Parta mahasiswa jurusan teknik industri yang memiliki pesona. Dia tampan, cerdas, dan kaya. Di dunia akademis dia memang berkelas, tapi di luar itu ia memiliki tabiat yang buruk. Dia angkuh, sombong, dan suka mempermainkan perempuan. Anehnya, banyak wanita yang menaruh hati padanya meskipun ia berperilaku buruk. Nyla mahasiswa baru jurusan teknik pertanian. Ia berasal dari kampung dan berkesempatan kuliah di universitas berkelas karena mendapat beasiswa. Ia miskin dan terlihat polos, tapi cerdas dan berani. Keaktifannya dalam dunia akademis membuat ia bertemu dengan Parta. Nyla sangat membenci Parta karena reputasinya di luar kampus yang mencoreng nama organisasi. Begitu pula dengan Parta yang membenci Nyla karena menganggapnya sebagai saingan yang membahayakan. Naas bagi Nyla, rahasia terbesar dalam hidupnya diketahui oleh Parta. Masa lalunya yang kelam akhirnya terungkap, ia tak mampu berkutik dan harus menyerah pada keadaan. Ia terpaksa menjadi kekasih pajangan Parta dan terikat janji untuk selalu patuh padanya. Nyla tidak ingin terkungkung di bawah aturan Parta. Usaha untuk melepaskan diri dari Parta pelan-pelan ia lancarkan. Cara yang sama menjadi pilihan yang akhirnya ditempuh Nyla. Ia berusaha mencari titik lemah Parta untuk bisa menaklukkannya. Saat yang sama justru Parta mempertimbangkan untuk benar-benar menjadikan Nyla sebagai kekasihnya. Namun sebagai orang yang angkuh ia tak ingin harga dirinya jatuh. Ia tetap pada prinsipnya membuat Nyla takluk mutlak padanya.
View More“Semua berbaris! Tiga berbanjar di belakang papan nama masing-masing jurusan! Barisan tersusun rapi! Semakin ke belakang semakin tinggi! Perhatikan jarak kalian! Satu rentang tangan!”
Parta berbicara lantang di depan pengeras suara yang selalu ia pegang dengan tangan kanannya. Geraknya mondar-mandir di depan semua barisan. Ia mengamati pergerakan ratusan mahasiswa baru yang hari itu akan dilantik secara resmi. Dengan tinggi tidak kurang dari seratus delapan puluh sentimeter, ia bisa menjangkau pandangan hingga baris paling belakang. Tatapan matanya kadang menyipit, menghalau cahaya yang pagi itu bersinar cerah. Cuaca yang semakin memanas memunculkan titik-titik keringat di dahi pemuda berusia dua puluh tahun itu. Sesekali ia mengusapnya dengan punggung tangan.
“Hei, kamu! Mundur ke belakang! Kalau tinggi baris di belakang!” Parta menunjuk seorang mahasiswa baru berambut lurus sebahu dengan poni rata di atas alis mata. Gadis itu hanya diam, tatapannya terpaku pada Parta yang sudah membentaknya, membuat Parta terpaksa melangkahkan kaki hendak menghampiri.
“Iya, Kak.” Gadis itu menunduk, memutar tubuhnya dan segera berjalan ke belakang tepat setelah Parta hampir satu langkah lagi padanya.
Upacara pelantikan mahasiswa baru di kampus itu berjalan dengan baik. Setelah dijemur hampir satu setengah jam akhirnya mahasiswa baru dan panitia diberi waktu istirahat sebelum melanjutkan kegiatan orientasi. Mereka mengambil tas masing-masing dari tempat pengumpulan tas kemudian berbaur bersama.
Kesempatan baik yang digunakan para mahasiswa untuk makan dan mencari teman baru. Mereka saling berkenalan dan bertukar informasi, nomor handphone maupun akun sosial media. Wajah-wajah bahagia terpancar dari tawa dan senyum yang lebar.
Nyla, tidak seperti kebanyakan dari mahasiswa baru yang lain. Gadis yang ambisius itu lebih memilih berkeliling untuk melihat lingkungan kampus. Ia melepas jaket almamater yang terasa semakin membuatnya berkeringat. Disampirkannya jaket itu di salah satu tali tas ranselnya.
Mulai dari taman dekat lapangan upacara ia berjalan pelan menikmati udara sejuk yang dihasilkan beberapa pohon yang tumbuh rindang. Di taman itu ada beberapa gazebo yang digunakan oleh para mahasiswa untuk berkumpul mengerjakan tugas.
Selesai menjangkau taman, Nyla melihat kantin yang penuh berjejal. Semua didominasi oleh mahasiswa baru. Ia mengurungkan niatnya untuk mencicipi makanan ala mahasiswa yang dijual di kantin itu. Ada martabak, bakso, soto, rawon, gado-gado, sate, nasi ayam, dan beberapa minuman terpampang dalam gambar yang menarik di sebuah spanduk lebar di atas kantin. Lengkap dengan harga masing-masing.
Nyla melanjutkan langkah kaki, saatnya memasuki gedung. Setiap lorong masih terlihat sepi, kelas-kelas terkunci dengan rapi. Hanya beberapa orang saja yang bisa ditemui Nyla yang kemudian diketahui sedang mengambil semester pendek karena minggu itu masih merupakan hari libur semester.
Di ujung lantai dua Nyla melihat ada pintu kelas yang terbuka dengan beberapa suara orang berbincang dari dalamnya. Setelah menengok ke kanan dan kiri, rasa penasaran Nyla mendorongnya untuk maju mendekati ruang itu. Dari jendela kaca ia melihat beberapa mahasiswa sedang berdiskusi. Seorang gadis duduk mengoperasikan laptop dengan beberapa orang mengelilinginya. Seorang lelaki berdiri dengan spidol di tangan dan memperhatikan hasil coretannya di papan tulis. Mereka semua memakai jaket almamater, tapi mereka bukan mahasiswa baru. Mereka adalah panitia. Nyla melihat salah satu dari mereka berdiri dengan tangan bersedekap dan badan bersandar di dinding bagian depan, terlihat mengawasi teman lainnya dengan angkuh. Nyla mengenal wajah tampan itu.
Bruuk… Beberapa buku terjatuh tepat di samping Nyla berdiri. Pemiliknya sedang menunduk memungut dan merapikan buku itu. Sementara orang di dalam ruangan berhambur keluar memunculkan wajah mereka ke depan pintu, tak terkecuali orang angkuh yang seketika maju mendekati Nyla. Ekspresi curiga tergambar dengan jelas.
“Kamu menguping pembicaraan kami ya!” Suara itu, wajah itu. Orang yang tadi menegur Nyla di lapangan itu kini kembali membuat Nyla terpaku. Ada rasa takut di dalam hatinya. Ia terdiam mengolah alasan untuk diucapkan.
“Dia mahasiswa baru, Par. Aku ajak dia berkeliling gedung tadi. Sorry kalau sudah ganggu kalian.” Laki-laki yang menjatuhkan buku itu sudah selesai merapikan bukunya, berdiri dan mengajak Nyla pergi.
Parta memblokir jalan mereka. Membuat laki-laki itu melepas napas jengah sementara Nyla berdiri di belakangnya, masih menunduk dengan tangan yang tak bisa tenang.
“Ada banyak jalan. Mengapa harus lewat sini? Lagian ajak mahasiswa baru berkeliling itu tugas kami. Harusnya dia gunakan waktu istirahat untuk makan. Dan kamu! Harusnya bisa mengatur waktu istirahat dengan baik. Jangan sampai nanti pingsan kelaparan. Merepotkan!” Tatapan mata Parta menunjukkan permusuhan.
“Gak usah bentak-bentak juga kali, Par. Ini aku mau ajak dia makan. Masih cukup waktunya, kalau kamu kasih jalan.” Nyla dan laki-laki itu berjalan melewati Parta yang masih berdiri di tempatnya.
“Sudah cukup pertunjukannya, masuk Par. Pekerjaan harus selesai, tinggal sedikit lagi. Kita juga perlu istirahat.” Vika, gadis yang tadi mengoperasikan laptop memanggil Parta dan mengajak teman lainnya kembali bekerja.
“Pasangan yang serasi. Bagaimana bisa Yoga ketemu sama Nyla?” Alex membuka pembicaraan saat mereka tengah menyantap nasi kotak usai menyiapkan materi presentasi.
“Mungkin mereka sudah kenal sebelumnya. Makanya mereka dekat. Sampai sempat-sempatnya Yoga mengajak dia ke perpustakaan. Dia kan paling anti diganggu, apalagi kalau lagi di perpustakaan,” jawab Vika.
“Kalian ngomongin Yoga? Sama siapa?” Parta yang sudah selesai makan bertanya dengan rasa ingin tahunya.
“Nyla! Namanya Nyla” Alex menjawab dengan nasi yang masih penuh di mulutnya.
“Nyla? Cewek tadi namanya Nyla? Terus apa hebatnya si kutu buku sama mahasiswa baru?” Parta membuat pernyataan yang meremehkan. Ia enggan mendengar Yoga yang terkesan hebat di mata teman-temannya.
“Kamu itu kalau ngomong hati-hati! Dia kutu buku, tapi bukan orang cupu. Dia cakep dan cerdas.” Vika yang diketahui menyukai Yoga tidak terima dengan nada pernyataan yang disampaikan Parta.
Parta tidak memedulikan perkataan Vika. Ia memakai jaket almamater yang tadi sempat diletakkan di meja kosong saat makan. Ia keluar tanpa berpamitan pada teman lainnya.
Melewati kantin ia melihat Yoga dan Nyla sedang makan bersama. Meski terlihat sedang berbincang, keduanya tampak canggung di mata Parta.
“Kak Parta, kan? Boleh minta tanda tangan?” Beberapa mahasiswa mendekati Parta dengan mata berbinar. Mereka membawa buku agenda serta bolpoin yang kemudian disodorkan pada Parta. Dengan tatapan kosong Parta mengabaikan buku itu.
“Kan belum disuruh. Ngapain sudah minta-minta?” Parta bersedekap dan menatap mereka satu per satu yang justru membuat mereka tersenyum terpana.
“Kami ingin mendahului, Kak. Sekalian minta nomor handphone dan akun sos…,” salah satu dari mereka belum selesai menjawab, tapi Parta sudah berbalik melangkah keluar dari kerumunan yang semakin berdatangan. Gadis-gadis yang mulai terpancing oleh pesona Parta.
“Iiieeeh, sombong. Tapi cakeeep!”
“Namanya siapa tadi?”
“Dia cool banget, tauuu.”
Di belakangnya, samar-samar Parta mendengar mereka berbisik-bisik. Parta yakin bagaimana ekspresi para gadis itu. Ia juga tahu bagaimana pertunjukannya itu membuat para mahasiswa putra diam-diam mulai menahan iri. ‘Aku kakak tingkat kalian yang tidak pantas buat jadi saingan kalian’ batinnya sambil tersenyum tipis.
“Kamu habis dari kantin ya? Lihat Yoga sama Nyla makan bareng? Aku lihat loh dari sini.”
Vika menggoda Parta yang baru saja kembali ke lantai dua. Ia menumpukan kedua sikunya pada batas balkon di selasar dekat tangga yang sepi. Sambil tersenyum ia mengalihkan pandangannya pada Parta yang diam tak percaya.
“Yang lain mana? Buruan turun. Bentar lagi sudah mulai.” Parta mengabaikan kata-kata Vika, membuat Vika tertawa kecil.
“Masih beres-beres, bentar lagi juga keluar.” Mereka berdua memandang ke arah bawah. Kantin dan taman yang mulai ramai. “Nyla keren ya. Sudah bisa dekat saja sama Yoga,” lanjut Vika.
“Kalian peduli banget sih sama mahasiswa baru. Dari sekian banyak, kenapa juga harus Nyla? Cemburu karena dia bisa dekat sama Yoga?” Kini giliran Parta yang menatap Vika dengan senyum sinisnya.
“Bagaimana tidak cemburu. Aku sudah mati-matian tunjukkan kelebihanku ke dia. Tapi dia tidak menoleh sedikit pun. Sekarang, ada Nyla yang hebat itu. Mundur deh aku,” jelas Vika dengan putus asa.
“Memangnya apa hebatnya Nyla? Kelihatan polos, tapi pembangkang. Dia gadis bodoh yang tidak paham instruksi.” Kata-kata Parta membuat Vika tercengang.
“Maksudmu apa? Dia mahasiswa baru yang jadi perwakilan saat upacara pelantikan tadi. Sudah bisa dipastikan kalau dia itu punya prestasi, cerdas. Bentar lagi dia bakalan jadi saingan banyak orang,” jelas Vika dengan antusias. “Ah, orang egois kayak kamu tidak akan bisa mengerti perasaan cewek!” lanjut Vika mengingat kedekatan Yoga dan Nyla.
“Tunggu! Dia? Jadi perwakilan mahasiswa baru?” Wajah Parta menatap Vika dengan penuh tanya. Tangannya mengarah pada kantin temapt Nyla dan Yoga sedang makan bersama. Ia tidak yakin dengan apa yang didengar. Baginya Nyla tetap gadis menyebalkan. Jika dibandingkan dengan gadis-gadis lain, Nyla adalah gadis pertama yang berani menatapnya dengan berbeda
“Iya! Ke mana tadi? Pasti kamu tadi cari tempat adem saat upacara, ya kan?” tebak Vika dengan tepat sambil mengerucutkan bibirnya.
Memang benar, Parta melewatkan waktu upacara dengan duduk di gazebo taman. Tugasnya untuk menertibkan calon mahasiswa baru di pagi hari dianggapnya selesai ketika upacara pelantikan sudah dimulai. Ia tidak melihat bahwa Nyla, gadis yang dibentak untuk mundur ke barisan belakang adalah salah satu perwakilan mahasiswa baru yang dilantik. Kesempatan yang sangat jarang dan sangat sulit ditebak pemiliknya. Tapi, gadis itu mendapatkannya.
Lebih parah lagi, gadis yang menurut Parta menyebalkan itu kini dekat dengan Yoga. Mahasiswa yang selalu bersaing nilai akademis dengan Parta.
Parta mengeratkan genggaman tangannya. Ia bertekat untuk mengalahkan mereka berdua.
“Selamat datang.” Parta membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Nyla untuk turun. Setelah menunda dua hari, akhirnya Parta berhasil meyakinkan Nyla untuk pergi ke rumah ibunya. ‘Menginap’ kata itulah yang membuat Nyla harus berpikir ulang untuk mengatakan mau atau tidak mau. “Ini rumah siapa?” tanya Nyla yang masih belum diberitahu Parta. Terdengar suara pintu dibuka dari rumah sederhana itu. Nyla pun menoleh dan melihat wanita paruh baya tersenyum serta melambai padanya. Mata Nyla beralih ke Parta dengan penuh tanya, sayangnya Parta hanya mengangkat bahu dan langsung menggandeng tangan Nyla dan membawanya menghampiri pemilik rumah itu. “Kalian sudah datang?” sapa Ratna yang langsung memeluk Nyla. “Kamu benar-benar cantik, persis seperti yang dikatakan Parta. Pantas saja dia tergila-gila sama kamu,” imbuh Ratna usai mereka berpelukan. “Mama,” kata Parta memberitahu Nyla yang masih kebingungan. “Mama?” tanya Nyla pada Parta de
“Kak Parta? Ini benar, kan?” Nyla membulatkan matanya tak percaya. Pemuda yang berdiri tegap di depannya terlihat lebih sempurna daripada pemuda yang suka usil dan menyebalkan yang ada dalam ingatannya. Pemuda di depannya terlihat lebih ramah dan dewasa. Wajahnya lebih bersih seperti habis bercukur. Tatanan rambutnya juga lebih dewasa. Tapi, satu hal yang meyakinkan Nyla, aroma mint yang berhasil dihidunya. Sementara Nyla masih sibuk membandingkan pikiran dan kenyataan yang ada di depannya, Parta mengangguk dan melebarkan senyumnya sebagai jawaban.Angin kerinduan yang sangat lama bergemuruh di hati Nyla seperti mendapat kebebasan menyambut tuannya. Nyla merentangkan tangan dan langsung menghambur memeluk Parta. Menghirup sampai puas aroma yang menenangkan hatinya. Ia tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Tidak peduli bahwa hal yang dilakukan mungkin akan membuatnya malu saat menyadarinya. Tidak peduli apakah akan mendapat penolakan—yang pa
“Hai, Ny. Selamat, ya.” Renata dan Alex yang menggendong seorang anak kecil menghampiri Nyla. Hari itu Renata juga diwisuda. Berbeda dengan Alex yang justru menunda wisudanya karena lebih memilih untuk terus bekerja. Sudah hampir setahun ia menjadi kepala keluarga setelah pernikahan tiba-tiba yang mereka langsungkan karena kehamilan Renata yang di luar rencana.Nyla pernah menggeleng tak percaya waktu mendengar kabar itu, tapi melihat kebahagiaan keduanya rasanya tidak adil jika Nyla berpikir negatif tentang hubungan dan bentuk tanggung jawab yang sudah dengan berani mereka ambil. Sudah saatnya untuk berpikir terbuka, bukan berarti setuju dengan hal semacam itu, hanya perlu bijaksana untuk menyikapinya dan perlu menanggalkan pemikiran kolot yang sering mengatasnamakan kebenaran.“Terima kasih dan selamat juga untukmu, Ren. Kamu luar biasa,” tambah Nyla. Ia menggoda si kecil yang terlihat sibuk sendiri di gendongan Alex.Pertemuan
Nyla menggeser ikon berwarna hijau dan mendekatkan benda kecil itu ke telinganya. “Halo,” kata Nyla dengan ragu-ragu. “Hai, Ny!” teriak orang di seberang telepon. Suaranya begitu renyah, semangat, penuh keceriaan. Namun demikian, Nyla masih sulit mengidentifikasi suara yang melewati jarak dan segala sistem untuk bisa sampai ke telinganya itu. Ada jeda beberapa saat ketika Nyla masih sibuk dengan pikirannya hingga suara di ujung telepon kembali mengambil alih suasana. “Ny, kamu masih di situ?” tanyanya dengan nada sedikit khawatir. “Kak Vika?” tanya Nyla dengan agak ragu. Cara pemilik suara itu khawatir mengingatkan Nyla pada sosok Vika yang memang sudah cukup lama tidak berkomunikasi dengannya, sama sekali setelah kepindahannya bersama dengan Yoga dan tepatnya setelah peristiwa yang dialami Parta di tempat usaha yang kelola oleh sahabatnya itu. “Iya, ini aku. Kamu apa kabar?” Nada khawatir itu sudah kembali cerita lagi. “Hai, Kak. Ya ampun. Se
Percayalah, apa pun yang kita lakukan itu akan terasa menyenangkan dan menantang saat semuanya masih baru. Seperti halnya memuaskan rasa penasaran, kita ingin terus menaklukkan dan membuat diri kita menjadi pemenang. Mulai semester awal dengan segala ambisi yang tertanam, nyatanya Nyla mengalami banyak pengalaman dan rintangan yang semakin membuatnya merasa lengkap meniti setiap jejak langkah yang sudah disiapkan untuk dirinya. Teman yang semakin berkurang, tanggung jawab yang semakin bertambah dan hanya bisa diselesaikan, dilakukan, seorang diri. Benar-benar sendiri karena setiap orang memiliki kesibukan yang sama dan tanggung jawab yang sama beratnya. Mengabaikan semua perasaannya, Nyla berhasil membulatkan tekad awalnya. Kesibukan dan keberhasilan sudah di depan mata dan siap menyambut telapak tangannya. “Satu minggu ini kamu tidak perlu datang jika kedatanganmu hanya untuk bekerja. Kamu boleh datang jika kamu memang perlu untuk kebutuhan kuliahmu. Bukan u
Nyla ikut merasakan kebahagiaan yang terpancar di senyum Bela saat sahabatnya itu mengenakan gaun sederhana yang akan digunakan untuk acara makan malam antara keluarganya dan keluarga Robi. Beberapa kali ia keluar dan masuk kembali ke kamar pas untuk mencoba beberapa gaun dan meminta pendapat Nyla. Ada rasa bangga yang terbersit di benak Nyla saat menyadari bahwa dirinya menjadi pribadi yang dipercaya untuk memberi pendapat dalam hal yang sangat penting bagi sahabatnya itu. “Bagaimana? Aku lebih suka yang warna emas, tapi kurasa aku tidak bisa menahan untuk mencoba yang satu ini dan rasanya sangat pas dan cantik,” celoteh Bela yang sedang memutar badannya dan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sementara itu Nyla duduk di belakangnya dan terus mengamati. “Kamu hanya mengagendakan untuk makan malam satu kali. Tidak mungkin dalam waktu yang sama kamu akan berganti pakaian.” Nyla menatap Bela yang sekarang membelakangi cermin dan sedang menunjukkan penampilanny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments