kening Jessy. “Oh ya, selalu dengan Pak Yo. Jangan pergi dengan taxi online atau sejenisnya.” “Iya Ma,” ucap Jessy dengan nada malas. “Kalau ada waktu mampir ke salon ya.” Devi tersenyum sambil membuka pintu mobil. “Iya Ma.” “Iya. Iya terus. Beneran kabari mama kalau ada sesuatu.” “Iya Ma.” Jessy menarik napas panjang. Devi tak lagi berkata-kata, lalu tancap gas pergi meninggalkan pekarangan rumah. Begitu pula dengan Jessy ia langsung masuk mobil yang di dalamnya Pak Yo sudah siap melaju. Sejak obrolan berat tadi pagi suasana hati Jessy semakin tidak menentu. Ia merasa jika ibunya semakin berlebihan dan tingkat bawelnya semakin meningkat. Kini ia mulai menyadari jika apa yang ia sukai, selalu kebalikan dengan Devi. Dan perbedaan itu benar-benar tidak nyaman untuk Jessy. Bukan hanya bulutangkis dan kulit yang sedikit terbakar matahari tapi Devi semakin ke sini sering komentar dengan baju yang dikenakan Jessy. Jessy meras
Baca selengkapnya
S2. Bab 7. Belenggu Seorang Ibu
Jauh beberapa kilo dari tempat Jesy berada, Devi menatap ponsel dengan perasaan jengkel luar biasa. Satu baris chat Jessy, berhasil membuat ia tak nyaman untuk melanjutkan pekerjaan. Kini ia meletakan ponsel di laci, diam. Melamun. Sebuah bingkai foto ukuran kecil bergambar dirinya dengan Jessy saling berpelukan, ia tatap sejenak lalu Devi lalu terpejam.Devi bertanya pada dirinya sendiri mengapa Jessy sekarang sedikit berubah. Sedikit keras kepala dan sulit di atur. Pertanyaan itu berputar-putar terus menerus tanpa titik terang hingga kurang lebih sepuluh menit.Terdengar dari luar suara ketukan pintu di ikuti seseorang membuka pintu. “Ganggu ngak?” tanya Iqbal.“Ngak.”“Ada masalah?” tanya Iqbal, melangkah lalu duduk di kursi depan Devi.Kedua alis Devi mengkerut. “Tidak.” Pandangan mata ke arah lantai sengaja menghindari kontak mata dengan Iqbal.“Yakin?”Devi tersenyum sinis Iqbal. “Mengapa kamu bertanya demikian.”“Kelihatan resah begitu.” Iqbal tersenyum lebar. Pria yang sudah b
Baca selengkapnya
S2. Bab 8. Jessy Jatuh Cinta
Kini Iqbal diam, kalimat yang keluar dari bibir Devi benar-benar tali yang menjerat leher. Membuat sulit sekali bernafas. Wajah pria berkulit putih kecoklatan itu kini mulai memerah. Sebaris kalimat yang terlontar dari mulut Devi seperti cambuk yang merobek kembali luka lama yang mulai berangsur sembuh. Bagi Iqbal kalimat itu sebuah penghinaan dan juga fakta sebenarnya. Penghinaan, yang sebenarnya Iqbal punya anak. Dan fakta sebenarnya, ia belum pernah sampai mendidik anak itu karena ajal memisahkan. Iqbal benar-benar terluka. Ruangan dingin ber AC tak mampu memandamkan dua dada yang sedang terbakar amarah. Beberapa detik ruangan itu hening. Susi menarik napas panjang berusaha mengusai keadaan. “Dev, begini kami hanya memberi pandangan lain. Apa kamu ngak sadar jika pemikiranmu itu semakin memperkeruh keadaan?” Susi terpaksa mengambil alih kendali sebelum Iqbal marah besar. Karena ia tahu jika kalimat yang baru saja di ucapkan Susi benar-benar melukai hati Iqbal. “Apa maksutmu?” S
Baca selengkapnya
S2. Bab 9. Merasa Memiliki Berarti Siap Kehilangan
Dua bola mata Iqbal menatap lekat-lekat Devi yang melangkah pergi meninggalkan meja kerjanya. Ia tak bisa marah dengan ucapan Devi, bukan karena wanita itu bosnya. Tapi Iqbal lebih mengimani ucapan Devi. Mengakui jika ia tak punya anak. Orang-orang sekitarnya sudah mengatakan jika ia memiliki anak sekaligus pasangan hanya saja beda alam. Sebuah hiburan konyol bagi Iqbal.Bicara tentang anak, cinta dan pasangan hingga saat ini menjadi cambuk sakti, sekali lempar membuat Iqbal tak berdaya. Jiwanya goyah terluka parah. Dan tidak semua orang mengerti kesakitan yang Iqbal derita selama ini.Bahkan lama tinggal di Surabaya sedikit pun ia tak berani mendekati wanita. Rasa takut kehilangan menikam setiap saat jika ia memikirkan sosok wanita. Jika siap mencintai sesuatu, maka harus siap kehilangan, begitulah prinsip rasa memiliki. Dan Iqbal belum mampu jika harus kehilangan untuk sekian kalinya.Beberapa kali orang-orang mendorongnya untuk move on. Yang artinya mencari wanita lain, tapi ia sen
Baca selengkapnya
S2. Bab 10. Kencan Pertama
Bukan tanpa sebab Jessy menginginkan ke salon. Percakapan dengan Re siang tadi masih terlanjut di chat W******p, apa saja bisa jadi tema bahan obrolan termasuk komik kesukaan Re. Dan Re menawarkan beberapa seri komik One Piece pada Jessy. Tentu itu adalah kesempatan emas untuk Jessy. Bukan komik gratisan, dan sebenarnya ia tidak menyukai kisah fantasi yang sulit dimengerti oleh akal sehat. Akan tetapi demi bertemu dengan Re untuk ke dua kalinya Jessy menginginkan komik itu. Jika komik itu sudah di tangan Jessy, itu berarti kesempatan bertemu dengan Re untuk sekian kalinya bakal terbuka lebar. Dan besok mereka sepakat untuk ketemuan di taman. Kini dalam otak Jessy untuk kencan pertama dia harus cantik. Minimal rambut lurus dan rapi, wajah bersih, badan harum. Dan itu artinya ia butuh ke salon. Sebuah garis alam yang senada. Jessy secara lapang menginginkan ke salon untuk mempersiapkan kencan besok. Dan itu artinya Devi juga akan senang akhirnya Jessy dengan senang hati pergi ke salon
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status