All Chapters of Pembohong yang Sempurna: Chapter 31 - Chapter 40
85 Chapters
Pot. 31
Sejak pagi Nyla merasakan penat. Tak biasanya dia kurang semangat seperti hari ini. Gadis lincah yang selalu antusias dengan jam kuliah itu langsung menghambur ke luar ketika dosen mengakhiri perkuliahan. Sendiri, seperti biasa. Ia berjalan pelan dengan memegang kedua tali ranselnya. Sedikit celingukan dan bingung menentukan arah hingga sampai pada keputusan untuk duduk di gazebo taman. Cuaca panas terasa sejuk di bawah pohon yang rindang. Ia membersihkan meja batu di gazebo itu dengan tisu yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Mengeluarkan laptop dari ransel kemudian menyalakannya. “Sesekali melihat drama Korea pasti menyenangkan,” batin Nyla. Ia segera memasang earphone dan mulai menonton dari layar laptopnya. Ditemani sepotong roti sisa sarapan dan sebatang cokelat juga air mineral membuat Nyla begitu nyaman. Lalu lalang orang yang berjalan di sekitar taman tidak menjadi perhatiannya. Bahkan ketika ada orang yang berdiri tepat di belakangnya pun, Nyla tida
Read more
Pot. 32
Musik masih perlahan mengalun, cahaya lampu masih tenang dan remang. Orang-orang di ruangan itu masing-masing berkerumun membentuk kelompok untuk saling berbincang. Tawa kecil terkadang meledak dari bibir mereka yang selalu senyum mengembang. Di antara ceria dan bahagia itu, di sofa tempat Nyla duduk bersama Bela hanya ada keheningan. Gelas yang dipegang Bela mulai mengembun mengeluarkan bulir-bulir air karena terlalu lama beradu dengan panas tubuh. “Kak.” Nyla menyapa perempuan berbalut dress warna merah itu. Dress tanpa lengan yang menampilkan kulit halus pemiliknya. Nyla mencoba membuka pembicaraan dengan Bela, namun perempuan itu tidak pernah mengalihkan pandangannya dari dua sosok yang sedang bercakap-cakap di salah satu sudut ruangan itu. “Kak, Bela.” Kali kedua Nyla menyapa dan kali pertama, sejak ia duduk bersebelahan, Bela menoleh padanya meski hanya sekilas. “Kak Parta pernah cerita kalau Kak Bela orang baik dan bisa diperc
Read more
Pot. 33
Parta berpenampilan tidak seperti biasanya. Kali ini lebih formal dengan kemeja yang rapi dan almamater tersampir di lengannya. Setelah memantaskan diri di depan cermin dan merasa puas ia berjalan menutup pintu kamarnya dan menuruni tangga. Di ruang makan dia sudah melihat ayahnya sarapan dengan nasi goreng yang menjadi andalannya. Tanpa menyapa Parta langsung menyambar roti yang sudah diolesi selai kacang dan meminum segelas susu yang disiapkan ayahnya sebagai sarapan. Ia masih berdiri, satu tangan digunakan untuk makan dan tangan lainnya memeriksa handphone. “Rapi sekali. Ada acara?” “Hmmm,” jawab Parta masih berfokus pada layar benda mungil di tangannya. “Sepertinya penting sekali.” Panji menghentikan sarapannya dan berdiri menuangkan segelas air putih untuk mengakhiri sarapannya. “Hari ini aku ada seleksi akhir pemilihan ketua badan eksekutif. Rasanya lucu melihat banyak dari mereka yang mendukung aku dan membuat semacam
Read more
Pot. 34
“Kamu bisa tenang tidak sih, Ny!” Parta memejamkan matanya sesaat, menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan-pelan kemudian menengok Nyla yang duduk tepat di sebelah kanannya. Ia terpancing emosi sekaligus menahan diri saat melihat kaki Nyla yang tidak berhenti mengentak-entak lantai serta tangannya yang terus dibuat saling meremas. Gerakan yang tidak seberapa, tapi cukup intens dan cukup mengganggu Parta. Membuat dia yang harusnya memasang senyum sepanjang pemilihan kini harus menggerutu tak jelas. Nyla tidak memedulikan Parta, kaki dan tangannya terus digerakkan. Ia gugup dengan banyaknya mahasiswa yang datang ke aula untuk memberikan suara mereka. Satu per satu duduk di kursi antrean, sambil berbisik-bisik kemudian dipanggil untuk maju. Mereka menerima lembar yang berisi foto para calon, membawanya ke bilik dan keluar dengan lipatan kertas yang langsung dimasukkan ke kotak suara. Sudah itu mereka mencelupkan kelingking mereka sebagai tanda partisipasi.
Read more
Pot. 35
“Lex, kunci mobil dong. Sepertinya ada yang tertinggal.” Parta celingukan seolah sedang mencari sesuatu. Alex paham dan segera merogoh kunci mobil yang sudah tersimpan nyaman di saku celananya. Ia memindahkannya ke atas meja yang langsung berpindah tangan begitu Parta mengambilnya. Parta dengan jelas mendengar Nyla mengucapkan kata ‘teledor’ untuk dirinya, ucapan spontan. Ia mengelus kepala gadis yang sedang menyantap pasta carbonara di sampingnya itu. “Aku mendengar apa yang baru saja kamu katakan,” bisiknya di dekat telinga sebelum akhirnya berdiri dan menjauh. *** “Bahagia sekali kalian.” Parta tidak sungguh-sungguh mengambil barang yang tertinggal di mobil. Itu semua hanya alibi untuk bisa mendekati Yoga dan Nadia kemudian meminta mereka pergi. Parta langsung menarik bangku kosong dari bagian seberang dan duduk di antara mereka. “Kali ini apa yang kalian rencanakan?” Parta melanjutkan kata-katanya karena dua orang
Read more
Pot. 36
“Lex, buruan bilang. Sok misterius segala, sih!” kesal Parta yang duduk tepat di belakang Alex. “Apa sih, Par. Kamu itu duduk manis saja. Berisik tahu!” “Tadi, Vika kirim pesan apa? Pasti tentang aku, ya kan?” Parta menyembulkan kepalanya di samping Alex, di sebelah kiri wajah Alex. “Jauh-jauh bisa tidak?” Alex merasa risih dengan kemunculan wajah Parta di dekatnya. “Terlalu percaya diri. Kalau tentang kamu pasti kirim pesan langsung ke handphone kamu,” lanjutnya. “Tidak, percaya. Mana handphone kamu.” Masih dengan posisi yang sama Parta mencoba memaksa Alex untuk menyerahkan handphone-nya. Ia menodongkan tangan kirinya . “Apaan sih kalian ini. Nanti bisa celaka tahu! Sabar, aku juga penasaran.” Renata yang duduk di bangku depan, di samping Alex, melerai adegan konyol keduanya. Nada tinggi yang digunakan mampu menyurutkan Parta yang kemudian beringsut mundur dan duduk dengan tenang. “Tidak sabar bange
Read more
Pot. 37
Parta telah mengakhiri pidatonya. Kini aula sudah sepi dan dia hanya berdua bersama dengan Alex. Mereka ke luar dan menunggu di depan aula. Sama-sama menyandarkan tubuh ke dinding hingga dua sosok muncul dari ujung lorong menuju ke arah mereka. “Kalian dari mana?” tanya Alex. Vika menunjuk arah belakangnya, tanpa kejelasan. Bola matanya memutar, tanda bahwa ia tidak memiliki jawaban untuk disampaikan. “Kok hanya berdua? Nyla mana?” Parta celingukan ketika mendapati Nyla tidak ada di antara Vika dan Renata. Vika hanya mampu mengangkat bahu. “Tadi pergi, tapi kami tidak tahu ke mana. Sudah kami cari ke mana-mana, tapi tidak ketemu juga.” Renata mengembuskan napas kemudian mendekati Alex dan menggamit lengan kekasihnya itu. “Handphone-nya tidak aktif. Aku sudah mencoba menghubungi,” sergah Vika begitu melihat Parta meraih alat komunikasi itu dari sakunya. “Mungkin sudah pulang,” lanjut Vika berusaha berpikir positif. Padahal Renata sempa
Read more
Pot. 38
Masih sekitar pukul sembilan. Langit cerah, bintang-bintang belum banyak yang tampak. Jalanan masih ramai. Kendaraan berlalu lalang membawa pemiliknya memanjakan diri. Parta mengendarai mobilnya dengan santai, tak ingin berebut dengan pengendara lain. Musik menemani, jenis musik jazz, If You Could See Me Now by Chet Baker, yang membawa suasana tenang. Ia berdendang mengikuti instrumen yang merambati daun telinganya. Terlintas di pikiran Parta saat melihat seorang ibu menggandeng tangan anaknya keluar dari toko di dekat persimpangan jalan. Tepat di samping lampu merah yang menyala di depan Parta. Dua insan itu menyeberang dengan wajah si anak yang begitu cerita menggenggam sepotong roti yang sudah digigitnya. Sejenak Parta mempertimbangkan untuk turun dan membeli makan malam untuk Nyla. Ada juga sesal saat ia menolak tawaran ayahnya untuk membawa beberapa makan malam mereka. Parta menepis pikirannya begitu lampu hijau terang kembali menyala. Ia kembal
Read more
Pot. 39
“Halo, Nyla.” Robi memasang senyum seringai. Ia mengamati Nyla dan menunggu gadis itu menyambut sapaannya. Nyla sendiri tersentak kaget. Di lorong lantai tiga, setelah ke luar dari aula, ia berjalan sambil menunduk berharap sisa-sisa air matanya segera kering. Ia berhenti dari langkahnya yang memang sudah kecil. Ada pria yang menyapa, berdiri tepat di depannya. Dia bukan mahasiswa dan Nyla tahu betul siapa orang itu. Mereka berakhir di sebuah resto yang sudah dipilih Robi setelah Nyla menyetujui untuk berbicara dengan orang itu. Entah mengapa Nyla dengan cepat menganggukkan kepala ketika Robi mengajaknya ke luar. “Kamu mau pesan apa, Ny?” Nyla hanya menggelengkan kepala. Ia sedikit takut sehingga lebih memilih berdiam diri. “Ok, sudah bukan jam makan siang dan belum saatnya untuk makan malam. Mungkin lain kali aku akan memilih waktu yang tepat. Semoga saja aku bisa menyisihkan waktu untuk gadis secantik kamu.” Robi tersenyum pada Nyla.
Read more
Pot. 40
“Vik, aku boleh mengobrol bentar sama Nyla. Hanya berdua.” Parta baru saja datang ke basecamp dan langsung mendekati tempat Vika dan Nyla yang sedang sibuk di depan laptop. Ia meminta izin Vika yang sedang mengerjakan laporan bersama Nyla. Berharap bisa berbicara berdua tanpa ada orang lain. Nyla mendongak, mengalihkan pandangannya dari laptop kepada pemuda yang sudah berdiri menjulang di depannya. Alisnya menyatu, ada tanya yang tidak terucapkan. Sementara orang yang mengalihkan pandangannya masih menumpukan kedua telapak tangannya di tepi meja, menunggu jawaban dari orang yang duduk di sebelah kanannya. “Boleh, tapi bukan aku yang pergi. Jadi, silakan kalian cari tempat lain,” jawab Vika setelah beberapa saat mengamati mereka berdua secara bergantian. Ia paham bahwa dalam suatu hubungan tentu ada yang perlu dibicarakan secara pribadi. Meski dirinya merupakan teman dari keduanya dan begitu sangat dekat, namun dia tidak ingin terlalu mencampuri urusa
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status