All Chapters of Pembohong yang Sempurna: Chapter 11 - Chapter 20
85 Chapters
Pot. 11
Pucuk dicita ulam pun tiba. Tak disangka Nyla membuntuti Parta hingga mendekati parkiran mobil. Nyla yang terengah mengejar akhirnya sampai dan membungkuk mengatur napas. Di depannya Parta terus memasang senyum mengejek dengan tangan bersedekap di depan dada. Gaya khasnya yang menyombongkan diri merasa dibutuhkan dan diandalkan. “Mereka menolak pesananku,” kata Nyla masih dengan napas yang belum teratur. “Aku tahu itu.” Jawaban tenang Parta membuat Nyla melongo. Orang itu selalu merasa tahu lebih awal. Sangat menyebalkan apalagi dengan senyum seringainya. Ia menelengkan kepalanya, satu gesture untuk menyuruh Nyla masuk ke dalam mobil. “Aku sudah katakan kalau aku ada janji dengan temanku.” Parta kembali mengingatkan sembari memasang seatbelt sebelum dia menancap gas keluar dari area parkir kafe itu. “Ya, aku tahu. Aku hanya akan diam dan menunggu untuk diantar pulang.” Nyla memandang Parta meyakinkan diri dengan keputusannya.
Read more
Pot. 12
Berbagai kegiatan di luar akademis ditiadakan selama ujian semester. Semua mahasiswa bertekun dalam belajar untuk mendapatkan nilai terbaik. Selama seminggu penuh Nyla hanya belajar dan belajar. Temannya adalah buku, baik di kos maupun di kampus. Baik di kelas, di taman, di kantin, maupun di perpustakaan. Kunci ruang kegiatan semua dipegang oleh Vika, termasuk kunci cadangan yang sering dibawa Nyla sehingga Nyla tidak bisa memanfaatkan ruang itu untuk belajar. Nyla merasa beruntung dengan kecerdasan yang dimilikinya. Sedikit belajar saja sudah membuat Nyla bisa mengingat semua materi juga cara mengaplikasikannya. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karena itu ia merasa tidak baik jika harus iri dengan kelebihan orang lain. Nyla bisa dikatakan berhasil dalam dunia akademis, namun tak ada yang tahu bagaimana kehidupan melingkupi dan membentuk kepribadiannya. Beruntung, ketegaran yang diwariskan ibunya selalu ia pegang untuk bertahan hidup sesulit apa
Read more
Pot. 13
Para panitia kegiatan sudah bersiap sejak pagi hari. Mulai dari basecamp, seksi perlengkapan sudah membawa beberapa keperluan untuk dibawa ke gedung olahraga yang telah mereka sewa. Beberapa volunteer dari jurusan diizinkan untuk membantu di belakang. Setelah semua siap, sekitar pukul tujuh secara resmi acara dibuka oleh dekan yang telah diundang. Selanjutnya, pertandingan pun dimulai. Bulu tangkis dipilih sebagai olahraga pembuka untuk menghangatkan suasana. Penonton masih silih berganti sesuai dengan pemain yang bertanding. Jika pemain yang didukung sudah tidak bertanding mereka akan pergi digantikan oleh pendukung dari pemain lainnya. Kesibukan panitia masih seputar seksi perlengkapan dan pertandingan. Keramaian belum kentara hingga pemain yang melaju ke babak semifinal ditentukan. Berikutnya pertandingan yang ditunggu. Futsal.  Lebih ramai dari pertandingan sebelumnya. Nyla turut bergabung di tribune untuk meramaikan acara.
Read more
Pot. 14
“Vik. Kita tukar jadwal ya, hari ini kamu yang atur. Aku tidak bisa bantu. Ada urusan mendesak,” kata Parta. Ia memutuskan mengikuti Vika ke dalam ruang panitia di dekat lapangan. Ada hal yang mengusik pikirannya dan harus segera ia cari tahu. “Sama Nyla?” Vika bertanya karena pertemuan mereka sebelumnya. “Anggap saja begitu. Masih ada Alex sama seksi acara. Aku pergi dulu.” Tatapan Parta bertemu dengan Yoga yang berada di dekat Vika. Sama halnya dengan Parta, Yoga menatap dengan sengit menunjukkan keengganannya karena melihat secara langsung gadis yang pernah didekatinya ternyata berhubungan dengan Parta dan itu tidak hanya anggapan atau isapan jempol belaka. “Okey. Hati-hati,” pesan Vika. Parta pergi ke luar. Yang disampaikan Nyla memang benar. Dia sendiri melihat Bela dengan mata kepalanya sendiri. Tidak ingin dia kehilangan jejak, Parta berlari ke luar mencari ke sekeliling gedung olahraga tapi tidak juga menemukan. Ia kembali ke dalam, kali ini d
Read more
Pot. 15
“Semua sudah datang? Lengkap?” tanya Vika retoris. Pandangannya beredar. Bibirnya menghitung dengan bantuan telunjuk tangan. Ia mencocokkan jumlah panitia dan mencatatnya pada kertas di papan jalan yang dipegangnya. “Ok. Sebelum kita mulai. Kita ambil sikap doa. Berdoa dimulai.” Vika memimpin. Mereka berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Semua menciptakan suasana khusyuk dengan menundukkan kepala. “Berdoa selesai.” Vika menutup sesi berdoa. “Setelah dua hari kita berhasil melaksanakan pertandingan dengan lancar, hari ini adalah hari penentuan. Hari final bagi para pemain dan tim yang lolos di babak sebelumnya. Tentu hari ini akan sangat ramai. Antusias mereka akan lebih menyala, baik dari peserta maupun tim pendukung. Aku sangat berharap semua bekerja dengan sungguh-sungguh. Mohon bantuan dari kalian yang sudah off untuk membantu seksi keamanan. Terjun ke berbagai sudut lapangan, tribune, juga penjagaan bagian luar gedung.” “Sudah pah
Read more
Pot. 16
“Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya luka ringan saja. Tidak perlu dikhawatirkan.” Nyla mencoba melepaskan diri dari pegangan Parta meski jalannya masih sedikit linglung akibat obat pereda pusing yang diminum di rumah sakit. Kondisinya tidak begitu parah. Hanya luka luar di bagian kepalanya dan itu sudah dibalut dengan perban. Pertolongan pertama yang dilakukan Parta untuk Nyla mendapat pujian dari dokter karena dilakukan dengan rapi dan tepat. “Terlalu percaya diri. Aku tidak khawatir sama kamu. Aku cuma tidak mau dianggap menelantarkan kamu. Kan aku yang antar kamu. Bisa digorok Vika kalau dia dengar yang tidak-tidak.” ”Takut banget sih sama kak Vika.” “Dia kan ketua kita.” Setelah menebus obat di apotek, mereka kini dalam perjalanan pulang. Parta akan mengantar Nyla ke kos baru kemudian dirinya kembali ke gedung olahraga. Renata memutuskan untuk mendahului pergi kembali ke gedung setelah memastikan keadaan Nyla baik-baik saja. “Jadi aku h
Read more
Pot. 17
  “Sudah lama menunggu?” Seorang wanita berpenampilan sedikit terbuka mendekati pria yang tengah duduk sendirian. “Lumayan,” jawab orang itu. Dua orang itu duduk di bangku tinggi depan meja bar. Alunan musik masih terdengar ramah di telinga. Pengunjung pun belum terlalu ramai. Mereka datang lebih awal dari biasanya. Si pria memegang gelas yang berisi cairan bening agak kecokelatan. Es di dalamnya memancarkan kilau saat bertabrakan dengan cahaya lampu yang silih berganti warna. Ditenggaknya minuman itu hingga es di dalamnya berbunyi, beradu dengan gelas bening yang polos. “Aku pikir kamu sibuk dengan pacarmu itu.” Si wanita masih mengamati wajah pria itu dari samping. Ia sedang menunggu minuman yang sama yang masih diracik oleh orang di balik meja. “Orang itu suruhan kamu, kan?” Parta langsung pada inti persoalan. “Kamu selalu terus terang. Yap. Benar sekali.”        Sorot mata tajam Parta
Read more
Pot. 18
“Lo sudah dengar belum?” “Itu tuh itu.” “Shutt diem, diem.” Nyla merasa risih dengan pandangan dan beberapa bisikan orang-orang di sepanjang lorong kelas. Dari kejauhan ia melihat mereka sedang asyik berbincang, tapi begitu Nyla sudah dekat mereka langsung terdiam. Nyla tidak mendengar dengan jelas, tapi firasatnya mengatakan adanya keanehan yang sedang dipergunjingkan. Sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Tak mau ambil pusing, Nyla langsung masuk kelas. Tak jauh berbeda. Meskipun di kelas itu berisi teman-temannya. Pandangan mereka pun sama dengan orang-orang yang ia temui sebelumnya. Mereka diam begitu Nyla memasuki kelas dan duduk di bangkunya. Para mahasiswa putri, terutama, terkesan menjaga jarak dari dirinya. Sementara itu, para mahasiswa putra menatapnya dengan rasa tak percaya. “Ada apa sih?” Nyla memberanikan diri bertanya pada teman yang duduk di bangku sebelah kanannya. Orang itu hanya mengangkat bahu. Ti
Read more
Pot. 19
“Jadi kamu, cewek yang bernama Nyla?” Seorang mahasiswa cantik duduk agak jauh di depan Nyla, setelah seseorang yang datang bersama Nyla sudah pergi. Mereka berdua berada di sudut salah satu gedung kampus. Gedung yang tidak pernah dijamah oleh Nyla. Rumput liar terlihat tinggi di sekitar gedung itu. Ada meja dan kursi permanen dari batu yang salah satunya baru saja diduduki. Bisa dilihat, satu kursi bebas dari debu sementara kursi lain terlihat kotor. Di sana juga terdapat sebuah tas yang bisa dipastikan milik mahasiswa itu. Setelah mengamati Nyla dari ujung kepala hingga ujung kaki, mahasiswa itu berdiri dan berjalan lebih dekat ke arah Nyla. Gaya jalannya anggun namun menantang. “Iya, aku Nyla. Maaf, aku dipaksa ke sini untuk apa ya?” jawab Nyla. Ia menyadari bahwa orang yang mengajaknya ke tempat itu hanyalah orang bayaran karena itu dia langsung pergi setelah menyelesaikan tugasnya. Ada perasaan tidak nyaman yang menjalari tubuh Nyla. Sorot mata mahasiswa
Read more
Pot 20
Parta menatap layar handphone-nya. Ada satu pesan masuk dari nomor tak dikenal. Biasanya, Parta akan mengabaikan pesan serupa, tapi kali ini dia tertarik untuk melihatnya. Bukan pesan teks, tetapi sebuah foto. Nyla sedang berada di belakang gedung teknik kimia. Ia sedang berhadapan dengan seorang mahasiswa yang lain. Dari punggung mahasiswa itu Parta bisa langsung menebak bahwa itu adalah Nadia. Mahasiswa yang pernah memiliki obsesi padanya. Menyusul pesan pertama. Parta kembali mendapat pesan gambar. Foto kedua ini memperlihatkan Nyla seorang diri sedang mengelap wajahnya menggunakan tisu. Parta mencoba memperbesar gambar itu dan dengan jelas melihat pipi Nyla yang memerah. Kronologi yang dialami Nyla dapat dibayangkan oleh Parta. Tanda merah di pipi Nyla itu tentu saja ulah dari tangan Nadia. Parta melempar tasnya ke jok bagian belakang mobilnya. Ia mengurungkan niat untuk pulang lebih awal. Ia harus menemui Nyla yang kemungkinan masih bera
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status